Share

BAB 2 Kamu Tua dan Miskin

Li Jianli mendekati jendela dan mengintip ke arah halaman rumah keluarga Li. Tampak seorang pria tua bertubuh kekar dan berwajah bengis sedang membentak sekelompok orang. Di belakangnya terlihat 5 orang pria yang membawa beberapa tongkat di tangannya. Penduduk desa berdatangan satu persatu untuk melihat pertunjukan seakan-akan mereka sedang menonton hiburan.

Berdasarkan ingatan milik Li Jianli, wanita tua yang berdiri paling depan di sekelompok orang itu adalah Chu Ning, neneknya. Sedangkan seorang laki-laki yang ada di sebelahnya adalah Li Labao, anak pertama keluarga Li. Di belakangnya berdiri seorang wanita bernama Dong Kaili, istri Li Labao dan juga seorang remaja laki-laki berusia tiga belas tahun. Li Jianli ingat, itu adalah sepupunya, Li Guo.

Li Guo adalah cucu kesayangan Chu Ning. Dia pergi ke sekolah dan keluarga Li selalu memanjaknnya. Mereka membanggakannya sebagai calon sarjana. Dia sangat sombong dan angkuh. Dia selalu memperlakukan Li Jianli sebagai pelayannya.

Tidak jauh dari kelompok Chu Ning, terlihat seorang wanita muda. Itu adalah Li Yiran, anak ketiga keluarga Li. Dulu ada seorang Pendeta Tao yang lewat dan mengatakan bahwa dia akan tumbuh menjadi wanita cantik dan menikah dengan keluarga kaya. Itulah mengapa keluarga Li selalu menjaganya seakan-akan dia adalah telur yang bisa jatuh kapan saja.

Li Jianli memicingkan matanya dan menatap Li Yiran. Dia memang cukup cantik, namun Li Jianli yakin, apabila dia merawat tubuh dan wajahnya, dia akan menjadi jauh lebih cantik dari Li Yiran.

"Mo Heng, siapa yang kamu sebut sebagai penipu?" teriak Chu Ning marah. "Apa kamu pikir aku yang membunuh gadis bau itu?"

Mo Heng mencibir, tidak mau kalah, "kalau begitu, kembalikan uangku!"

"Itu tidak mungkin, uang yang sudah kamu berikan padaku, tidak bisa dikembalikan lagi!" kata Chu Ning tanpa rasa malu.

Berdasarkan ingatan milik Li Jianli, neneknya sangat licik. Mari kita lihat, apakah kelicikannya bisa mengalahkan kekuatan Mo Heng.

"Cih! Berani sekali kamu mengatakan hal yang memalukan seperti itu!" kata Mo Heng seraya meludah. Dia memandang jijik ke arah keluarga Li. 

Beberapa orang penduduk desa yang menonton juga bergumam tidak senang. Mereka tahu kalau keluarga Li sangat tidak tahu malu, tapi mereka sangat takjub dengan tingkat tidak tahu malu mereka.

"Apakah kamu membawa surat perjanjian yang mengatakan kalau kami harus mengembalikan uang mahar kalau pernikahannya batal?" celetuk Chu Ning dengan acuh tak acuh.

"Apa kalian gila? Bahkan tanpa surat perjanjian pun, uang mahar harus dikembalikan kalau pernikahan tidak jadi," celetuk seseorang dari kerumunan dengan marah.

"Ya! Itu sudah ditentukan sejak zaman nenek moyang kita. Jangan mempermalukan dirimu sendiri!" sahut lainnya.

Mo Heng segera mendongakkan kepalanya dan menatap keluarga Li dengan angkuh. Dia harus mendapatkan kembali uangnya.

"Kembalikan uangku sekarang, atau aku akan mencarinya sendiri ke dalam rumahmu! Jangan salahkan aku kalau kami merusak isi rumahmu," ancam Mo Heng.

Seluruh keluarga Li gemetar ketika mendengar ancaman Mo Heng. Wajah Chu Ning bahkan sedikit pucat.

"Ibu, lebih baik kamu kembalikan saja uangnya," bisik Dong Kaili ketakutan.

"Betul Ibu, daripada kita tidak punya tempat tinggal. Lebih baik kita mengembalikan uang mereka," sambung Li Labao.

Chu Ning segera memelototkan matanya kepada anak dan menantunya, "apa yang kalian katakan? Mengapa kalian sangat tidak berguna?"

Li Guo menatap anggota keluarganya satu persatu dengan tatapan mencemooh. Meskipun itu adalah nenek dan orang tuanya, dia tidak menyembunyikan tatapan menghinanya sama sekali.

"Aku akan kembali untuk masuk dan belajar. Tidak ada gunanya aku di sini dan mengurus hal tidak penting ini." Setelah mengatakan itu, Li Guo berbalik dan meninggalkan keluarganya di halaman. Dia tidak tahan untuk berurusan dengan orang-orang bodoh.

"Ah, ya, ya, ya, Guo'er bisa pergi untuk belajar. Tidak usah khawatirkan hal-hal lainnya," kata Chu Ning dengan suara keras dan wajah penuh senyuman. Dia ingin semua orang mendengar betapa berbakatnya cucu laki-lakinya. Setelah beberapa saat, dia kembali berbalik, "Tuan Mo, kenapa kamu masih menginginkan uangmu kembali? Kami tidak membatalkan pernikahan ini. Kamu bisa membawa Li Jianli pulang bersamamu."

"Omong kosong apa yang kamu katakan? Kenapa aku harus membawa pulang mayat? Dasar wanita tua gila!" urat biru di dahi Mo Heng melonjak. Wajahnya berubah hitam. Begitu pula dengan orang-orang di belakangnya. Namun, matanya tiba-tiba terjatuh pada sosok Li Yiran yang bersembunyi di balik pohon plum yang ada di halaman.

"Atau kamu bisa menukarnya dengan dia," kekeh Mo Heng. Wajahnya berubah mesum ketika melihat Li Yiran dari atas kepala hingga ujung kakinya.

Li Yiran tersentak ketika mendengar perkataan Mo Heng. Dia bergetar hebat dan segera berlari untuk bersembunyi di belakang tubuh Chu Ning, "Ibu! Aku tidak mau menikah dengannya, kembalikan saja uang itu."

"Tidak, tidak bisa!" tolak Chu Ning cepat.

"Bukankah anak bungsumu sudah berusia tujuh belas tahun? Semua gadis di desa Weida kita ini sudah menikah saat mereka berusia lima belas tahun. Kenapa kamu tidak memberikannya kepadaku saja? Itu baik untuk reputasinya," celetuk Mo Heng santai. Dengan kata lain, dia mengatakan kalau Li Yiran sudah terlambat untuk menikah dan dia ingin menyelamatkannya.

"Jangan bermimpi! Kamu tua bangka dan miskin. Bagaimana mungkin kamu boleh menikah dengan anakku?" hina Chu Ning.

Penduduk Desa Weida merasa geram ketika mendengar perkataan Chu Ning. Kalau anaknya tidak boleh menikahi Mo Heng, mengapa dia melemparkan Li Jianli kepadanya? Keluarga Li benar-benar keterlaluan!

"Kakak Heng, lebih baik kita langsung cari uang itu ke dalam rumah. Wanita tua Chu itu tidak bisa diajak bicara!" celetuk salah satu pria yang berwajah mirip Mo Heng dengan marah.

"Kamu benar, ayo kita masuk!"

Mo Heng berjalan masuk ke dalam diikuti lima pria besar di belakangnya. Keluarga Li langsung panik. Chu Ning berusaha menghalangi mereka namun dia berakhir dengan jatuh ke tanah karena didorong oleh Mo Heng.

Li Labao tidak bisa berkutik. Dia tidak mungkin menang melawan enam orang pria bertubuh besar yang membawa tongkat seorang diri. Pada akhirnya, dia dan Dong Kaili memilih untuk membantu Chu Ning yang masih tergeletak di tanah.

"Dasar bodoh! Cepat halangi mereka!" bentak Chu Ning.

"Ibu, jangan tidak masuk akal, aku tidak mungkin menang melawan mereka," desah Li Labao. Apakah ibunya ingin dia mati juga?

Chu Ning menangis dan berguling-guling di atas tanah ketika mendengar suara barang-barang yang dihancurkan dari dalam rumah. Apalagi ketika terdengar suara teriakan yang berasal dari ruang belajar Li Guo yang sedang dihancurkan.

"Kamu tidak boleh merusak meja belajarku!"

"Oh, tidak! Kertas itu sangat mahal!"

"Apa yang akan kalian lakukan pada batu tintaku?"

Mendengar suara keluhan cucu kesayangannya, Chu Ning segera  berteriak dengan suara yang menyedihkan, "oh, malang sekali nasibku! Aku hanyalah seorang wanita tua yang lemah, tapi aku ditindas oleh sekelompok pria bertubuh besar!"

Dia berharap beberapa penduduk desa akan datang dan membantunya. Namun, tidak ada seorang pun yang bergerak maju. Mereka semua menatap keluarga Li dengan acuh tak acuh.

Tiba-tiba, suara pria berwibawa datang dari kerumunan orang di luar halaman, "ada apa ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status