Share

ISTRI YANG KAU BUANG DINIKAHI SULTAN
ISTRI YANG KAU BUANG DINIKAHI SULTAN
Penulis: AirinNash

Bab 1

 

PoV Cahaya

 

"Mas, aku ikut ya undangan ke nikahan teman kantor kamu," kataku ke Mas Arman saat dia sedang duduk sambil bermain gawai. 

 

Beberapa saat aku menunggu dia berbicara. Namun, tak ada respon. Seketika ku guncang tubuh suamiku pelan. Tetapi, dia tetap serius. 

 

"Mas ... Mas ..." 

 

"Apaan sih ... Kamu ganggu aja. Aku lagi serius nih," katanya. 

 

Aku melirik suamiku yang sedang asyik memainkan gawainya. Dia sedang main game. Aku sama sekali tak mengerti apa yang dia mainkan. Namun, setiap kali main itu dia selalu marah kalau ku ganggu. 

 

"Mas, kamu selalu main handphone. Apa gak sebaiknya kamu dekat sama Ratu dan Rani. Mereka udah lima dan tiga tahun, Mas. Butuh sosok ayah," kataku kesal ke Mas Arman yang selalu saja asyik dengan gawainya. 

 

"Berisik kamu. Kerjaan kamu emang selalu ganggu kesenangan ku saja ya. Oh, tadi kamu bilang mau ikut ke kondangan temanku. Kamu bisa ngaca gak Cahaya. Wajah kamu jerawatan banyak banget. Terus itam pula. Udah gitu kamu gendut. Ngaca kamu. Aku pegawai kantoran. Malu dong kalau kamu di lihat teman-teman ku!" kata Mas Arman begitu saja. 

 

Mendengar ucapannya hatiku sakit. Tega sekali dia bilang begitu padaku. Semenjak hamil anak pertama di tambah hamil anak kedua. Wajahku jerawatan dan tubuhku jadi gendut. Entahlah kenapa ini terjadi. 

 

Semenjak Mas Arman senang bermain gawai terus terusan. Dia selalu me nge jek ku j e l e k, g e n d u t, jerawatan. Memberikan perkataan yang selalu menyakiti hatiku. 

 

"Tega sekali kamu bicara begitu, Mas. Aku istrimu. Kenapa kamu selalu bilang aku j e l e k, g e n d u t, jerawatan hanya untuk menjatuhkan mentalku." 

 

Aku menyeka air di pelupuk mata. Rasanya sakit hatiku di hina-hina sedemikian rupa oleh suami sendiri. 

 

"Aku malu punya istri kayak kamu. Kamu kusam dan d e k i l serta gak pandai merawat diri. Aku lihat istri-istri teman-temanku pada kinclong dan cantik. Kenapa mereka bisa dan kamu enggak? Jangan jadikan anak-anak sebagai alasan kamu j e l e k!" 

 

Mendengar ucapannya, aku naik darah. Tetapi aku berusaha menahannya. 

 

"Mas, kamu ingat kalau ngasi uang sama aku pas-pasan. Di samping Ibu dan keluarga kamu yang lebih kamu prioritaskan. Kemarin kamu belikan adik kamu HP baru. Sedangkan aku bolak balik minta tapi gak kamu kasih. Hp aku udah retak, merengek sama kamu tetap kamu gak berikan. Tega kamu, Mas." 

 

"Haduh, Cahaya. Sadar diri dong. Adek aku buat kuliah HP baru sedangkan kamu buat apa? Kerjaan kamu juga ongkang-ongkang kaki aja gak pantas dapat HP!" katanya begitu saja. 

 

Dia kembali bermain gawai dan tidak mempedulikan aku sementara Ratu mengajakku ke kamar. Dia mau menunjukkan gambarnya. 

 

Aku pergi saja ke Kamar bersama Ratu. Di sana juga ada anak keduaku Rani yang baru berusia 3 tahun. Aku speechless Rani menggambar dengan sangat bagus. Baru berusia 5 tahun. Namun, dia pintar menggambar. Sepertinya ini yang namanya bakat. Andai saja Mas Arman mau memberi perhatian sebentar buat anak-anakku. Pasti Ratu dan Rani sangat senang. Namun, ayahnya sibuk sendiri dengan gawai saja. 

 

Beberapa bulan semenjak kejadian itu aku sangat sakit hati dengan Mas Arman. Aku jarang mengajaknya berbicara. Aku lebih sering menghabiskan waktu dengan kedua buah hatiku. Hari itu aku melihat postingan di aplikasi biru milik Mas Arman suamiku. 

 

Dia pergi kondangan ke tempat teman kantornya nikah. Aku dan Mas Arman di akun asli gak berteman. Dulu kami berteman tetapi, aku di bloknya. Saat kutanya katanya dia malu kalau tahu aku istrinya. Lebih baik kamu gak perlu berteman di akun sosial media. 

 

Berkali-kali Mas Arman menyakiti hatiku. Membuatku sedih. Namun, aku hanya berusaha sabar sebentar saja menjadi istrinya. Sekarang aku dan dia berteman di sosial media dengan akun fake. Aku sengaja membuat akun fake untuk melihat apa saja kegiatan suamiku dan apa yang dilakukannya. 

 

Tentunya, aku membuat photo profil gadis cantik di akun pertemanan itu agar dia mau menerima permintaan pertemananku. Kulihat Mas Arman sangat bahagia bisa kumpul dengan teman-temannya saat kondangan. 

 

Dia juga berphoto dengan seorang wanita. Aku sama sekali gak mengenalnya. Namun, aku mencoba melihat lebih jauh lagi. Sepertinya wanita itu teman sekantornya. Mereka terlihat akrab. Jujur hatiku sakit melihat photo dia berdua di masukkan ke aplikasi biru. Karena photo kami sekeluarga tidak pernah ada. Tetapi, bertanya lebih lanjut hanya membuat hatiku sakit saja. Aku mencoba berpikiran positif kalau itu hanya teman kantornya saja. 

 

Belum lagi acara liburan dia bersama keluarganya tanpa melibatkan aku. Mataku berkaca-kaca melihatnya. Sakit dan pedih tak terkira. Mereka bermain di pantai sekeluarga. Arum dan Ria kedua adiknya ikut. Arum juga membawa anak dan suaminya sedangkan aku tidak dilibatkan sama sekali. 

 

Aku mengambil gawai ku yang satu lagi. Mas Arman gak tahu kalau aku punya dua gawai. Satu buat bekerja dan yang sudah retak sengaja ku pakai buat sehari-hari agar Mas Arman gak curiga. Alhamdulillah, aku semangat bekerja online untuk menambah penghasilan.

 

Sejak kejadian itu aku hanya mengadu pada Allah saja. Alhamdulillah, Allah memberi langsung rezeki padaku. Rezeki yang tak pernah terduga-duga. 

 

Malam hari terdengar suara mobil Mas Arman. Dia sudah pulang. Aku seperti biasa berada di kamar anakku. Kami selalu menghabiskan waktu bertiga. 

 

Klek ... 

 

Kami tersentak saat Mas Arman pulang. Anakku juga sudah gak peduli lagi dengan ayahnya. Mau bermain bersama atau sekedar bercerita. Dia akan lebih senang marah dari pada mendengarkan secara lembut. Kami sudah menganggap Mas Arman gak ada lagi. 

 

"Cahaya, ada yang mau aku bilang sama kamu," katanya datar masuk ke kamar. 

 

"Ada apa, Mas?" tanyaku. 

 

"Keluar sebentar, aku gak mau anak-anak dengar!" katanya. 

 

Aku setengah hati keluar saja menuruti keinginan Mas Arman dia mengajakku ke dapur dan duduk di kursi makan. Beberapa saat dia memindai diriku menatapku dari atas ke bawah dilakukan beberapa kali. 

 

"Ada apa?" tanyaku ketus. Sudah lama kami gak berbicara. Aku hanya berbicara seperlunya saja padanya. Sepertinya dia nyaman seperti ini. Baru sekaranglah dia mau berbicara padaku setelah sekian lama aku diamkan dia. 

 

"Aku lihat kamu tetap aja sama. Masih hitam, j e l e k, g e n d u t, jerawatan." 

 

"Maksud kamu apa, Mas. Apa hanya karena ini kamu manggil aku ke sini?!" kataku kesal dengan ucapannya. 

 

"Eh, mana mungkin itu kamu," katanya lagi memindai penampilanku. 

 

"Maksud kamu apa?!" 

 

Kali ini aku sedikit berteriak agar dia berkata apa maksud dia berbicara begitu. 

 

"Heh, kamu nggak boleh ngomong kasar sama suami. Ingat ya, Cahaya udah syukur kamu masih tinggal di rumah ini dan kamu berkata kasar sama aku. Maksud aku ada perempuan berhijab bagus, cantik, putih glazed dan bersinar lebih dari sekedar glowing. Terus dia juga gak jerawatan serta langsing agak mirip kamu. Tapi katanya dia bukan kamu. Ya ialah mana mungkin itu kamu. Secara istriku j e l e k!" katanya lagi. 

 

Aku tersenyum sinis dalam hati berkata. Orang yang kamu jumpai itu memang aku, Mas. Kamu saja yang gak tahu siapa aku. Di depan kamu aku j e l e k dan buluk. Di belakang kamu aku cantik dan keren. Cuma nyumbang s p e r m a aja kamu belagu nyakitin hati aku, Mas. Akan kubuat kamu menyesal. 

 

 Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status