Share

Di Depan Florizo

Di sebuah Kafe yang bernuansa minimalis dan sepi, seorang pemuda berusia 27 tahun yang bekerja sebagai barista di kafe itu nampak murung memandangi setumpuk uang yang dipegangnya. 

"Kenapa Tot?" tanya gadis yang pernah menolong Irkhas di hadapan pemuda itu. Gadis itu bernama Ana.

"Adikku yang baru lulus SMA mau kuliah, tapi sepertinya gaji ini masih belum cukup buat biaya pendaftaran kampus. Bingung mau pinjam uang ke siapa" jawab barista Kafe itu, ia bernama Gatot.

Ana yang nampak bersimpati pada Gatot bertanya, "Emang biaya pendaftarannya berapa?"

Dengan berat hati Gatot menjawab, "Dua koma lapan kayaknya."

Ana tersenyum, kemudian berkata sambil menepuk pundak gatot, "Ya sudah, nanti aku coba carikan pinjaman ke temanku."

Gatot yang sumringah ingin memegang pipi Ana yang mulus, namun sebelum jari-jarinya tiba di kulit gadis itu, Ana telah lebih dulu menepisnya sambil berkata, "Eh, jangan pegang-pegang."

Gatot cengar-cengir lalu berkata, "Sorry ... refleks."

Ana bersungut, "Kebiasaan deh."

Tiba-tiba seseorang pemuda berusia awal dua puluhan tahun membuka pintu kedai dan membuat Gatot dan Ana menoleh. Penampilan pemuda itu nampak acak-acakan. Kantung matanya hitam, rambutnya yang gondrong sebahu seperti tak pernah menyentuh sisir, dan wajahnya begitu kusam.

Sambil memperhatikan penampilan pemuda itu, Ana berkata, "Ini lagi, malam-malam keluyuran, pulangnya palingan cuma buat minta uang."

Pemuda itu mengabaikan Ana dan terus melangkah melewati bar menuju pintu, pemuda yang berantakan itu kemudian masuk ke dalam rumahnya yang terhubung dengan kedai.

"Aku tidak percaya kalau Genta adik kandung kamu An," ucap Gatot sambil menatap pintu rumah Ana.

"Aku saja yang kakak kandungnya tidak percaya, apalagi kamu," ucap Ana yang juga masih menatap pintu.

Gatot terkekeh mendengar ucapan Ana, dan berhenti ketika Ana menatapnya dengan serius. Mimik wajah Gatot tiba-tiba berubah, ia nampak takut karena merasa telah menyinggung Ana.

Tetapi Ana tiba-tiba berbisik, "Satu ... dua ... ti—"

Belum sempat Ana menyelesaikan hitungannya, sudah terdengar suara ocehan dari dalam rumahnya.

"Kamu pikir bapak kamu ATM?" teriak pria paruh baya dari dalam rumahnya.

Pria itu bernama Narto, ia adalah ayah dari Ana dan Genta.

Sementara Genta yang mengenakan kaus oblong keluar dari dalam rumah dengan tergesa-gesa, lalu disusul Narto yang melemparnya dengan sweater.

Genta menangkap sweater itu, kemudian bergegas pergi.

Narto yang baru tiba di hadapan Ana terus mengoceh, "Keadaan lagi sulit begini malah cuma bisa minta uang."

Ana dan Gatot tersenyum melihat Narto yang begitu kesal karena ulah dari putra satu-satunya.

Narto yang masih memandang pintu kafe berkata, "Apa yang bisa Ayah harapkan dengan anak model begitu." Narto menarik napas kasar, lalu menghamburkannya, kemudian mengalihkan pandangannya pada Ana dan berkata, "Seandainya Ayah tidak menguliahkan dia, pasti sekarang kamu sudah Sarjana dan bekerja di perusahaan besar."

Ana berdiri sambil berkata, "Ayah jangan bicara begitu." Ana menuntun ayahnya duduk di kursi, kemudian melanjutkan ucapannya, "Banyak kok teman Ana yang Sarjana, tapi masih belum punya pekerjaan sampai sekarang. Justru Ana beruntung bisa bantu Ayah mengurus Kafe ini." Sementara Narto terus memperhatikannya, Ana terus bicara, "Pokoknya ... Ana harus bisa membesarkan nama kafe kita, 'Kafe Florizo' harus punya banyak cabang sampai di luar negeri."

Mata Narto melembab, ia terharu mendengar ucapan putri semata wayangnya itu.

Melihat Ayahnya hampir menangis, Ana berkata, "Ayah kan Super Hero-nya Ana, masa super hero nangis?"

Narto tersenyum lalu segera mengusap matanya.

Di tengah keharuan itu, seorang wanita kantoran membuka pintu kedai dan membuat ketiga orang itu menoleh. Wanita itu melangkah memasuki kafe, lalu memesan setelah tiba di bar kafe, "Arabica with palm sugar satu."

"Oke," jawab Ana, lalu menoleh pada Gatot dan bicara, "Buruan Tot, pelanggan kita harus diperlakukan seperti ratu."

Dengan hati-hati Gatot menjawab, "Arabica-nya kosong."

"Kok bisa?" tanya Ana yang sedikit terkejut. "Bukannya kemarin aku sudah meminta kamu memesan? Harusnya stock sudah ada dari tadi pagi dong."

"Yang lain ada, tapi Parman bilang, Arabica-nya lagi kosong," jawab Gatot.

Ana bersungut, "Ini sih akalnya doang si Parman, supaya aku datang ke sana."

"Memang dia, enggak bisa lihat cewek cantik," ujar Gatot.

Ana kemudian segera berpamitan pada Ayahnya, lalu mengambil kunci dan helm di lemari kafe, kemudian keluar dari kafe.

Ana menyalakan skuter berwarna merah muda yang selalu setia mendampinginya, kemudian melajukan skuter itu untuk meninggalkan kafe.

Sementara di seberang jalan, Irkhas yang berada di dalam mobil yang dikemudikan Dirgan terkejut melihat Ana. Pemuda itu menepuk-nepuk pundak Dirgan sambil memandangi punggung Ana yang semakin jauh, "Gan, apa kita bisa mengejar gadis itu?"

Dirgan yang tengah mengemudikan mobil dan nampak keberatan, menolak permintaan Irkhas, "Duh, jangan bucin sekarang deh. Ini moment penting, kamu akan diumumkan sebagai CEO di perusahaan kita hari ini."

Irkhas hanya bisa pasrah melihat gadis yang belakangan selalu membebani pikirannya hilang begitu saja dari jangkauan matanya.

"Iya, aku akan diumumkan menjadi seorang CEO hari ini."

-o0o-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status