Share

TCSM BAB 4.

Di pagi hari yang masih buta seorang gadis tengah bersiap-siap pergi. Kimmy sedang merapihkan barang-barang yang akan ia bawa, tekadnya sudah bulat bahwa ia akan merantau dari kampung kelahirannya.

"Akhirnya beres." Gumam Kimmy yang sudah selesai mengepak barang-barang nya.

''Kamu sudah siap, Nak?" sang Ibu bertanya dengan hati yang sangat berat, jika saja dia punya kuasa dan mempunyai banyak uang ... mungkin ia tidak akan membiarkan sang anak pergi dari sisinya.

''Iya Bu, ini sudah beres.'' Jawab Kimmy dengan lembut.

''Ayah yang akan mengantarkan mu ke terminal, Nak.'' Ujar sang Ibu, sambil mengusap sudut matanya yang berair.

Kimmy hanya mengangguk dan tersenyum, lalu ia pergi ke kamar sang adik tercinta dan di lihatnya Rian sedang melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Kimmy duduk di tepi ranjang, dan melihat sang adik yang sudah selesai solat subuh. ''Rian.'' Pangil Kimmy.

Sang adik yang di panggil pun menoleh dan tersenyum, menghampiri sang kakak yang sudah siap pergi. ''Jaga diri baik-baik yaa, Kak.'' ucap Rian memeluk sang Kakak.

Kimmy membalas pelukan sang adik. ''Kakak baik-baik saja, doa'in Kakak supaya sehat dan sukses.'' Tutur Kimmy.

Sang adik pun mengangguk, lalu berpelukan satu sama lain, tak lupa ... Kimmy meminta sang adik untuk menjaga Ibu dan Ayah nya.

''Ayok Nak, berangkat. Mumpung masih pagi.'' Ucap sang Ayah.

Kimmy mengangguk, lalu mereka berempat saling berpelukan layaknya teletabis hingga Ibu dan Rian mengantarkan Kimmy sampai depan rumah mereka.

Kimmy melambaikan tangan tanda perpisahan kepada Ibunda tercintanya, dan di balas lambaian oleh sang Ibu dan adiknya.

Ibu dan Rian merasa sedih di tinggal oleh Kimmy, namun mereka juga tidak bisa berbuat apa apa.

''Bu, ayo masuk. Nanti orang-orang pada kepo.'' Ucap Rian yang di anggukki oleh sang Ibu.

"Ayo Nak."

Di terminal•

Tak berapa lama ... Kimmy dan sang Ayah sudah sampai di terminal, sang Ayah memarkirkan motornya dan mengantarkan putrinya masuk ke dalam bus.

Kini Ayah beserta Kimmy duduk berdampingan, menunggu bus yang mereka tumpangi jalan.

Heningg...

Tak ada yang memulai bicara dari keduanya, sampai sang Ayah meng'genggam tangan Kimmy dengan erat.

''Anak Ayah yang paling baik dan penurut ... ingat selalu pesan Ayah, jaga dirimu baik-baik disana. Jaga kesehatan mu, jangan bergaul dengan sembarangan orang yaa...'' Ujar sang Ayah menasehati, mengelus jari jemari Kimmy dengan lembut.

''Ayah sangat menyayangimu, hubungilah jika kamu kekurangan uang Nak. Ayah memang tidak memiliki banyak uang ... namun Ayah akan lakukan apapun demi kebahagian putri Ayah, jangan menyusahkan dirimu sendiri ... maafkan ayah Nak, maafkan Ayah.''

Ayah Endang memeluk putri sulungnya sambil menangis ... Sungguh ia tak kuasa melihat anak kesayangan nya jauh dari pandangan nya, namun ia juga tidak bisa melarang keinginan sang anak untuk pergi.

''Jangan seperti ini Ayah. Kimmy sangat menyayangi Ayah dan jangan menangis ... Kimmy gak akan sanggup melihat Ayah menangis.''

Kimmy mengusap airmata sang Ayah lalu tersenyum, begitu pun sang Ayah yang mengusap airmata Kimmy, lalu mencium keningnya, ''Ayah sayang Kimmy, jaga diri baik-baik yaa.'' Ucap Ayah Endang mengusap kepala sang anak dengan lembut.

''Kimmy pun sayang Ayah, ibu dan juga Rian."

Dengan berat hati, Ayah Endang melepaskan putri kesayangan nya dan pergi keluar dari dalam bus ketika kenek berteriak jika bus ini akan berangkat.

Kimmy menghirup nafas dengan dalam, saat bus yang ia tumpangi melaju dengan perlahan. Ia melihat keluar jendela dan melihat sang Ayah untuk terakhir kalinya.

Keduanya saling melambaikan tangan perpisahan. Kimmy tersenyum melihat Ayah nya yang masih setia melihat kepergian nya.

Saking fokus pada sang Ayah. Kimmy tak menyadari bahwa seseorang sudah duduk di sebelahnya. ''Mau sampai kapan kamu terus melihat keluar jendela?"

Kimmy pun menoleh dan terkejut melihat sahabatnya yang ada di sebelahnya. ''Aaaa ... hhh Marniii.'' Jerit Kimmy tak percaya.

Sedangkan Marni yang mendengar Kimmy menjerit, langsung menutup kedua telinganya rapat-rapat. ''Oh ya ampun! selamatkan telingaku.''

''Kenapa kau di sini?" tanya Kimmy.

Marni tersenyum, "'Aku tidak mungkin meninggalkan sahabatku merantau sendirian, kita akan berjuang bersama ... lagian, Bibi aku di kota Jakarta memerlukan karyawan di tokonya." Ucap Marni.

Kimmy langsung memeluk memeluk Marni. ''Kau tau aku begitu beruntung mempunyai sahabat sepertimu."

"Me tooo ..."

''Apa kau sudah meminta izin pada Ibu mu?" tanya Kimmy penuh selidik.

''Tentu saja sudah, karna Ibuku mengabarkan jika Bibi Nana sedang mencari karyawan untuk di tokonya, dan aku mengusulkan jika aku dan kau yang akan pergi." ucap Marni.

Kimmy mengangguk dan bernafas lega.

Di waktu yang bersamaan, di kediaman Mahardika•

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya, sedang meminum teh yang di sediakan oleh para pelayan di kediamannya.

''Apa Tuan sudah bangun?"

''Sudah Nyonya besar.'' Jawab kepala pelayan dengan hormat.

Tak berselang lama.

Cup.

''Selamat pagi, Mah." Ucap sang suami dan mencium pucuk kepala sang istri.

''Selamat pagi juga Pah.'' Jawabnya dengan tersenyum manis.

Tuan Mahardika dan Nyonya Mahardika memulai sarapannya dengan tenang tanpa ada gangguan, namun Tuan Mahardika mengerutkan keningnya saat dia teringat akan sesuatu.

''Kapan Refandy akan berkunjung? kenapa anak itu susah sekali untuk tinggal di Masion ini.'' Ujar sang Ayah yang kesal dengan anak semata wayangnya yang jarang sekali pulang.

''Sudahlah Pah, biarkan dia mandiri.''

''Dia sudah mempunyai perusahaan nya sendiri, lalu bagaimana dengan perusahaan keluargaku yang turun temurun. Aku ingin pensiun dari perusahaan dan menikmati masa tua ku bersama mu.'' ucap sang suami yang mana membuat Nyonya Mahardika bersemu merah.

Nyonya Mahardika tersenyum dan menggenggam tangan sang suami. ''Kau tau, aku akan menjodohkan Refan dengan anak teman arisan ku. Bagaimana pemdapatmu Pah?"

Tuan Mahardika diam sejenak dan melihat sang istri. ''Apapun keputusan mu, aku akan mendukungnya ... tapi jangan memaksakan urusan hati, biar Refandy yang memilih.''

Nyonya Mahardika mengangguk dan tersenyum senang, mereka pun melanjutkan sarapan nya dengan tenang.

Sedangkan di sisi lain•

''Fan bangun.'' Rama menggoyangkan badan Refandy, namun sang empu tak mau bangun.

''Hmm ...'' Refandy berdehem sebagai jawaban, dengan suara khas orang bangun tidur yang serak serak basah.

''Bangun cepet, kita akan pulang! .olor aja Elu.''

Refandy terbangun dan bersender di ranjang, ia dari semalam tidak bisa tertidur karna memikirkan siapa gadis yang menabraknya itu, bahkan ia menurunkan pengawalnya untuk mencari tau siapa gadis itu.

Obrolan semalam#

''Selamat sore, Bos.'' Ucap anak buah Refandy, yang menyusul ke kota Bandung.

''Straight to." (Langsung saja) aku ingin kalian menyelidiki seorang gadis cantik di daerah ci kundul."

''Baik Bos." Ucap mereka serempak. Namun mereka masih diam dan bingung.

''Kenapa kalian masih diam di sini? cepat pergii dan cari gadis yang aku mau!" sentak Refandy.

''Ta-tapi Bos, kita harus cari di mana? sedangkan Bos tidak memberikan potonya?"

Refandy diam sejenak. ''Itu dia yang menjadi masalahnya, aku tidak mempunyai potonya." Ucap Refandy dengan entengnya, yang mana membuat para pengawal Refandy saling pandang.

''Ish, Bos ini bagaimana? kita mencari gadis itu tanpa poto dan alamat, sedangkan potonya saja tidak punya." ucap salah satu anak buah yang bernama Tomi.

''Itu urusan kalian. Bukan urusanku, cepat pergi dan cari gadis yang aku inginkan itu.'' Refandy sudah tidak sabar.

Tomi dan temannya langsung melangkah pergi dengan bingung, ''In-innniii ... si Bos yang bodoh apa kita yang bodoh ya? mencari orang tanpa poto, harus cari di mana?" Bisik Tomi ke temannya.

''Kalian mengataiku bodoh Hah! kalian mau aku Gantung!" Bentak Refandy dengan kesal.

Tomi dan yang lainnya lari terbirit-birit, mereka tidak mau sang Bos mengamuk lebih parah lagi ... apa lagi menggantung kepala mereka.

••••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status