Share

I'm The Richest
I'm The Richest
Penulis: Johan Gara

Luka di atas luka

"Apa Ayah tidak salah memilih Angga sebagai Direktur di Perusahaan keluarga kita?"

Itulah kalimat pertama yang dikeluarkan seorang pemuda berusia 27 tahun begitu tiba di hadapan sang ayah setelah menghabiskan waktu selama 14 Jam di dalam pesawat.

Semenjak kehilangan ibu, dan ayahnya yang tak lain ialah Artami Hadinata menikahi seorang janda bernama Murti, Irkhas tak begitu akur dengan sang ayah. Hubungan Irkhas dengan Arta seolah-olah hanya terikat oleh darah dan status, sementara dalam kehidupan nyata, tak sekalipun mereka pernah saling memedulikan. Arta lebih sibuk membimbing Angga yang berstatus sebagai anak tiri ketimbang mengurus Irkhas yang berstatus sebagai putra kandung, sementara Irkhas lebih sibuk mengurus beberapa proyek kerja di luar negeri ketimbang memperbaiki hubungan dengan Arta.

Arta yang tengah menyantap makanan meletakkan sendok dan garpu di atas piring, kemudian berdiri untuk melangkah mendekati Irkhas dan menjawab, "Itu adalah keputusan yang paling tepat."

Kata-kata itu membuat Irkhas merasa seperti tidak lagi dianggap anak oleh ayahnya sendiri.

Murti yang selalu berpura-pura manis di hadapan Arta ikut berdiri sambil bicara dengan lembut, "Sayang, anak kita kan baru tiba, mari kita ajak makan dulu sebelum berbincang." Arta menoleh pada Irkhas dan bicara, "Sayang, mari makan dulu."

Arta yang tak memedulikan kata-kata istrinya melanjutkan ucapannya di hadapan Irkhas, "Selama ini, Angga yang telah berjuang membantu mengurus perusahaan di sini."

"Itu karena Ayah hanya memercayakan segalanya kepada putra semata wayang Ayah itu!" kata Irkhas seraya menunjuk wajah Angga di meja makan.

Sebuah tamparan keras dari Arta mendarat ke pipi Irkhas, rupanya pria yang berusia kepala lima itu sangat tersinggung dengan ucapan putra kandung satu-satunya.

Sejenak Irkhas tertegun, lidahnya kaku, matanya memerah, dan hatinya hancur oleh ayahnya sendiri. Namun, tiba-tiba bibirnya melengkung, ia tersenyum menatap sang ayah yang berdiri di hadapannya.

"Ayah akan kecewa." Hanya tiga kata, hanya tiga kata itu yang Irkhas tinggalkan pada Arta sebelum berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Murti segera mendekati Arta. Wanita itu menyentuh kedua pundak suaminya, lalu berkata, "Kamu tidak salah." Murti melanjutkan kata-katanya sambil mengelus salah satu pundak Arta, "Dia hanya belum sepenuhnya dewasa, jadi dia tidak juga sepenuhnya salah."

"Tidak," Arta langsung menyela ucapan istrinya, "Ini sudah keterlaluan, dia tidak menghormatiku sebagai ayahnya. Aku harus tegas mulai sekarang."

Arta kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. Sementara Murti melirik putranya di meja makan, dan Angga nampak puas telah menyaksian perseteruan antara ayah dan anak di rumah itu.

-o0o-

"Bukankah Angga yang telah menghamili Nina dan kabur dari tanggung jawabnya, sehingga Nina frustasi dan bunuh diri di depan mata kepalamu sendiri?" pertanyaan itu terus terngiang di telinga Irkhas, ketika ia tengah duduk di dalam taksi.

Pertanyaan itu juga yang membuatnya tidak bisa menerima keputusan ayahnya. Baginya, keputusan ayahnya seperti petir yang meledak di dalam dada. Bagaimana bisa lelaki yang telah merusak kehidupan gadis yang sangat ia cintai diangkat sebagai Direktur di Perusahaan keluarganya sendiri?

Setelah 3 tahun yang lalu Angga menghancurkan hatinya menjadi potongan-potongan kecil dan memasukkannya ke dalam kobaran api, kini ayah kandungnya sendiri akan memberikan singgasana perusahaan keluarganya kepada pria itu. Hal itulah yang telah membuatnya melesat dari Berlin ke Jakarta tanpa perlu pertimbangan apa pun. Namun sayang, ia harus disambut dengan goresan luka oleh ayahnya sendiri setelah terpisah selama lebih dari 2 tahun.

"Mau kemana, Mas?" suara sopir taksi menyadarkan Irkhas dari lamunan.

Dari kejauhan, secara tidak sengaja Irkhas melihat mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) di tepi jalan.

"Mampir di ATM itu dulu, Pak," pinta Irkhas pada sopir.

"Iya, Mas," kata sopir taksi itu, kemudian menepikan mobilnya ke tepi jalan tepat di depan Mesin ATM.

Begitu taksi telah berhenti, Irkhas membuka pintu, lalu keluar dari dalam taksi. Sementara seorang gadis yang berusia sekitar 25 tahun baru saja tiba dengan mengendarai skuter. Setelah memarkirkan skuternya, gadis itu melepaskan helm sambil memperhatikan Irkhas yang memasuki ATM. Gadis itu terus memperhatikan Irkhas sambil melangkah mendekati pintu ATM.

Di dalam ATM, Irkhas nampak kebingungan. Ia mengeluarkan beberapa kartu ATM dari dalam dompetnya, namun wajahnya selalu saja kecewa setiap kali telah memasukkan sandi di beberapa kartunya. Nampaknya, semua kartu yang dibawanya telah diblokir.

Karena frustasi, Irkhas menggebrak tepian mesin ATM, "Aaahhh!!"

Dengan langkah yang berat, Irkhas keluar dari ATM. Ia benar-benar merasa kalut malam ini. Pemuda itu  terus melangkah tanpa memperhatikan gadis yang terus memperhatikannya di samping pintu. Begitu Irkhas keluar, gadis itu langsung memasuki ATM.

Setelah tiba di depan taksi, Irkhas tidak memasuki taksi, melainkan bicara pada sopir taksi dengan raut wajah yang menyedihkan, "Pak, apa saya bisa bayar pakai jam saya?" Sambil melepas arloji di tangannya, Irkhas berkata, "Ini Rollex edisi terbatas, saya beli seharga 30 juta di Jerman."

Ekspresi sopir taksi itu pun seketika berubah. 

-o0o-

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status