Share

ITOPERA
ITOPERA
Author: StrawberryCheese

Bab 1 : Murid baru

Dunia semakin maju, teknologi semakin canggih. Generasi ke generasi manusia mulai mencoba mengembangkan ilmu pengetahuan. Hingga pada titik di mana manusia mulai melupakan adat, tradisi dan kepercayaan.

Berkembangnya teknologi baru diikuti dengan memudarnya keyakinan manusia terhadap kepercayaan nenek moyang. Apa kamu salah satu orang yang mempercayai adanya makhluk mitos? Memang, sejak dahulu sampai sekarang para ilmuan tidak bisa membuktikan bahwa makhluk legenda seperti vampire, werewolf, elf, dan yang lainnya pernah hidup atau ada di bumi, planet yang ditempati manusia sekarang.

Konon katanya, makhluk mitologi bisa hidup sampai ribuan tahun, bahkan sebagian dari mereka bisa hidup kekal sampai dunia berakhir. Dan kembali lagi, belum ada bukti ilmiah yang bisa menjelaskan mengenai hal tersebut dan menyebutnya sebagai dongeng yang dibuat oleh orang terdahulu.

Tapi bagaimana jika sebenarnya mereka benar-benar ada? Bahkan masih hidup sampai detik ini. Dan mungkin sekarang mereka hidup dan berdampingan di lingkungan kita tanpa kita sadari keberadaannya.

🔱

🔱

Luna, gadis cantik berumur 18 tahun yang kini duduk dibangku 2 SMA. Gadis yang memiliki rambut hitam sebahu, proporsi tubuh ideal, mata bulat dengan iris berwarna cokelat, hidung lancip dan memiliki senyum seperti bunga matahari. Siapapun yang melihat, akan terpikat dengan kelembutan dan kehangatan gadis itu.

Tidak ada orang yang tidak menyukainya. Seakan hidupnya sempurna dengan orang-orang yang selalu menyapanya kemanapun dia pergi. Senyum yang tidak pernah luntur mencerminkan bahwa hidup gadis itu penuh kebahagiaan.

Namun sayang, semua itu hanya cover semata. Kenyataannya, gadis itu selalu merasa hidupnya hampa, dia selalu menangis setiap malam, waktu di mana ketika orang-orang tidak akan ada yang mendengar jerit hatinya.

Penyakit jantung sekaligus ginjal yang dideritanya sejak kecil, membuat dia tidak bisa melakukan hal yang dia sukai. Dia selalu merasa iri, pada orang-orang yang hidup tanpa beban penyakit yang selalu menghantuinya. Satu bulan sekali, Luna harus melakukan cuci darah untuk menetralisir darah kotor dari tubuhnya.

Dan ajaibnya, tidak ada orang yang tahu penyakit yang diderita Luna. Termasuk Alice, sahabat dekat Luna sejak SMP.

Jangan tanyakan mengenai orang tua Luna. Ayah dan ibunya terlalu sibuk dengan dunia bisnis, sehingga mereka lupa bahwa anak semata wayangnya sedang butuh dukungan secara mental maupun fisik dari kedua orang tuanya. Ayah dan ibu Luna hanya akan pulang ketika malam natal saja. Selebihnya, mereka tinggal di luar negeri untuk urusan bisnis.

🔱

Hari ini adalah hari Rabu, hari di mana semua mata pelajaran menyebalkan menyatu. Matematika dan Fisika, keduanya adalah mata pelajaran yang paling dibenci murid-murid kebanyakan, entah apa salah dan dosa kedua mata pelajaran itu hingga dibenci dan dikutuk oleh 60% siswa.

Luna melipat kedua tangannya di atas meja, dan menjadikan lengannya sebagai bantalan. Semalam, dia sangat lelah untuk mengerjakan tugas Matematika.

Brak!

Alice yang baru saja datang, tiba-tiba menggebrak meja yang ditempati Luna. Gadis itu terperanjat dan mengelus dada karena terkejut.

"Lun! Lo udah ngerjain tugas kan? Gue belum, liat dong," ujarnya.

"Udah gue bilang jangan ngagetin gue!" sahut Luna yang membuat Alice mengerjapkan matanya dua kali.

"Y—ya maaf. Engga lagi deh, suer!" Alice mengangkat jarinya membentuk huruf V.

Luna memutar bola mata malas dan mengambil buku Matematika yang ada di dalam tas ransel merah mudanya.

"Nih." Luna menyodorkan buku itu.

Secepat kilat, buku bersampul hitam itu kini berpindah alih ke tangan Alice. Gadis itu duduk di bangku yang ada di depan Luna dan tancap gas menyalin tugas Matematika.

Luna mengambil earphone miliknya dan menyumbat telinganya dengan benda itu. Lagu klasik mengalum indah dalam gendang telinga Luna. Entahlah, dia lebih suka lagu klasik dibanding lagu-lagu pop, jazz, rock, dan yang lainnya.

"Perhatian! Perhatian! Semuanya, tolong kembali ke bangku masing-masing," sahut wanita berumur 40 tahunan yang diketahui adalah wali kelas.

Satu per satu murid duduk di bangku. Atensi mereka tertuju ke arah depan. Bukan pada guru itu, melainkan pada keempat laki-laki yang dibawa oleh guru mereka.

"Hari ini kalian akan mendapat teman baru. Mereka murid pindahan dari SMA Kolbuse."

SMA Kolbuse, sekolah yang terkenal dengan prestasi anak-anak didiknya. Mereka memiliki peraturan sekolah yang sangat ketat. Tapi hal itu menjadikan SMA Kolbuse sekolah terbaik yang mendapat predikat A+, sekolah para cendikiawan katanya.

"Baik, kalian boleh memperkenalkan diri."

Keempat anak laki-laki itu mengangguk paham.

"Hai. Nama saya Naresh. Kalian boleh panggil saya Nana. Salam kenal," ucap laki-laki pertama. Dia memiliki senyum yang lumayan manis, seperti seekor kelinci.

"Nama saya Hans. Kalian boleh panggil saya apa aja, sayang juga boleh," kata Hans yang diikuti siulan murid lain. Laki-laki itu memiliki warna kulit eksotis, namun tetap manis jika dipandang.

"Hallo, nama saya Mark. Salam kenal." Mark menundukkan kepalanya sopan. Ah, dia terlihat seperti anak laki-laki yang sangat baik.

Dan ini murid terakhir.

"Nama saya Jeno," ucap Jeno seadanya.

Sudah terlihat bukan? Bahwa laki-laki itu sangat dingin. Tapi yang menjadi point penting adalah, struktur wajah laki-laki itu yang nyaris sempurna. Hidung mancung, tatapan mata yang tajam, rahang tegas dan proporsi tubuh bak atlet olahraga.

"Silahkan kalian boleh duduk di bangku belakang," kata guru di depan.

Keempatnya melangkahkan kaki jenjang mereka menuju bangku paling belakang. Dan sialnya, kenapa harus Jeno yang duduk tepat di belakang Luna. Gadis itu seketika merasakan aura yang berbeda dari Jeno, atmosfer seakan berubah ketika laki-laki itu melewatinya.

"Baik, kalau begitu saya pamit. Selamat pagi."

"Pagi bu!"

Setelah kepergian wali kelas mereka, sebagian dari murid berdatangan ke bangku belakang. Apa lagi jika bukan berkenalan dengan keempat murid baru itu, terutama Jeno. Laki-laki dingin yang sejak saat itu menjadi idola kaum hawa.

"Jeno! boleh minta nomor W******p nya ga?"

"Kenalin, nama gue Joy."

"Gue Rebeca."

"Jeno, kalo lo butuh apa-apa jangan sungkan minta bantuan gue. Nama gue Aprilie."

Luna mulai jengah, dia menyumbat telinganya dengan earphone tadi dan menaikkan volumenya, berniat mengusir suara riuh dari beberapa siswi yang masih ingin berkenalan dengan Jeno.

Deg!

"Akh!" Luna meremat dada ketika merasa jantungnya seperti diremas.

Satu tangannya memegang ujung bangku kayu sangat kuat, berusaha menahan rasa sakit yang semakin menjalar.

Brak!

Bruk!

Luna melepas earphonenya asal, menyambar botol minum miliknya, dan menerobos kerumunan siswi. Dia berlari menuju pintu belakang.

"LUNA! LO MAU KEMANA?!" Alice berteriak memanggil.

Gadis itu tidak peduli, dia berlari menuju toilet dengan satu tangan yang terus meremat bagian dada.

Di dalam bilik toilet, gadis itu terduduk diatas closet lalu mengeluarkan plastic clip kecil dari saku seragam yang berisi beberapa pil obat berwarna putih dan hijau. Dengan tangan yang bergetar, Luna mengambil dua obat itu dan menelannya.

Luna mengatur nafas, menarik dan menghempaskannya pelan berulang kali, sampai rasa sakit itu perlahan hilang.

"Penyakit sialan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status