Share

1. Istri Agler

Selesai beribadah, Owai masih saja betah duduk di atas sajadah.

Kebetulan sang ibu mertua juga ada di sana.

Dipandanginya wanita tua itu yang sedang asik sendiri di saf bagian depan. 

Rasanya, Owai begitu damai karena menikmati peran menantu yang berlimpah kasih sayang bagai anak kandung.

Hanya saja, Owai belum siap menghadapi Agler.

CEO konglomerat sekaligus misterius macam pria itu....

"Owai!"

Suara ibu mertuanya di seberang meja makan, membuat fokus Owai ditarik kembali. Kini, mereka memang  hendak sarapan.

"Iya, Ibunda?" sahut Owai sembari mengalihkan tatapannya di piring ke arah orang yang memanggilnya.

"Apa kamu baik-baik saja, Putriku?" ucap Amanda lembut dan perhatian pas bertemu tatap dengan Owai.

Seperti biasanya. Perlakuan penuh kasih dan panggilan sayang khusus dari sang mama mertua. Sungguh, Owai belum mau kehilangan hal yang selama sebelas bulan ini dinikmatinya itu.

Tapi kenyataan bahwa anaknya sang ibunda sudah pulang, yang berarti kedudukan Owai sebagai menantu ibarat berada pada titik krisis. Saat awal masa pernikahan dulu, Owai tahu situasi ini pasti akan terjadi suatu hari di masa depan. Sekarang lah saat itu tiba.

"Baik kok, Ibunda," jawab Owai disertai senyum manis kepada mama mertuanya.

Cukup dalam diri Owai saja yang sedang kacau. Sikapnya harus yang terbaik pada orang-orang sekitar, apalagi kepada Amanda.

"Ayah akan pergi memancing pagi ini. Owai mau ikut?" ajak ayah mertua yang sudah duduk di sebelah Amanda.

Mendengar itu, Owai sontak kembali bersemangat, Dia mengangguk antusias merespon ajakan sang papa mertua. 

Melihat anggukan Owai, Abdus pun lanjut bicara dengan lebih semangat. "Oh, iya. Agler nanti ikut pergi juga."

Deg!

Owai hampir tersedak. Tiba-tiba menyesal dalam hati mengiyakan ajakan sang papa mertua.

Dia hendak meralat, tapi Amanda tampak begitu senang, "Kalau begitu, aku perlu ubah agendaku pagi ini. Kita akan bersenang-senang berempat." 

Melihat kebahagiaan yang terpancar dari keduanya, Owai menjadi tidak tega. Dia tidak lanjut mencari cara untuk beralasan batal ikut. Tentu itu berhubungan dengan kehadiran Agler di tengah-tengah mereka.

Refleks dua mata Owai melirik ke samping. Dimana kursi dari meja makan berisi empat yang biasanya kosong, kini ditempati.

Di sana, Agler yang tampak tidak terusik sedang menghabiskan bubur ayam yang merupakan menu sarapan permintaannya dalam rangka kepulangan. 

Untuk pertama kali, Owai benar-benar merasakan statusnya sebagai seorang istri.

Bukan lagi istri rasa lajang seperti yang sudah-sudah.

Selang sedetik kemudian, sorot mata Owai disambut tatapan tajam Agler ketika keduanya bertemu pandang. 

'Astagfirullah. Ini anak kayaknya arogan, jauh beda sama orang tuanya yang ramah,' keluh Owai dalam hati sambil membalas Agler dengan melotot lalu kembali fokus pada sarapannya sendiri. 

Hanya saja, dia tak berani mengatakan apapun....

Jadi di sinilah Owai dan Agler sekarang--di mobil berduaan.

Yang sebelumnya Owai kira ajakan memancing dari sang ayahanda akan dilakukan seperti biasa, yaitu di kolam ikan yang berada di halaman belakang rumah.

Ternyata bukan begitu!

Kedua mertuanya bahkan meminta di mobil yang berbeda. Alasannya, mereka ingin memberi waktu untuk Owai dan Agler berduaan.

"Kita akan memancing di danau yang ada di All Park. Kawasan rekreasi yang baru dibeli Agler. Sekalian CEO-kita ada perlu kesana. Soalnya Ayah sedang bosan dengan suasana di danau belakang." 

Begitu kata sang mertua.

Owai sempat-sempatnya salah fokus pada cara Abdus menyebut Agler.

 'CEO-kita'.

Bukan 'Putraku' sebagaimana pasangan panggilan sayang 'Putriku' yang Owai dapatkan.

Owai menahan diri dengan suasana canggung  di mobil.

Agler yang berada di bangku kemudi masih saja si pendiam seperti saat mereka di ruang makan sebelumnya.

Berkaitan dengan itu, Owai juga bersikap seperlunya. Menyesuaikan diri terhadap sikap Agler yang menurutnya acuh tak acuh dan terkesan jauh.

Anggap begitu karena Owai lebih sering mendapatkan tatapan tajam dari orang yang menikahinya itu. Dibandingkan kata-kata yang keluar dari bibirnya, yang dia belum tahu apakah tajam juga atau lembut seperti sepasang orang tuanya.

'Untung wajahnya tampan. Setidaknya, menyelamatkan mood buruk pas lihat ini orang,' hibur hati Owai pada dirinya sendiri.

Sungguh kini Owai setuju dengan kalimat puja-puji Amanda tentang betapa menawannya Agler. Dulu hal itu dilakukan sang ibunda dalam mode menjual sang anak untuk menarik minat Owai. Sekedar pengisi obrolan ngalor-ngidul mereka.

***

"OWAIGLER," seru suara familiar ke arah Owai.

Dari kejauhan Owai bisa melihat lambaian tangan Amanda. Memanggilnya yang sedang duduk menyender di jok mobil yang pintunya dibuka lebar.

Kendaraan yang dikemudikan Agler tiba lebih cepat daripada yang ditumpangi Amanda dan Abdus. Sehingga sepasang pengantin baru itu harus menunggu kedatangan pasangan orang tua tersebut di tempat parkir.

Sepanjang waktu tunggu, lagi-lagi Owai dan Agler tidak terlibat obrolan. Termasuk ucapan basa-basi pun tak ada. Hening dari suara sepasang manusia dalam mobil.

Hanya bunyi khas alam yang terdengar meski belum masuk ke bagian dalam kawasan All Park. Owai juga tak punya keinginan menarik perhatian Agler dari layar tab yang digenggamnya sejak memarkirkan mobil. Lebih baik untuk tidak bertatap mata dengan tatapan tajam lelaki tampan itu.

"Ibunda, perjalanannya aman?" ujar Owai pas Amanda keluar dari mobil yang selesai diparkir berdampingan.

"Aman," jawab Amanda penuh kasih. Sisi lembut yang selalu Owai dapat dari mertuanya.

"Tidak ada masalah yang membuat lama sampai di sini, Ibunda?" tanya Owai lagi. Khawatir karena ada jarak lebih dari setengah jam antara dua mobil mereka.

"Tidak. Cuma tadi sempat berhenti untuk menunggu supir. Tiba-tiba seseorang berubah pikiran buat batal bawa mobilnya sendiri," terang Amanda ringan sembari canda menyikut Abdus yang baru mendekat.

Tingkah kasih sayang sepasang mertua itu membuat tawa Owai terpancing. Senang dengan suasana yang tak lagi setegang berdua dengan Agler.

Dalam hati Owai berceletuk, 'kalau seperti itu mending pergi dalam satu mobil tadi.'

"Ya begitulah," sahut santai Abdus yang paham dirinya dibicarakan dua perempuan kesayangannya. Dia pun kembali berkata, "Ayo lanjut masuk."

Owai mengikuti langkah Amanda ke bagasi mobil yang terbuka. Mereka tidak berniat melenggang tangan, membiarkan Abdus sendirian membawa barang-barang.

Setibanya, Owai melihat di dalam bagasi ada satu tersisa keranjang yang berisi peralatan piknik untuk makan minum. Itu belum diangkut.

Yang lainnya, tas peralatan memancing sudah ditangani Abdus. Keranjang makanan telah bersama Amanda. Kantong botol minuman ada di tangan Agler.

Owai pun menganggap keranjang yang berada di bagasi jadi bagian untuk dia bawa. Tinggal dua inchi sebelum tangan Owai menyentuh keranjang tersebut, Agler lebih dulu mengambilnya. Kedua tangan lelaki itu pun penuh terisi.

Spontan Owai mengalihkan sorot matanya ke arah Agler. Belum selesai memproses maksud tindakan Agler, Owai mendapati gerak bola mata yang tampan itu mengisyaratkannya untuk menutup pintu bagasi.

'Sudahlah,' pasrah Owai dalam hati.

Owai pun menuruti Agler yang berlalu begitu saja itu. Dengan sigap, dia menekan tombol tutup bagasi. Lalu berjalan, berjarak di belakang Agler.

Melangkah ke arah bangunan yang terlihat seperti pos staf depan, Owai bisa melihat Amanda dan Abdus yang akan menaiki kendaraan berjenis buggy car terparkir di sana.

Setidaknya mobil khusus itu berjumlah hitungan jari. Owai jadi mengira-ngira, seluas apa tempatnya berada sekarang hingga perlu kendaraan.

Perhatian Owai kembali ke mobil yang dinaiki sang Ibunda. Tampaknya itu punya empat kursi. Dia menerka dalam hati, apa dia akan dipasangkan lagi dengan Agler.

"Putriku, ayo lebih cepat jalannya," seru Amanda yang sudah duduk manis di bagian bangku belakang.

Owai mengangguk dengan sedikit berlari, begitu saja melewati Agler. Yang dia tidak tahu lelaki itu berjalan lebih lambat dari kebiasaan.

"Sini, duduk di samping Ibunda," sambut Amanda.

Tentu Owai patuh. Dalam hatinya lega. Sungguh, berdua saja dengan Agler bukan hal yang mau dia jalani sepanjang hari ini.

Biarkan Owai bernafas senang dan tenang sebelum malam tiba. Yaitu waktu pulang ke rumah lalu menempati kamar yang pasti sama dengan Agler nanti, akan jadi ujian baginya.

Ujian lainnya....!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status