Share

Bab 2 : Direbut

Aku berjalan lesu ke kelasku. Mataku bengkak karena menangis semalaman. Bahkan rasanya susah untuk aku buka saking bengkaknya. Aku sudah mengompresnya tadi pagi dan sepertinya bengkaknya hanya berkurang sedikit saja.

Banyak yang menatapku dan bertanya aku kenapa, tapi aku hanya membalas mereka dengan senyum tipis. Aku tidak mau mengatakan pada mereka hal yang menimpa ayah, mereka pastinya hanya akan mengasihaniku nantinya, atau bahkan berpura-pura mengasihaniku. 

Aku tau, banyak dari mereka yang mendekatiku untuk memanfaatkan kebaikanku. Ya, aku di sekolah diberi julukan 'Good Girl'. Gadis yang sangat baik dan selalu memaafkan kesalahan orang-orang.

Aku tidak bodoh untuk tidak sadar kalau Rena mendekatiku untuk memoroti uangku atau Feli yang mendekatiku agar bisa selalu mendapatkan contekan tugas atau ulangan dariku. Aku hanya membiarkan mereka saja. Karena aku tau, di dunia sekarang ini, hanya segelintir orang yang tulus berteman. Dan untuk bertahan di dunia yang kejam ini, orang harus pintar-pintar memanfaatkan orang di sekitarnya.

Aku tidak akan munafik dengan mengatakan aku tidak memanfaatkan mereka yang ada di dekatku. Aku memanfaatkan mereka agar bisa memiliki banyak teman. Ya, hidup memang keras.

"Luraa~" sapa Ceysa yang tiba-tiba sudah ada di sampingku karena mungkin aku yang terlalu banyak menghayal.

Aku tersenyum manis seperti biasanya, "Hai, Ceysa."

"Loh? Mata lo kenapa?" tanya Ceysa terkejut melihat mataku yang bengkak. Ia berhenti berjalan, "Lo lagi ada masalah, ya? Cerita sama gue."

Aku menggeleng pelan, "Nggak kok. Gue nggak papa."

"Nggak papa apanya? Mata lo sampai bengkak gitu." Ceysa menunjuk kedua mataku yang bengkak.

Aku tersenyum lembut dan menepis tangannya pelan, "Gue nggak papa. Kita ke kelas." 

Karena tidak mau terus ditanya-tanya Ceysa, aku memilih meninggalkannya dan berjalan lebih dulu. Bukannya aku tidak menghargai Ceysa sebagai sahabatku, tapi aku tidak mau menyebar masalahku. Toh, dia belum tentu bisa menolongku.

Mereka yang memutuskan mendengar masalah seseorang pada akhirnya hanya akan mengatakan, "tenang saja, semua akan baik-baik saja." Dan aku mulai muak dengan kalimat itu. Orang-orang yang seperti itu, kadang tidak sepenuhnya peduli. Mereka hanya ingin tau saja.

Aku lama-lama merasa risih dengan tatapan orang-orang yang beragam kepadaku. Rasanya aku ingin menusuk mata orang-orang yang menatapku dengan sinis.

Di sekolah ini, memang banyak yang berteman denganku, tapi banyak juga yang membenciku. Namun, aku selalu berusaha tidak mengurusi mereka yang membenciku.

Tapi hari ini, rasanya aku tidak tahan dengan tatapan mereka yang sinis dan tajam. Untunglah tatapan mereka tidak akan bisa melukaiku secara fisik.

Mencoba terus tidak peduli dengan sekitar, aku masuk ke kelas yang sudah cukup banyak orang di dalam. Lagi dan lagi, mereka yang tidak tulus denganku berpura-pura menanyakan keadaanku. Dan seperti biasa, aku menanggapi mereka dengan gelengan singkat dan senyum tipis, lalu  berjalan ke kursiku di samping jendela.

"Allura, lo kenapa?" tanya Feli, Rena dan lainnya yang berdiri di samping mejaku.

Aku menutup mata sejenak dan menghembuskan napas lelah. Aku menatap mereka dengan senyumku biasanya, "Gue nggak papa kok. Kalian nggak perlu khawatir."

"Mata lo bengkak banget loh! Yakin lo nggak papa?" tanya Feli.

Berisik banget sih, gerutuku dalam hati. 

"Allura?"

"Ya? Gue nggak papa kok, serius. Permisi." Aku langsung berdiri dan meninggalkan kelas yang membuatku merasa muak. Aku tidak tahan berada di sana lama-lama.

Aku memilih ke toilet. Aku masuk ke bilik paling ujung toilet dan saat urusanku sudah selesai, sebuah suara membuat tanganku yang memegang gagang pintu bilik terhenti.

"Jadi lo udah resmi nih pacaran dengan Sean?"

Se-sean? Maksudnya bukan Sean Gervino kan?

Aku menajamkan pendengaranku agar bisa mendengar suara di luar bilik.

"Ya begitulah. Nggak mungkin ada yang bisa nolak pesona gue, kan? Apalagi cowok kayak si Sean Gervino itu."

Su-suara ini ...

Aku menutup mulutku tidak percaya. Tidak mungkin dia ... merebut pacarku, kan?

"Betul sih. Mana ada yang bisa nolak pesona Ceysa Aditi? HAHAHA."

Air mataku mulai menumpuk di pelupuk mata. Aku tidak percaya Ceysa akan setega ini.

Ceysa sahabat aku dari awal masuk SMA. Aku percaya yang tulus berteman denganku di sekolah ini hanya dia dan ternyata dia menusukku dari belakang.

"Kapan lo mau kasih tau dia?"

"Siapa? Lura? Nanti-nanti aja. Kan kasihan kalau matanya semakin bengkak. HAHAHA."

Terdengar suara ketawa Ceysa dan pastinya itu Feli.

Aku mengepalkan telapak tangan kananku hingga kuku-kuku jariku memutih. Selama ini aku hanya dibodohi Ceysa. Gadis itu tidak layak disebut sahabat.

Tidak tahan, aku membuka pintu bilik dan membantingnya keras.

Suara tawa Ceysa dan Feli berhenti. Mereka berdua terlihat terkejut melihat kehadiranku.

"A-Allura?" 

Dapat aku lihat dengan jelas kalau Feli tegang. Mereka pasti tidak menyangka ada orang di toilet selain mereka dan orang itu aku.

Aku melangkah mendekat dengan tatapan datar. Berhenti tepat di depan Ceysa, "Jadi lo nusuk gue dari belakang?"

Ceysa yang juga tadi kaget tiba-tiba langsung kembali tertawa. "Lura Lura, lo kok goblok banget sih?"

"Ular."

Ceysa tersenyum miring menanggapi hinaan yang aku berikan. Ia melangkah mendekat dan memainkan rambut panjangku, "Lo itu terlalu bodoh. Terlalu gampang percaya sama gue."

Aku menepis kasar tangan Ceysa, "Gue nggak nyangka ternyata lo sebusuk ini."

"Oh, Allura~ Lo marah sama gue? Kenapa lo nggak maafin gue aja? Lo nggak ingat kalau lo sering maafin kesalahan gue, kan? Bahkan saat awal SMA dan lo tertarik dengan Kak Christian terus gue rebut, lo nggak marah sama gue. Lo maafin gue. Masa lo nggak mau maafin sahabat lo ini?"

"Anjing! Nyesel gue anggap lo sahabat gue!"

"Hahaha, itu kan watak lo sebagai Allura si Good Girl. Jadi lo harusnya maafin gue lagi."

"Jangan harap gue maafin lo! Lo pikir gue akan selalu maafin lo gitu? Kelakuan lo sekarang itu udah keterlaluan. Mana ada sahabat rebut pacar sahabatnya?!"

Wajah Ceysa menjadi datar dan dingin, "Terus lo mau apa? Mau sebar kalau gue rebut Sean dari lo? Dimana-mana, gue yang akan dibela. Karena gue lebih banyak teman daripada lo! Mereka yang berteman sama lo itu semua fake!"

Aku tersenyum sinis, "Gue tau kok. Lo semua memang fake ke gue. Lo semua hanya memanfaatkan gue. Gue nggak sebodoh itu untuk nggak tau."

"Wah wah wah, Fel, lo dengar nggak? Cewek ini bilang dia tau. Ternyata dia pura-pura bodoh doang, tapi dia ketipu sama topeng gue."

Feli yang sedari tadi diam menatapku rendah seperti Ceysa. Sialan.

"Itu kebodohan gue. Tertipu sama ular kayak lo. Gue nggak akan maafin lo. Gue muak ditipu sama lo."

"Ya ya ya, terserah lo mau muak sama gue atau nggak, karena dari awal gue sebenarnya udah muak dengan sikap sok baik lo itu."

Aku mengepalkan tangan erat. Mencoba menahan diri agar tidak menampar Ceysa. Hanya akan membuang tenagaku saja jika aku menamparnya.

"Sekarang ..." Ceysa mendekatkan wajahnya ke samping telingaku dan berbisik pelan, tapi tegas, "Lo. Putusin. Sean."

Aku melotot mendengarnya. Tidak mungkin aku putus dengan Sean karena aku sangat menyayangi laki-laki itu.

Aku menggertakkan gigi. Dadaku naik turun karena amarah.

"Kenapa. Bukan. Lo. Aja. Yang. Putusin. Sean?" tanyaku yang lebih tepatnya perintah pada Ceysa.

Ceysa menatapku dan kembali tersenyum sinis, "Karena gue yang pantas sama Sean, bukan lo. Sadar diri dikit bisa nggak?"

"Sialan!"

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status