Share

Si Cupu Gilang

"Pa, Ma. Om dan Tante. Sebenarnya aku punya usul, supaya hari pernikahan kita dipercepat."

Semua mata seketika itu juga langsung tertuju ke arah Gilang. Tak terkecuali Arella yang langsung mendelik kaget ketika mendengar ucapan pria di sebelahnya.

Semua yang ada di sana tentu saja merasa senang dengan ide yang Gilang katakan. Minus Arella tentunya yang merasa sangat keberatan.

"Wah, apa yang bikin kamu langsung berubah pikiran gitu, Gi?"

"Bener. Kita nggak nyangka kalau kamu bakal langsung setuju ama perjodohan ini."

"Gimana nih Bu Mahesa. Kita harus cepet-cepet pilih tanggal baik nih."

"Hahahaha. Iya, Bu... Biar kita cepet-cepet jadi besan."

Gilang melirik ke arah perempuan di sebelahnya. Ia tau betul jika Arella sedang berusaha untuk memotong obrolan para orang tua. Tapi entah kenapa, dia malah bengong dengan mulut yang agak terbuka.

*

"Ini nggak bener, Pa! Ma! Aku nggak mau nikah sama Gilang!"

"Kok kamu baru bilang sekarang sih? Kan tadi sore kita semua udah sepakat."

"Sepakat gimana? Daritadi Papa sama Mama nggak mau dengerin pendapatku!"

"Arella. Kenapa sih kamu nggak mau nikah sama Gilang? Dia keliatan baik dan dewasa lho. Ya— memang dia agak pendiam sih."

"Mama masih nanya kenapa?" Arella membeo. "Mama nggak liat gimana penampilan dia? Gilang tuh kuno banget Ma. Udik, kampungan, keliatan culun!"

"Penampilan kan bisa diubah, Rel. Kalau cuma gitu aja yang kamu permasalahkan, Papa pikir itu hal yang sepeleh," sahut Papanya santai.

"Papa! Ini juga bukan soal penampilan aja, tapi— tapi Arel udah punya pacar Pa. Masa Arel harus putus cuma gara-gara perjodohan nggak penting ini?"

"Pacar? Siapa orangnya? Anak mana?" tukas sang Papa dengan entengnya. Dia tidak terlalu serius menanggapi ucapan Arella karena tau anaknya ini cuma alasan saja.

"Di— dia..."

Melihat putrinya yang justru hanya diam saja, membuat kedua pasangan suami istri ini hanya bisa memutar kedua bola matanya.

"Udah deh, Arella. Terima aja perjodohan ini! Kami sebagai orang tua juga sangat yakin kalau ini yang terbaik buat kamu." Sang Mama mendekati Arella lalu menyentuh pundaknya dengan lembut.

"Itu kan menurut kalian. Gimana kalau enggak buatku?" cicit Arella. Dia masih bersikeras untuk membujuk kedua orang tuanya.

"Percaya deh sama kita," balas Sang Mama lembut.

"Apa jaminananya?"

Terdengar helaan nafas panjang yang keluar dari bibir sang papa. "Kalau sampai Gilang nyakitin kamu atau bikin kamu nggak nyaman, biar bapak yang maju buat ngelindungin kamu."

Arella masih dian saja. Meski bapaknya berkata seperti itu, tapi baginya hal tersebut belumlah cukup.

"Gimana kalau seandainya aku dan Gilang belum juga saling mencintai setelah menikah? Apa kita bisa cerai?"

Pertanyaan Arella itu sukses membuat kedua orang tuanya saling melempar tatapan terkejut. Siapa sangka anaknya malah berpikir mengenai perceraian.

"Papa yakin itu nggak mungkin. Tapi— Kalau emang menurut kamu itu bisa bikin kamu menerima pernikahan ini, Papa sih nggak masalah. Ya kan, Ma?"

Kedua bola mata Arella bergulir ke arah sang Mama. Penasaran dengan jawaban wanita paruh baya itu.

"Pendapat Mama sih, nggak jauh beda sama yang Papa kamu bilang. Tapi alangkah baiknya kamu membicarakan masalah ini dengan Gilang. Yah, biar sama-sama enak aja nantinya. Gimana?"

Arella diam sejenak. Itu artinya ia hanya tinggal membujuk Gilang untuk melakukan pernikahan kontrak dengannya.

'Kayaknya, itu bukan hal yang sulit. Apalagi cowok cupu kayak Gilang kan biasanya lebih banyak nurut,' gumam Arella dalam hati.

"Oke Ma. Aku setuju," ucap gadis berambut panjang itu sambil menjabat tangan sang Mama. "Aku bakal chat si Gilang, supaya kita bisa ketemu dan ngobrolin masalah ini."

Sang Mama hanya menganggukkan kepalanya. Begitu pula dengan Papanya. Mereka berdua sepertinya sudah setuju dengan apa yang akan dilakukan oleh Arella.

Yang penting bagi mereka berdua adalah, anaknya mau menerima pernikahan ini. Sebab mereka percaya jika Arella maupun Gilang akan bisa saling mencintai satu sama lain, seiring berjalannya waktu.

***

"Maaf, aku telat."

Arella memicingk kelopak matanya saat melihat kehadiran Gilang di depan matanya. Baru melibatkan muka pemuda itu, Arella sudah dibuat ilfil oleh penampilan Gilang.

Kacamata minus super tebal. Kemeja kotak-kotak lengan panjang yang norak. Dan celana jeans kedodoran.

Ck— nih cowok beneran anak orang kaya nggak sih? Kenapa model bajunya gitu-gitu aja tiap ketemu?

"Kamu udah lama nunggunya?" tanya Gilang sambil meletakkan tas selempangnya ke atas meja. Ia menatap Arella dari balik lensa kacamata dengan raut sedikit sungkan.

"Enggak. Gue baru nyampek kok," balas Arella ketus.

"Jadi, apa yang mau kamu omongin, Rel? Kok kayaknya penting banget."

Arella meneganggakan punggungnya. Ia melipat kedua tangannya di meja sebelum berkata, "Gue mau nikah sama lo."

Ucapan gadis berambut hitam sepunggung itu tentu saja membuat Gilang terperangah. Gadis yang beberapa hari yang lalu mati-matian menolak perjodohan tersebut, kini mendadak berubah pikiran.

"Kenapa kamu cepet banget berubah pikiran?"

"Ya mau gimana lagi, gue nggak bisa nolak kemauan nyokap ama bokap gue," jawab Arella lagi.

Gilang mengulum senyum. Meskipun gadis itu menerima perjodohan ini dengan terpaksa, tapi dia merasa puas dan sekaligus lega. Karena akhirnya, gadis cantik di hadapannya ini, akan menjadi istrinya.

"Ngapain lo cengengesan?" tanya Arella. Ia semakin ilfil melihat si cupu senyam-senyum sendiri.

"Enggak kok," balas Gilang sambil menggelengkan kepalanya. Ia sempat beberapa kali melemoar pandangan ke arah lain, ketika Arella melihat ke arahnya.

"Lo pasti seneng banget karena bisa nikah sama cewek secantik gue."

"Lo juga bakalan bangga kok punya suami sepertiku."

"Gila aja lo! Apa yang harus gue banggain punya pasangan cupu macem lo."

Gilang kembali membenarkan letak kacamatanya. Cowok berambut klimis itu kemudian berkata, "Ya itu kan sekarang? Siapa tau nanti lo bakal berubah pikiran."

Arella menggebrak meja di depannya. "Sampai kapanpun, lo jangan pernah mimpi bisa dapetin cinta gue. Gue nggak bakalan cinta sama lo."

"Iya-iya. Aku paham kok. Tapi saran aja, kamu jangan terlalu percaya diri. Soalnya, masih ada Tuhan yang bisa membolak-balikkan hati manusia." Gilang menatap gadis di depannya dengan ekpresi santai yang menyebalkan. "Ya emang sekarang kamh nggak suka ama aku, tapi nggak ada yang tau kan lima menit lagi bakal gimana?"

"Sssssh... Diem lo bawel! Omongan lo nggak mutu tau nggak! Kebanyakan halunya!" balas Arella sambil menggaruk kepalanya. Muak sekali mendengar celotehan Gilang yang semakin mengada-ada.

"Daripada lo ngomong terus, mending lo baca ini aja!"

Gilang memperhatikan Arella yang sedang mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya.

"Ini apa?" tanya Gilang sambil menerima kertas warna putih yang dilipat sedemikian rupa.

"Itu surat perjanjian pranikah kita," jawab Arella to the point.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status