‘Sepertinya semuanya sudah berakhir,’ batin Amora yang telah terduduk lemas.
Ia berusaha meredam isak tangisnya dengan menggigit bibirnya kuat-kuat. Keputusan yang baru saja bergulir dari kepala keluarga Walden tersebut membuat Amora terhenyak.
Ia hanya bisa meratapi ucapan Kelvin Walden dalam diam. Buliran bening kembali lolos dari pelupuk matanya dan mengalir di kedua belah pipinya.
Meskipun Kelvin telah mengeluarkan keputusannya, tetapi kakek Amora masih berusaha membujuknya. Pria tua itu tidak bisa menerima keputusan tersebut begitu saja.
“Tuan Walden, sebaiknya kita bicarakan lagi. Saya tau Anda dan Nyonya Walden sangat marah karena hal ini. Saya juga merasa sangat malu. Tapi, undangan sudah kita sebar. Bagaimana bisa kita membatalkannya begitu saja?” cetus Charlie Lysander.
Sebagai seorang yang lebih tua, tentu saja merupakan sebuah penghinaan bagi Charlie untuk menundukkan wajahnya kepada orang yang lebih muda darinya. Akan tetapi, pria tua itu tidak memiliki pilihan lain karena pembatalan pernikahan menyangkut nama baik keluarganya.
Apalagi Charlie tidak ingin kehilangan ‘tambang emas’ seperti keluarga Walden. Ia pernah berpikir untuk memperluas bisnisnya dengan menjalin hubungan kerabat dengan keluarga tersebut. Sialnya, Amora malah menghancurkan rencana yang telah dirancang di dalam kepalanya sejak jauh hari.
“Lalu, apa yang ingin Anda lakukan, Tuan Besar Lysander? Anda tidak bermaksud untuk memaksa saya untuk tetap menerima cucu Anda yang sudah tidak suci lagi sebagai menantu saya, bukan?”
Kelvin menatap lurus kepala keluarga Lysander tersebut. Sebagai seorang yang lebih muda, ia masih berusaha menghargai pria tua itu. Namun, apabila Charlie masih bersikeras, ia tidak akan segan menentangnya.
Keluarga Walden tetap tidak akan terhindar dari rasa malu jika melakukan pembatalan pernikahan ini. Akan tetapi, rasa malu itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan nama baik keluarga Lysander karena perbuatan yang dilakukan Amora.
Charlie terdiam. Ia juga tidak memiliki solusi baik untuk menutupi dan menebus kesalahan yang telah dilakukan cucu bungsunya itu. “Saya—"
“Bagaimana kalau Bianca yang menggantikan Amora, Ayah?”
Pandangan semua orang langsung beralih pada seorang wanita paruh baya yang sudah duduk di dalam ruangan sejak tadi. Dia adalah Julia Brown, satu-satunya menantu keluarga Lysander. Seulas senyuman yang tenang menghiasi wajah wanita paruh baya itu ketika melihat perhatian yang tertuju padanya.
“Kamu bilang apa, Julia?” tanya Mario Lysander, suami Julia.
Pria paruh baya itu merupakan putra sulung Charlie. Ia sangat terkejut mendengar saran yang dilontarkan istrinya tersebut.
Begitu juga dengan putri mereka, Bianca Lysander. “Ma, kenapa—”
Julia langsung mencubit lengan putrinya sebagai isyarat agar putrinya itu tidak ikut campur dalam masalah ini. Julia melirik Amora yang sedang menatapnya dengan nanar. Namun, Julia berpura-pura tidak melihatnya dan mengalihkan pandangannya kepada ayah mertuanya.
“Pernikahan tetap berlangsung. Hanya mempelai wanita saja yang diganti dan setidaknya dapat mengurangi rasa malu daripada harus membatalkan pernikahan. Jika Tuan dan Nyonya Walden tidak merasa keberatan, saya rasa ini adalah keputusan yang baik untuk kedua keluarga kita. Bukankah begitu?” ucap Julia dengan lagaknya yang sok bijak.
Mendengarkan ucapan tantenya itu, Amora tercengang. Sungguh ia tidak menyangka istri pamannya itu akan menggunakan kesempatan untuk menaikkan derajatnya sendiri dan putrinya di hadapan keluarga Walden.
Kelvin Walden tampak mempertimbangkan ucapan menantu Lysander tersebut, lalu menoleh kepada istrinya dan berkata, “Saya rasa saran Nyonya Julia tidak buruk juga, Sayang. Bagaimana menurutmu?”
Sontak, netra Cassandra melirik ke arah Bianca. Putri Julia tersebut terlihat sangat bingung dengan tindakan ibunya.
Cassandra pernah mendengar tentang Bianca sebelumnya. Gadis itu memang tidak terlalu pintar dan cantik jika dibandingkan dengan Amora. Akan tetapi, yang terpenting bagi Cassandra, gadis itu adalah sosok yang lebih penurut jika dibandingkan dengan Amora.
Perlahan sudut bibir Cassandra terangkat puas. Ia berpikir jika Bianca Lysander lebih pantas bersanding dengan putranya karena sesuai dengan kriteria menantu idamannya selama ini.
Istri Kelvin Walden itu pun menimpali, “Saya setuju. Setidaknya Bianca jauh lebih baik daripada wanita yang tidak bisa menjaga kesuciannya sendiri.”
Amora tercengang mendengar sindiran pedas dari Cassandra yang sekarang telah berubah menjadi mantan calon ibu mertuanya. Hatinya terasa sangat perih. Wanita itu menambah garam di atas lukanya.
Namun, rasa sakit itu tidak sebanding dengan pengkhianatan yang dilakukan tantenya. Kening Amora mengernyit ketika melihat seringai penuh kemenangan dari istri pamannya tersebut.
‘Tante Julia? Jangan-jangan semua ini ….’
Amora terhenyak dengan pemikiran yang terbesit di dalam benaknya saat ini. Menelaah semua hal yang terjadi membuat Amora yakin satu hal. Semua hal yang menimpanya adalah bagian dari rencana licik istri pamannya itu!
Meskipun di luar Julia selalu bersikap baik padanya, tetapi sebenarnya Amora dapat merasakan kebencian yang ditutupi dengan senyuman palsu di wajah istri pamannya tersebut.
Amora sudah merasakan kebencian Julia sejak dulu, tetapi saat itu ia berpikir jika ia hanya khawatir berlebihan saja. Sekarang Amora melihat sendiri bagaimana istri pamannya itu menghancurkannya hingga ke titik di mana ia tidak memiliki hak untuk berbicara di dalam keluarga itu.
Sayangnya, Amora tidak bisa mengungkapkan kecurigaannya itu kepada siapa pun. Ia tidak memiliki bukti yang kuat. Jika saja ia salah bicara, bisa-bisa dirinya yang dituduh sedang memfitnah Julia. Ia juga tidak memiliki andil untuk berbicara dengan posisinya yang telah dianggap seperti seorang wanita hina saat ini.
Secercah cahaya seolah menyinari hati Amora ketika mendengar Chris berkata, “Mama, aku tidak bisa menikahi Bianca.”
Ucapan Chris membuat hati Amora merasa lega. Setidaknya masih tersisa sedikit rasa di dalam hati pria itu untuknya walaupun dirinya bukan lagi wanita yang pantas untuk bersanding di sisinya. Lain halnya dengan Cassandra, wajah wanita itu langsung berubah nanar. “Kenapa? Kamu masih ingin menikahi wanita kotor itu?” bentaknya. Cassandra mengacungkan telunjuknya ke arah Amora dengan penuh amarah. Membuat Amora tersudutkan dengan kata-kata kasarnya tersebut. Helaan napas panjang bergulir dari bibir Chris. Pria itu mencoba menimpali dengan tetap tenang, “Bukan begitu, Ma. Aku tidak mencintai Bianca. Bagaimana bisa Mama menyuruhku menikahinya?” “Cinta bisa dipupuk nanti,” timpal Cassandra dengan ketus. Kedua netra Chris terbelalak lebar mendengar ucapan ibunya itu. “Mama!” Nada suara Chris mulai meninggi. Membuat Cassandra terperangah selama beberapa detik. Namun, wanita itu kembali melayangkan ancamannya, “Kalau kamu tidak ingin melihat Mama mati di hadapanmu, lebih baik kamu mengikut
[Tujuh tahun kemudian]“Hei, anak haram!”Bocah laki-laki berparas mungil nan tampan menghentikan langkahnya ketika seorang teman sebayanya yang bertubuh gemuk menghalangi pintu masuk kelasnya. Ia menatap lurus bocah sebayanya itu dengan ekspresi yang datar.Anak laki-laki tampan bernama Rayden Lysander tersebut menghela napas pelan. Entah sudah ke berapa kalinya temannya itu memanggilnya dengan sebutan kasar tersebut. Seperti biasanya, ia memutuskan untuk tidak mempedulikan ledekan temannya itu.Rayden kembali melanjutkan langkahnya. Namun, bocah berwajah bulat itu malah membentangkan kedua tangannya sehingga langkah Rayden terurung.“Apa kamu tidak mendengarku, Anak Haram?!” bentak Benjamin Brown, bocah laki-laki bertubuh gempal tersebut.“Kamu berbicara denganku, Ben?” tanya Rayden dengan nada yang terdengar polos.Wajah Benjamin langsung memerah karena merasa dipermainkan Rayden. “Memangnya siapa lagi anak haram di sini kalau bukan kamu?” cetusnya seraya mengacungkan tangannya ber
“Amora, tolong nanti kamu bersihkan lantai koridor empat ya!”Seorang wanita paruh baya memanggil Amora yang sedang menyusun beberapa produk makanan ke dalam etalase. Wanita muda berpakaian seragam karyawan toko bernama Amora Lysander itu menoleh.“Ada anak yang menumpahkan minumannya tadi,” lanjut wanita paruh baya itu.Dia adalah Della Houston, manajer toko WW Mart tempat Amora bekerja saat ini.“Baik, Nyonya Houston. Saya akan ke sana setelah ini,” sahut Amora.Della pun kembali berkeliling ke area toko yang lain untuk memeriksa kelengkapan barang dan kebersihan serta operasional toko tersebut.Helaan napas lelah bergulir dari bibir Amora. Ia sudah bekerja sejak pukul lima pagi tadi dan belum sempat beristirahat untuk meminum seteguk air. Toko serba ada tempatnya bekerja merupakan toko yang beroperasi 24 jam penuh.Toko tersebut berlokasi di area yang cukup padat aktivitasnya sehingga tidak mengherankan jika banyak pengunjung yang datang berbelanja ke toko tersebut.Meskipun lelah,
“Lihatlah nodanya sekarang semakin melebar!”Gadis pelajar itu merebut sepatunya dari tangan Amora. Wajahnya terlihat sangat kesal. Namun, Amora tahu jika gadis itu hanya ingin mencari masalah dengannya saja.Amora tidak tahu apa tujuan gadis itu menyudutkannya, tetapi ia berpikir untuk segera menyelesaikannya dengan pikiran yang tenang. Ia tidak ingin tersulut oleh emosi remaja angkuh itu.Amora kembali menghela napas panjang. Ia akui jika noda sepatu gadis itu memang melebar karena ia menggosoknya tadi.“Jika Anda ingin meminta ganti rugi, saya tidak sanggup membayarnya,” aku Amora. Ia kembali mengambil sepatu dari tangan gadis itu dan lanjut berkata, “Tapi, kalau Anda mau memberikan saya kesempatan dan waktu. Saya akan membersihkannya di rumah nanti.”Gadis itu terlihat kesal, tetapi ia tidak bisa mempersulit Amora lebih jauh lagi karena pandangan para pengunjung yang lain membuat posisiya tersudutkan.Suara desas-desus mulai terdengar dari bibir mereka tentang sikap semena-menanya
"Maaf saya sedikit terlambat." Amora baru saja tiba di sekolah putranya. Ia telah berada di dalam ruang guru di mana terlihat sosok wali kelas Rayden yang sedang duduk bersama seorang wanita berpenampilan serba elit dari atas hingga ujung kakinya. Tidak seperti Amora yang datang dengan penampilan kusut karena debu dan peluh yang menempel pada tubuhnya. Namun, ia tetap tersenyum dengan percaya diri. "Tidak apa-apa, Nyonya. Silakan duduk." Daisy Miller yang merupakan wali kelas dari Rayden Lysander, mempersilakan Amora untuk duduk bersamanya. Ia pun menjelaskan hal yang terjadi terkait masalah yang melibat dua anak didiknya kepada kedua wanita yang duduk menghadapnya di dalam ruangan itu. "Begitulah ceritanya, Nyonya Lysander. Saya mendengar jika Rayden yang memulai lebih dulu dalam perkelahian itu," ujar Daisy. Ia mendapatkan informasi tersebut berdasarkan kesaksian dari para anak didiknya. Wanita itu tidak tahu jika semua kebohongan itu tercipta karena tekanan yang diberikan Ben
“Menyombongkan diri?” Amora terkekeh kecil mendengar ucapan Lisa yang sedang menilai dirinya. Wajah ibu Benjamin tersebut berubah nanar melihat respon Amora atas keangkuhannya saat ini. Amora tahu, sejak dirinya diusir oleh kakeknya, dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak pantas menyombongkan diri di depan Lisa Taylor. Seluruh kehidupannya berubah sejak dianggap telah mempermalukan nama keluarga Lysander. Sayangnya, Lisa terlalu menganggapnya remeh. Amora Lysander bukan lagi seorang gadis polos yang hanya bisa menangisi nasibnya. Ia telah menjadi sosok wanita tegar yang akan menghadapi badai yang datang menerjang bertubi-tubi kepadanya tanpa takut. Semua ia lakukan demi permata hatinya yang selalu ia lindungi di dalam genggamannya. Noda dan penghinaan yang diterimanya tujuh tahun silam memberikan perubahan besar di dalam hidupnya. Dulu Amora sempat terpuruk sangat dalam. Ia pernah berniat mengakhiri hidupnya karena merasa malu dengan cemooh yang diterima dari anggota keluarga Lysa
Netra Amora memicing tajam. Ia tidak menyangka Lisa akan mengumbar aibnya dengan santai seperti ini. Ia tahu jika wanita itu sengaja menyerang kelemahannya dengan kata-kata pedas yang tidak lagi disaring dari bibir tebalnya itu.Amora sama sekali tidak terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Lisa. Mengingat hubungan keluarga mereka di masa lalu, tidak heran jika Lisa mengetahui aibnya.Meskipun kakeknya telah berusaha mati-matian menutupi hal tersebut, aib tetaplah aib. Hal itu pasti selalu menjadi sorotan empuk bagi para penggosip seperti Lisa. Tanpa menyelidikinya, Amora yakin ada seseorang di dalam keluarga Lysander yang telah mengumbar aibnya itu tanpa sepengetahuan sang kakek.Lisa mengira Amora akan tersulut amarah karena ucapannya tersebut. Namun, Amora sama sekali tidak berniat menampiknya tersebut."Kenapa? Sekarang kamu tidak bisa berkata-kata lagi, hm? Memang seharusnya kamu sadar diri, Amora. Kamu bukan lagi nona muda keluarga Lysander yang diagungkan. Melahirkan anak hara
“Mama, apa wajah Mama baik-baik saja?” Gerakan tangan Amora yang sedang memasangkan helm pada kepala putranya terhenti. Ia dapat melihat kekhawatiran dari sorot mata putranya tersebut. Tangan mungil itu mengusap lembut pipi kanan Amora yang memerah. Demi tidak membuat putranya khawatir, Amora tersenyum lebar. “Mama baik-baik saja, Ray. Tidak sakit kok. Malah sepertinya lebih sakit kamu daripada Mama,” ucap Amora seraya menangkup wajah putranya di kedua belah tangannya. Hati wanita itu berdenyut perih melihat luka lebam dan cakaran yang tertinggal pada wajah buah hatinya tersebut. “Beraninya anak itu melukai wajah tampan putra kesayangan Mama ini. Seharusnya tadi Mama memberikan mereka pelajaran lebih keras lagi,” gumamnya. Amora memeriksa lutut dan lengan putranya. Dadanya semakin perih ketika menemukan memar di siku lengan putranya tersebut. "Apa sakit, Ray?" tanyanya dengan cemas. Rayden tidak menjawab. Wajahnya tertunduk dalam. Ia terlihat sangat menyesal karena membuat ibunya