Setelah penyelesaian misi kemarin malam, hari ini PBB memberikan jatuhan sanksi untuk Korea Utara. Sanksi tersebut berupa larangan untuk melakukan gencatan senjata dalam hal apa pun, serta pemecatan secara tidak hormat dari pihak Korea Utara untuk militer pelanggar yang melakukan pemberontakan.
Tristan tersenyum remeh sambil menatap tajam ke arah Il Woo, mungkin pria itu akan semakin membencinya nanti. Namun, siapa peduli jika hal itu terjadi? Tristan tak mau ambil pusing, dibenci oleh Il Woo bukanlah masalah besar baginya.
Hari ini Tristan juga kesembilan anggota lainnya, yang merupakan timnya sendiri akan pulang ke Indonesia. Tristan ingin sekali cepat sampai dan menemui keluarganya, lalu tentu saja menemui Dinah. Rindu? Sudah pasti, apalagi setelah pembebasan para sandra. Tristan belum sempat mengabari gadis itu.
Ia pikir, akan bagus jika ia membuat kejutan untuk Dinah. Gadis itu pasti akan sangat senang melihatnya tiba
Setelah berkumpul dengan teman-teman Dinah, kini kedua kakak-beradik itu tengah berada di perjalanan pulang. Dinah sesekali melirik ke arah Jafran. Entah perasaannya saja atau kakaknya itu memang terlihat murung semenjak pulang dari tempat tadi. Jafran mendadak menjadi sangat pendiam. Bahkan nampak acuh, sekalipun tahu Dinah memerhatikannya sepanjang perjalanan."Bang." Hening, tak ada jawaban dari Jafran."Abang." Sekali lagi Dinah memanggil dengan sedikit meninggikan suara.Namun, pria itu seolah menulikan pendengarannya. Dinah mendengkus menahan gondok, cukup sudah. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, lalu ditahan sesaat sebelum akhirnya ...."BANG JAFRAN ANAKNYA BAPAK DANAR!" panggil Dinah setengah berteriak. Seandainya ia hidup di dalam animasi, pasti saat ini asap mengepul di atas kepalanya."A-apa, Dek?" jawab Jafran gelapan. Jafran merasa seperti ditarik kembali ke kehidupan nyata
Jafran memarkirkan mobilnya di salah satu pelataran kafe. Berjalan dengan langkah tegap nan lebar ke dalam, ternyata Adiyakhsa bersaudara sudah menunggu dirinya. Terlihat kakak-beradik itu langsung bangkit menyambut sahabat mereka."Yo, Bro! Udah lama nunggunya?" tanya Jafran basa-basi."Kagak. Baru lima manit yang lalu gue sama Kanindra nyampe," terang Kiandra sang kakak.Kepribadian antara Kanindra dan Kiandra memang sedikit bertolak belakang. Kiandra sosok yang ceria, mudah mendapatkan teman, jahil, tapi baik hati. Sedangkan Kanindra. Sosok yang sedikit kaku, cerdas, pengamat yang baik, tapi juga lumayan jahil pada orang-orang terdekatnya."Lo mau ngomongin apa?" tembak Kanindra to the point. Ketiga pria berusia matang itu duduk melingkar di satu meja bundar kafe. Ekspresi mereka mendadak serius, sebab Jafran tak menampakkan ekspresi lain sejak ia datang."Kal
Setelah pertemuan singkat tadi, Alya menyarankan untuk tidak langsung membawa Tristan atau Gibran pulang bersama mereka hari ini. Setidaknya, Dinah dan Jafran harus menceritakan perihal ini pada keluarga mereka sendiri, dan keluarga Tristan juga tentu saja.Tepat pukul tujuh malam, Dinah dan kakaknya pulang. Setelah mengucap salam Dinah dan Jafran memilih untuk membersihkan tubuh mereka dan makan malam terlebih dahulu. Ada rasa gugup saat Dinah memilih kata tepat yang akan ia katakan pada orang tuanya nanti. Dinah takut ayah dan ibunya tak percaya, tapi sepertinya Dinah lupa. Jafran akan membela tanpa diminta, karena abangnya itu tahu pasti apa yang mereka alami hari ini.Saat ini mereka tengah bersantai di ruang keluarga. Ayah dan bunda terlihat asik menonton, sedangkan Dinah dan Jafran saling melempar kode masing-masing. Melihat jam dinding yang baru memasuki jam delapan malam. Sepertinya belum terlalu malam jika mereka harus mengundang
Hari ini ada yang berbeda, Dinah dan teman-temannya tengah mengantar seseorang di bandara. Salah satu di antara mereka akan melanjutkan pendidikannya di luar negeri. Orang itu tak lain ialah Yuna, mengingat di antara mereka Yuna merupakan murid yang paling menonjol dalam hal akademik. Selain itu, orang tua Yuna sudah merancang pendidikannya sedemikian rupa.Tersiar kabar sewaktu mereka masih SMA. Bahwasannya Yuna akan menjalankan perusahaan keluarga. Yuna terhitung sebagai salah satu siswi dengan kondisi ekonomi yang sangat bagus. Ayahnya sebagai pendiri perusahaan yang bergerak di bidang lokomotif. Sedangkan ibunya merupakan perancang busana terkenal. Bahkan beberapa karya ibunya telah digunakan oleh aktor dan aktris hollywood.Namun, Yuna hanya anak tunggal. Ia seringkali merasa kesepian. Terlebih, baik ibu dan ayahnya sama-sama sibuk dengan urusan bisnis masing-masing. Parahnya, orang tua Yuna seolah memberikan beban berupa tuntutan nil
Arsyana memeluk Dinah dengan sabar, sedangkan tangannya sibuk mengusap lembut punggung mungil milik sahabatnya itu. Entah apa yang terjadi pada Dinah, sampai gadis itu menangis sesenggukkan dan sekacau ini. Dinah tak pernah terlihat semenyedihkan ini sebelumnya. Itu jika berkaitan tentang cinta, bahkan ketika putus dari Arga pun. Kondisi Dinah dikatakan jauh dari ini.Perlahan Dinah melerai pelukannya pada Arsyana, menghapus jejak air mata pada wajahnya. Lalu mengatur napasnya yang memburu sejak tadi. Dinah semakin pusing, dan suhu tubuhnya juga masih sama. Rasanya emosi dan kecewa membaur dan menyatu dalam dada Dinah menjadi amarah."Din, ada apa? Kenapa lo nangis kejer kayak gini? Si Arga nyakitin lo, iya?" tanya Syana membuka obrolan. Biar bagaimanapun, mereka harus saling membagi cerita agar masalah lekas selesai.Dinah menggeleng pelan, kemudian gadis itu pun menceritakan semuanya tanpa mengurangi, atau melebihkan fak
Tristan kembali terlihat dingin setelah ia tak lagi menjalin komunikasi dengan Dinah beberapa minggu belakangan ini. Bahkan beberapa teman dan rekan kerjanya, merasa aneh atas sikap Tristan yang kembali seperti dulu. Jika dulu pria itu masih bisa diajak bercanda, sekarang diajak bicara pun jarang direspon kalau tidak terlalu penting.Tidak ada yang tahu. Meskipun pria itu memang sudah putus dari Dinah, tapi ia tak langsung menjalin hubungan dengan Nara. Entah apa alasan Tristan melakukan hal itu. Namun tentu saja membuat Nara kebingungan setengah mati.Kendati demikian, Tristan malah bingung untuk memberitahukan perihal ini pada keluarganya. Bukan karena ia takut. Namun, karena hatinya sendiri masih bimbang. Ia ingin benar-benar memastikan, bahwa hatinya akan memilih siapa nanti. Boleh saja Dinah menganggap hubungan mereka selesai, tapi bagi Tristan hal seperti itu tidak berlaku. Hubungan yang terjalin di antara mereka, disetujui ole
Suara derap langkah kaki berkejaran dari arah gerbang bangunan kosong tersebut, dua orang pria tinggi tegap memasuki kawasan gedung dengan tampang cemas pada wajah masing-masing. Napas memburu diatur untuk kesekian kalinya, tapi tetap saja di setiap tarikannya terasa begitu berat. Ini bukan perihal oksigen yang tak tersalurkan ke paru-paru. Namun, ini tentang seberapa khawatirnya mereka saat ini.Tristan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru bangunan. Tak ada penerangan yang memadai dari dalam gedung. Cahaya hanya berasal dari lampu-lampu kecil di beberapa tiang saja. Jangankan malam hari, bahkan saat siang bolong pun, sepertinya gedung ini masih akan tetap terlihat menyeramkan dan angker. Lantas, bagaimana bisa ponsel Nara terlacak di sini? Dari yang Tristan ketahui, Nara tak begitu suka dengan tempat yang pencahayaannya minim. Kecuali, gadis itu hanya berpura-pura di depannya. Entah apa alasannya.Masalah utamanya, Nara tak bisa dih
Tangan mungil itu sedikit terburu ketika menalikan sepatunya. Gadis itu bangun kesiangan karena memikirkan peristiwa semalam. Astaga, sebegitu kepikirannya Dinah hingga tak sadar malah begadang. Lagipula, gadis mana yang akan bersikap biasa saja setelah mencium pipi seorang pria dewasa? Mungkin insiden semalam bisa disebut sebagai sebuah ketidak sengajaan, tapi tetap saja. Just Dinah being Dinah. Dirinya akan selalu menjadi gadis pemikir ekstra. Kalau kata Nancy, Dinah salah satu jenis manusia yang sulit untuk bahagia. Karena mau menghabiskan separuh waktu dalam hidupnya, hanya untuk memikirkan perkataan, atau reaksi orang-orang terhadapnya. Karena Dinah dengan langkah tergesa menuruni anak tangga, gadis itu malah terkena teguran dari ayahnya yang sedang bersiap sarapan. Danar khawatir jika putrinya terluka. Seandainya laki-laki paruh baya itu tahu, apa yang kemarin Dinah rasakan. Bagaimana kiranya reaksi