Share

Bos Bayangan

"Selamat pagi, Pak Dirgan," sambut Satpam di depan pintu kantor sambil membukakan pintu.

"Pagi, Pak Janu," jawab Dirgan sambil memasuki pintu.

Irkhas yang kagum karena sang Direktur Utama bisa menghapal nama seorang satpam di kantornya terus mengikuti Dirgan. Lelaki itu mengenakan setelan jas rapi seperti yang dikenakan sahabatnya. Perasaannya sedikit berdebar, karena hari itu akan menjadi salah satu hari bersejarah di dalam hidupnya.

Setelah melewati pintu kantor, Dirgam membawa Irkhas mendekati Office Lady kantornya.

"Selamat pagi, Pak Dirgan," sambut Office Lady yang berwajah oriental dan begitu anggun dengan senyumannya.

"Pagi Wulan." Dirgan berhenti tepat di depan meja office Lady kantornya, kemudian bertanya, "Semua Direktur dan Kepala Devisi sudah datang?"

"Sudah, Pak Dirgan. Semuanya sedang menunggu Bapak di Meeting Room," jawab wanita itu dengan suara yang santun.

"oke," jawab Dirgan, lalu menoleh pada Irkhas untuk memberikan bahasa isyarat agar mengikutinya.

Irkhas terus mengikuti Dirgan menelusuri ruang kantor. Seluruh karyawan di perusahaan itu tersenyum ramah menyapa Dirgan.

"Selamat pagi, Pak Dirgan."

"Pagi."

Begitu seterusnya hingga mereka memasuki ruang meeting. Semua Direktur dari berbagai devisi yang berkumpul di ruangan itu berdiri menyambut kedatangan Dirgan.

"Selamat pagi, Pak Dirgan," para Direktur dan kepala devisi menyapa satu persatu.

"Selamat pagi, semuanya," jawab Dirgan yang nampak berwibawa di ruangan itu. Dirgan mempersilahkan Irkhas untuk duduk di sebuah kursi yang paling utama. 

Irkhas menarik kursi itu, lalu duduk. Sementara Dirgan melanjutkan langkah menuju kursi yang paling dekat dari boarding room. Setelah duduk di kursi itu, Dirgan mempersilahkan salah seorang Sekretaris Perusahaan sekaligus satu-satunya wanita di ruangan itu, "Buk Dinda, silahkan jadi pi-ai-si (PIC)."

"Baik, Pak," jawab wanita berparas cantik itu.

Dinda kemudian berdiri, lalu memulai diskusi.

"Selamat siang, Bapak-Bapak Dewan Direksi," kata Dinda sambil memandangi semua peserta pertemuan. "Hari ini adalah hari yang istimewa di perusahaan ini," kata Dinda, kemudian menatap Irkhas yang tengah dibisiki sesuatu oleh salah satu Direktur yang duduk di sebelahnya, "Karena kita kedatangan seseorang yang istimewa. Yaitu, penerus dari Ibuk Mila Andarsono."

Mendengar itu, semua direktur mengalihkan perhatiannya pada Irkhas.

Namun, secara tidak terduga Irkhas mengangkat tangan dan melakukan interupsi, "Interupsi."

"Silahkan, Pak Irkhas." Dinda mempersilahkan.

"Saya bukan penerus Buk Mila di sini, saya hanya perwakilan dari calon CEO di perusahaan ini."

Pernyataan Irkhas membuat Dirgan begitu terkejut, ia tidak dapat menebak pikiran sahabatnya itu, motivasi apa yang membuat Irkhas menolak untuk diumumkan sebagai calon CEO di perusahaan itu. Karena tidak nyaman dengan rasa penasarannya, Dirgan kemudian bangkit dari duduknya, lalu melangkah mendekati Irkhas.

Seisi ruangan menatap mereka dengan ekspresi wajah yang bingung, beberapa di antaranya saling berbisik untuk bertanya pada rekan-rekan di sampingnya. Sementara Irkhas dibisiki oleh Dirgan, lalu Dirgan manggut-manggut setelah Irkhas juga memberi bisikan.

"Kita harus lebih tegas," pesan Irkhas sebelum Dirgan kembali mengambil posisinya.

Dinda yang melihat Dirgan mendekatinya bertanya dengan bahasa isyarat, lalu Dirgan membisiki sesuatu yang membuat pupil mata wanita cantik itu nampak membulat.

Begitu Dirgan telah duduk di kursi, Dinda kembali bicara. 

"Baik, Pak Dirgan," kata Dinda sebelum kembali mengalihkan perhatian ke forum. "Parking Lood ... dan pembahasan kita dialihkan ke problem yang cukup urgent." Dinda menoleh pada Dirgan, kemudian mempersilahkan, "Silahkan, Pak Dirgan."

"Baik," jawab Dirgan, kemudian memandangi salah satu Direktur di forum itu dan bertanya, "Apa benar perusahaan kita mengalami defisit keuangan yang cukup besar, Pak Adi?"

"Benar, pak," jawab Pak Adi yang menjabat sebagai Direktur Keuangan.

"Kita sudah mengalami tiga kali defisit di dua proyek secara berturut-turut," ucap Dirgan dengan nada yang lebih lantang. "Kalau ini terus berlanjut, perusahaan kita bisa Collapse!"

Sejenak ruangan terasa hening, hingga Dirgan menatap dan memanggil Pak Hendri, "Pak Hendri."

"Iya, Pak Dirgan," jawab Pak Hendri dengan suara bergetar karena takut.

"Posisi anda sebagai Direktur dari devisi SPI dan Manajemen Resiko sedang ditangguhkan, kenapa kita bisa mengalami kerugian besar di proyek ini?"

-o0o-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status