Share

Bab 2. Kabur

Nathan tidak suka melihat ada orang yang menyentuh Herlin di depan matanya. Ada rasa marah dan emosi yang meluap. Rasanya dia ingin memotong tangan tersebut.

"Tuan Putri, kamu tidak apa-apa?" tanya Nathan ingin menyentuh Herlin.

Herlin dengan cepat mundur. Dia masih takut dengan Nathan yang tiba-tiba memeluknya.

"Kamu apa-apaan. Berani-beraninya kamu peluk seorang perempuan yang tidak kamu kenal. Apa kamu tidak punya malu," bentak Herlin dengan marah.

"Tuan Putri, Tuan Putih jangan marah sama Nathan ya," bujuk Nathan sedih dimarahi Herlin.

"Siapa yang Tuan Putri. Apa kamu masih bocah memanggil aku dengan sebutan Tuan Putri. Aku ini Herlin," ujar Helin malah memperkenalkan diri.

"Jadi nama Tuan Putri Herlin ya. Kalau Nama pangeran, Nathan," sahut Nathan menjulurkan tangannya dan tersenyum lebar. 

Herlin melongo melihat Nathan yang menjulurkan tangannya seperti anak kecil. Sama seperti bocah yang mengajak berkenalan. Apalagi Nathan menyebut dirinya pangeran. Kalau bukan tubuh Nathan buang besar, maka Herlin akan mengira jika Nathan bocah yang berumur 7 tahun.

Herlin yang masih takut dengan Nathan akan memeluknya lagi, dia mundur satu langkah. Berjaga-jaga agar dia bisa kabur.

'Ada yang tidak beres dengan otak pria ini,' batin Herlin menatap waspada.

"Tuan Muda, Tuan jangan mengganggu Nona ini. Ayo pasang infus lagi. Setelah itu Tuan makan ya."

"Nathan akan makan kalau Tuan Putri juga ikut makan," tawar Nathan menunjuk ke arah Herlin. 

'Kenapa pria aneh ini malah mengajakku makan bersama. Tapi kalau diajak makan, sayang sekali melewatkan makanan yang terlihat enak,' batin Herlin kembali melihat ke atas meja. 

"Nona, apa Nona mau menemani Tuan Muda kami makan bersama?" tanyanya ketika menyadari Herlin yang terus menatap ke atas meja.

Herlin masih memikirkan mau ikut tawaran makan atau tidak. Dia antara mau dan takut. Namun dia merasa aneh langsung menerima ajakan makan dari orang yang tidak dikenal. 

"Kalau Nona mau menemani Tuan Muda kami makan siang. Maka saya akan memberikan uang kepada Nona sebesar sepuluh juta," kata pria berjas akan melakukan apapun agar tuannya mau makan. Nathan dari pagi sudah menolak makanan.

"Apa? Sepuluh juta?" tanya Herlin dengan mata melotot. 

'Apa-apaan pria ini, masak hanya menemani makan makanan enak ditawar sepuluh juta. Jangan-jangan pria ini hanya menipu aku.'

"Jika Nona tidak percaya, tunggu sebentar."

Pria berjas itu mengambil sesuatu dari jasnya. Kemudian dia memberikan cek kepada Herlin.

"Ini ceknya. Nona bisa mencairkannya di perusahaan milik keluarga Tuan Muda kami atau di bank."

Herlin menerima cek itu dengan tangan bergetar. Cek itu memang bernilai harga sepuluh juta. Setara dengan uang yang bisa dikumpulkan selama dua bulan. Dia menelan ludah dengan kasar, kapan lagi kesempatan sebesar itu ada di depan matanya. Hanya dengan menemani makan siang, maka dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Apalagi makanan itu juga sangat menggiurkan. Ditambah dengan perutnya yang sudah keroncongan dari tadi.

"Baiklah, aku terima," ujar Herlin dengan senang hati.

Herlin segera menyimpan cek itu tanpa melihat nama keluarga dari Nathan. Dia sudah terlalu senang bisa mendapatkan uang sepuluh juta dan makan gratis.

"Tuan Muda, ayo makan siang. Nona ini sudah setuju makan siang bersama Tuan."

Pria berjas itu membimbing Nathan duduk di sofa. Nathan hanya berjalan ke arah sofa tanpa duduk. Mata Nathan tidak lepas dari Herlin sama sekali. Pria berjas itu memberikan kode supaya Herlin segera duduk. Dia yakin, tuannya menunggu Herlin untuk duduk terlebih dahulu.

Herlin segera duduk di sofa. Dia mengabaikan Nathan yang terus melihat dia seperti alien yang nyasar ke bumi. Makanan lebih menarik dibanding Nathan. Nathan memang pria yang sangat tampan, tapi perutnya lebih membutuhkan makanan daripada pria tampan. Pria tampan tidak akan bisa membuat perutnya kenyang.

Nathan berjalan ke arah Herlin setelah Herlin duduk. Dia ingin duduk di samping Herlin.

"Eh, kamu mau duduk di mana. Kamu duduk disana," perintah Herlin tidak mau dekat dengan Nathan. 

"Tapi Nathan mau duduk di samping Putri Herlin," pinta Nathan dengan mata memelas.

"Duduk di sana atau kita batal makan bersama," ancam Herlin memeluk tas takut ceknya diambil kembali. 

"Baiklah," jawab Nathan kembali ke tempat tadi dengan lesu.

Pria berjas, dokter dan Suster berdiri agak jauh dari mereka berdua. Supaya mereka tidak mengganggu mereka makan. Mereka puas melihat mulai Nathan makan siang.

Herlin makan tanpa sungkan. Dia dengan barbar memakan semua makanan itu dengan lahap. Tidak peduli dengan orang yang menatapnya aneh.

Mata Herlin beralih ke arah Nathan yang sedang makan dengan begitu elegan. Dia makan menggunakan garpu dan pisau, beda dengan Herlin yang makan menggunakan kedua tangan. Mereka langsung terlihat dari kasta yang berbeda.

Nathan terlihat seperti pria dewasa normalnya. Tidak kekanakan seperti tadi, seperti orang yang berbeda. Tapi matanya tetap berfokus pada Herlin.

'Masa bodoh, yang penting perut aku kenyang,' pikir Herlin melanjutkan makannya.

Setelah mereka selesai makan siang. Dokter langsung menyuntikkan obat ke Nathan. Sehingga membuat Nathan tidak sadarkan diri, efek dari obat. Dokter dan pria berjas segera mengangkat Nathan ke atas tempat tidur.

Sekarang Herlin tidak tahu apa yang harus dia lakukan di sana. Dia sudah kenyang dan uang aman bersamanya.

'Lebih baik aku pergi dari sini, sebelum pria berjas tadi meminta uang tadi kembali,' batin Herlin memeluk tas berjalan sembunyi-sembunyi keluar dari kamar.

"Nona," panggil pria berjas. 

"Ada apa lagi," sahut Herlin bersikap senatural mungkin.

"Terima kasih Nona sudah menemani tuan muda kami makan siang."

"Iya, tidak apa-apa. Aku juga berterima kasih atas makanan dan uangnya," sahut Herlin menepuk tas dan perutnya secara bersamaan.

"Tapi, kalau boleh tahu, kenapa pria itu agak aneh," tanya Herlin dengan memberikan kode jari telunjuk dan tengah digerak-gerakkan sebagai kode.

Pria berjas itu kan tidak langsung menjawab. Dia melihat kembali ke arah tuan mudanya yang sudah terlelap dibawah pengaruh obat. 

"Sebenarnya, tuan muda kami mengalami masalah psikologi. Walaupun tuan muda kami sudah berumur 26 tahun, tapi sikapnya sama seperti anak kecil. Kami harap Nona mau memaklumi keadaan tuan kami."

'Pantesan saja tadi dia memanggil aku tuan putri. Mana ada pria dewasa memanggil seorang perempuan dewasa seperti itu. Sudahlah, itu juga bukan urusan aku. Lagian, kami tidak bertemu lagi.' 

"Sam, bagaimana dengan kabar Nathan?" tanya seorang ibu-ibu yang masuk bersama seorang kakek-kakek. 

Mata Herlin membesar melihat wajah kakek itu. Wajah yang tidak mungkin dia lupakan seumur hidupnya. Wajah yang membuat dia kehilangan tante dan keponakannya. Tanpa bersuara lagi, dia segera kabur dari sana sebelum mereka melihat ke arahnya. 

"Keadaan tuan muda baik, Nyonya," sahut Samuel atau yang biasa dipanggil Sama, pria berjas tadi. 

"Apa Nathan sudah makan?" tanya Edwin, kakek Nathan.

"Sudah Tuan Besar, tuan muda sudah makan dan diberi obat," sahut Sam memberikan hormat.

"Syukurlah, Nathan tidak apa-apa," ujar Samira memegang tangan Nathan, mamanya Nathan.

"Tadi Nathan makan sendiri?" tanya Edwin lagi.

"Bukan, Tuan Besar. Tadi Nona ini …." perkataan Sam terputus karena tidak lagi melihat keberadaan Herlin.

"Ada apa Sam?"

"Kemana Nona yang tadi," gumam Sam heran.

"Nona yang tadi sudah pergi ketika Tuan dan Nyonya masuk ke dalam," sahut sang dokter yang melihat kepergian Herlin.

"Nona? Nona siapa?"

"Ketika tuan muda menolak makan, ada seorang gadis yang masuk ke sini. Dia yang berhasil membujuk tuan muda makan," terang Sam.

"Maksud kamu?"

"Jangan-jangan dia …," ujar Samira dengan menutup wajahnya saat sudah bisa menebak siapa gadis yang hadir tadi.

"Tidak mungkin," sambung Samira masih belum percaya dengan tubuh lemas. Hal yang dia takutkan akhirnya terjadi juga.

Bersambung ….

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status