Share

Bab 2 - Cinta Satu Malam Yang Membakar Jiwa

“A-Apa?”

Kening Amora mengernyit. Ia tidak bisa mencerna ucapan pria itu dengan cepat karena pengaruh alkohol yang diminumnya, tetapi satu hal yang diketahuinya adalah pria itu akan membunuhnya kalau tidak mematuhi ucapannya.

Sebelum Amora sempat merespon, tangannya telah ditarik keluar oleh pria itu dari ruangan tersebut. Demi mempertahankan nyawanya dan keluar dari situasi aneh itu, Amora hanya bisa memasrahkan dirinya untuk mengikuti keinginan pembunuh tersebut.

Mereka menyusuri koridor hotel dengan langkah cepat. Samar-samar Amora mendengar beberapa orang tengah mengejar mereka di belakang. Lebih tepatnya mengejar pembunuh itu!

‘Apa-apaan ini?’ teriak Amora di dalam hati dengan wajah tercengang.

Meskipun kepalanya masih terasa melayang karena alkohol, tetapi ia dapat merasakan bahaya yang terjadi di sekelilingnya. Dalam sekejap rasa takut memenuhi diri gadis itu.

Akan tetapi, Amora dapat merasakan keteguhan yang menguatkannya sedang mengalir dari tangannya yang sedang tergenggam erat oleh pria yang berjalan di depannya.

‘Perasaan aneh apa ini?’ batinnya. Debaran jantung Amora berpacu semakin cepat seiring dengan rasa panas yang menjalar di tubuhnya. Dengan langkah terseret-seret, Amora mengikuti pria itu tanpa menoleh lagi ke belakang.

Karena langkah pria itu semakin cepat daripada sebelumnya, Amora pun tersandung dengan kakinya sendiri. Berjalan saja sudah susah baginya, tetapi ia malah disuruh berlari!

Tidak aneh jika ia terjerembap dengan mengenaskan sekarang. Namun, pria itu malah membantunya berdiri, lalu menggendong tubuh Amora di kedua belah tangannya.

Amora benar-benar bingung. Padahal pria itu bisa saja membunuhnya, lalu meninggalkannya karena sudah merepotkannya. Akan tetapi, sebaliknya, Amora malah merasa sedang dilindungi olehnya.

“Kyaaaa!” Amora berteriak histeris.

Kedua netranya terpejam erat tatkala mendengar suara desingan peluru yang melesat di dekatnya. Ia pun melingkarkan kedua lengannya di leher kokoh pria itu agar tidak terjatuh.

Suara desingan peluru yang lain kembali terdengar hingga akhirnya Amora membenamkan wajahnya pada dada bidang pria yang sedang menggendongnya itu. Terdengar keselarasan irama suara detak jantung dirinya dan pria itu di telinganya. 

Perlahan Amora membuka matanya ketika ia tidak lagi mendengar suara apa pun di belakang dan sekitar mereka. Amora baru menyadari bahwa pria itu telah membawanya masuk ke dalam lift. Amora tidak tahu apakah ia harus menghela napas lega atau tidak karena masalahnya dia sedang berada di dalam lift berdua saja dengan seorang pembunuh!

Dengan ketakutan yang memenuhi kepalanya, Amora mengangkat sedikit wajahnya dan bertemu dengan bibir maskulin pria itu. Ia pun meneguk salivanya dengan kasar.

“Tu-Turunkan aku,” cicitnya.

Akan tetapi, pria itu mengabaikan permintaannya hingga pintu lift terbuka kembali. Seorang pria lainnya telah menyambut Amora dan pembunuh itu di depan lift. Ia menyelipkan sesuatu di tangan pembunuh itu dan mereka berbicara dengan kalimat yang tidak terlalu jelas di telinga Amora.

Napas Amora terasa semakin berat. Pandangannya juga semakin mengabur, lalu ia kembali menyandarkan kepalanya pada pundak pria pembunuh itu.

Sayup-sayup Amora hanya merasakan pria itu terus melangkah dan memasuki sebuah kamar, lalu tubuhnya dibaringkan di atas ranjang yang empuk dengan hati-hati olehnya.

Manik mata hazel Amora menyipit tajam. Ia berusaha memusatkan pandangannya ke sekitarnya dan mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya. ‘Jangan-jangan … dia mau membunuhku di sini?’ batinnya yang membuatnya tersentak.

Amora pun beringsut bangkit dari ranjang, tetapi sayangnya, tubuh dan pikirannya tidak dapat bekerja sama dengan baik. Pria itu kembali menghampirinya, lalu menyodorkan segelas minuman kepadanya dan memerintahnya untuk meminumnya. Akan tetapi, Amora tidak melakukannya. Ia tidak sebodoh itu menerima minuman dari seorang pembunuh!

Amora menepis tangan pria itu hingga gelas tersebut hancur berantakan di atas lantai. Ia tahu tindakannya itu telah mengundang kemarahan pria itu. Ia berpikir pria itu akan mengakhiri nyawanya sekarang, tetapi ternyata pria itu tidak melakukan tindakan apa pun.

Dibandingkan rasa takut, rasa gelisah yang muncul di dalam diri Amora terasa semakin membesar. Ia melangkah dengan terhuyung-huyung, tetapi hampir saja terjatuh karena kecorobohannya sendiri.

Akan tetapi, sepasang tangan besar telah menahan pinggangnya dari belakang sehingga Amora tidak jatuh dengan sangat memalukan. Masih dengan wajah tertunduk, Amora menepis tangan pria itu dari pinggangnya.

Tanpa melewatkan kesempatan sedikit pun, Amora kembali melangkah menuju pintu keluar. Namun, pria itu telah lebih dulu mencapai pintu dan bergerak dengan cepat menutup pintu kamar hotel tersebut.

Wajah Amora berubah pias. Tidak ada lagi tempat bagi gadis itu untuk melarikan diri. Kini ia seperti seekor tikus yang terperangkap di dalam jebakan. Gadis itu terus berjalan dengan langkah terhuyung-huyung mengitari seluruh ruangan.

‘Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku harus mati di sini? Aku belum mau mati. Sebentar lagi aku akan menjadi istri Chris. Aku tidak mau mati!’ jerit Amora dengan panik di dalam kepalanya.

Lutut Amora membentur sudut-sudut meja dan kursi di dalam kamar tersebut karena kepanikannya sendiri. Gadis itu tidak bisa mengatur langkahnya sendiri. Pengaruh alkohol sedang merengut akal sehatnya sehingga keseimbangan di dalam dirinya menjadi terganggu.

Amora tersentak ketika ia memutar tubuhnya dan menemukan pria itu telah berdiri tepat di hadapannya!

Amora memundurkan langkahnya hingga ia terjebak di sudut ruangan. Tubuhnya gemetar tatkala punggungnya menyentuh dinding kamar yang dingin di balik blouse sabrina-nya yang tipis.

Meskipun Amora masih tidak bisa melihat jelas wajah pembunuh itu, tetapi ia berusaha keras untuk memusatkan pandangannya kepada pria itu dengan penuh keberanian.

“T-Tolong … jangan bunuh saya,” pinta gadis itu dengan penuh harap.

Mendengar ucapannya, sudut bibir pria itu perlahan terangkat tipis. Senyuman pria itu kembali menimbulkan sensasi aneh yang muncul di dalam diri Amora.

“Jangan takut. Saya tidak akan melukaimu.”

Bisikan pria itu terdengar sangat lembut di telinga Amora. Pria itu mendekati wajahnya dan menyeka peluh di kening Amora dengan jemarinya. Sentuhan itu malah membuat gadis itu terbuai.

Sungguh, Amora tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Tubuhnya seolah ingin menyambut sentuhan lembut dari pria itu sekali lagi.

Aroma musk yang menguar dari tubuh pria itu ikut membuatnya menggila, lalu pikirannya menjadi semakin kacau dan ia bergerak menyentuh wajah pria itu dengan punggung tangannya tanpa bisa ia kendalikan lagi.

Tiba-tiba saja wajah pria itu terlihat mirip dengan calon suaminya dan membuat sudut bibir Amora melengkung sempurna. Ilusi yang muncul membuat Amora menjadi lebih berani.

“Kamu sangat tampan, Sayang,” gumam Amora yang tidak dapat lagi membendung gelora yang terus memberontak di dalam dirinya.

Jemari Amora bergerak semakin liar dan lancang. Menyusuri tulang selangka pria itu, lalu berhenti pada dada bidang yang telah membuatnya menjadi gelap mata.

Lebih gilanya lagi, Amora malah menarik paksa kemeja pria itu hingga dua kancing kemeja terlepas dan berjatuhan ke lantai. Ia meneguk salivanya dengan kasar ketika otot-otot dada yang seksi dari pria itu terekspos lebih jelas.

Rasa panas menyelimuti tubuh Amora hingga ia merasakan gelenyar aneh yang muncul di dalam dadanya. Jemari lentiknya bergerak menyusuri dada pria itu, lalu menyingkirkan kemeja yang menghalangi pandangannya dengan gerakan yang sensual.

Amora mengangkat sedikit wajahnya yang akhirnya bertemu dengan bibir maskulin yang perlahan terbuka dan berkata, “Nona, sepertinya Anda—"

Tanpa memberikan kesempatan pria itu berbicara, Amora telah mendaratkan bibirnya di sana. Tubuh pria itu terpaku selama beberapa detik, tetapi aroma manis dari bibir Amora membuatnya sulit untuk menolak kelembutan tersebut.

Pria itu pun membalas ciuman yang kaku dari Amora, lalu menuntunnya menjadi lebih cepat dan bergairah. Beberapa detik kemudian, pria itu melepaskan ciuman tersebut lebih dulu.

Dengan napas yang terengah-engah, pria itu bertanya, “Nona, apa Anda sadar dengan yang Anda lakukan sekarang?”

Sayangnya, Amora tidak mengindahkan pertanyaan pria itu. Ia kembali memagut bibir yang telah membuat pikirannya melayang jauh. Kenikmatan yang telah membuainya tidak lagi membuatnya sadar bahwa tindakan yang dilakukannya ini akan membuatnya sangat menyesal keesokan harinya.

Ciuman panas yang menggila yang tengah dilakukan Amora telah memacu hormon yang membangkitkan hasrat di dalam tubuh pria itu. Perlahan tapi pasti, pria itu menangkup wajah Amora dengan satu tangannya yang besar, lalu membalas kembali ciuman itu dengan tidak kalah memburunya.

Satu tangannya yang lain telah menyusup masuk ke dalam blouse sabrina yang dikenakan gadis itu. Di sela-sela ciumannya, Amora mendesah dengan sentuhan yang diberikan pria itu pada puncak kembarnya yang telah tidak tertutup apa pun.

Pria itu menuntun langkah Amora hingga mereka berada di atas ranjang kamar hotel tersebut. Masih tanpa melepaskan ciumannya, pria itu mengungkung tubuh Amora, lalu helai demi helai kain yang menutupi tubuh mereka telah berakhir di atas lantai.

"Apa kamu tidak akan menyesalinya, Nona? Aku tidak akan berhenti kalau kamu tidak menahanku sekarang," ujar pria itu mengingatkannya.

Pria itu tahu jika Amora sedang dalam pengaruh obat perangsang, tetapi keindahan yang terpampang nyata di hadapannya sulit membuat seorang pria normal sepertinya tidak terlena. 

Kedua manik mata hazel Amora dapat melihat betapa indahnya pahatan otot yang membungkus tubuh pria itu. Sudut bibirnya mengembang sempurna ketika ia melihat bayangan wajah Chris pada wajah pria itu.

Amora pun melingkarkan kedua lengannya pada leher kokoh pria itu dan berkata, “Jangan berhenti. Buktikan kehebatanmu, Sayang.”

Tantangan yang terlontar dari bibir Amora membuat semangat pria itu membara. Ia kembali mencumbu bibir gadis itu dengan rakus seolah tiada hari esok lagi ia menuntaskan dahaganya.

Lumatan yang dipenuhi gairah yang tak tertahankan lagi membuat keduanya larut dalam kenikmatan yang melebur menjadi satu. Sentuhan yang lembut dari tangan pria itu membuat bibir Amora terus melenguh dan mendesah tanpa henti.

Suara erangan juga terdengar dari bibir Amora tatkala benda pusaka pria itu berhasil menerobos dinding tipis miliknya yang sedikit demi sedikit luruh. Setelah menanam benihnya di dalam inti berharga Amora, pria itu menarik dirinya menjauh.

Pria itu tercenung ketika melihat cairan merah seperti kelopak bunga merah segar yang indah tertinggal di atas seprai ranjang itu. Perlahan sudut bibirnya terangkat sempurna. Terlihat sebuah kebanggaan yang luar biasa dari rona wajah pria itu karena berhasil mendapatkan sesuatu yang sangat berharga malam ini.

Pria itu kembali mendekati Amora, lalu kembali memacu dirinya untuk memuaskan hasrat Amora yang belum sepenuhnya tuntas. Beberapa kali desahan lolos dari bibir Amora ketika pria itu menyentuh titik-titik sensitifnya dan membawanya menuju puncak tertinggi dalam permainan yang semakin memanas.

Ketika permainan tersebut berakhir, pria itu memberikan kecupan ringan pada kening gadis yang telah menjadi wanitanya. Amora terlihat sangat lelah, tetapi juga terukir kepuasan di wajahnya. Manik mata hazel yang teduh milik Amora menghangatkan ekspresi pria itu.

Akan tetapi, kehangatan itu menjadi dingin tatkala mendengar gumaman kecil yang bergulir dari bibir Amora, “Chris, ternyata kamu memang hebat. Aku mencintaimu.”

Wajah pria itu seolah membeku mendengar panggilan yang disertai pujian lembut yang tertuju bukan untuknya. Perlahan wajahnya berubah nanar. Ia memandang tajam wanita yang kini telah terlelap dengan dengkuran halus di hadapannya saat ini.

Pria pemilik nama lengkap Regis Lorenzo tersebut mengeratkan rahangnya. Ia mengembuskan napasnya dengan kasar, lalu merebahkan tubuhnya di samping wanita itu. Meskipun Regis tahu jika wanita itu berada dalam pengaruh obat perangsang, tetapi salah mengenalinya sebagai pria lain benar-benar melukai harga dirinya yang tinggi.

‘Beraninya wanita ini!’ geram Regis di dalam hati.

Cinta satu malam penuh gairah itu telah berakhir, tetapi Amora telah membangkitkan kemarahan seorang penerus dunia hitam yang dijuluki sebagai pangeran kegelapan!

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Fitria Pangumpia
lanjut bacanya lebih seru
goodnovel comment avatar
Ummi Laila Ummi Laila
lanjut semakin penasaran dengan cerita nya
goodnovel comment avatar
Rina Rinndu Rheina
mudah mudahan makin greget y ceritanya baru mulai baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status