Share

BAB 4 ALIZIA MORIS

Dari pada jadi gila karena penasaran, akhirnya Sky memutuskan untuk mencari Alizia Moris. Tanpa sepengetahuan siapapun Sky terbang sendiri ke Seattle, dia berencana untuk mengambil Alizia Moris dari sekolah asramanya. Kedengarannya memang agak gila tapi jika memang anak itu yang sekarang menjadi kuncinya, maka Sky harus menyembunyikannya dari siapapun terutama dari Vivian.

Sebenarnya Sky juga belum memiliki rencana bakal dia apakan anak itu nantinya, karena Sky sendiri juga tidak memiliki pengalaman mengurus anak perempuan. Sky adalah anak tunggal karena sejak kecil terlahir di keluarga kaya raya ia pun tidak pernah hidup susah, sudah biasa serba dilayani dan sama sekali tidak pernah berencana memiliki anak yang menyusahkan seperti dirinya. Dari sekilas sejarah itu saja sudah jelas jika Sky bukan orang yang bakal becus untuk ditunjuk sebagai orang tua. Gerald saja yang cukup gila hingga tega menyerahkan putrinya pada pemuda seperti Sky.

Sky sudah sampai di halaman sebuah sekolah elit di kawasan Capitol Hill, tempat di mana juga terdapat universitas-universitas kenamaan dunia dengan lingkungan yang terkenal ramah serta masyarakat berpendidikan tinggi. Sky masih tidak menyangka Gerald menyembunyikan seorang anak haram di tempat seperti ini. Sky mendapat alamat sekolah asrama tersebut dari notaris kepercayaan Gerald, jadi seharusnya memang tidak ada yang pernah tahu mengenai keberadaan Alizia Moris.

Selain sebagai sekolah asrama khusus putri sepertinya sekolah tersebut juga merupakan sekolah yang sangat religius. Hampir tidak ada laki-laki yang berkeliaran di area sekolah. Tak heran jika beberapa suster terlihat canggu ketika menyapa Sky sejak dirinya baru masuk dan berjalan menuju ruang kepala sekolah. Sky memang tampan, bermata biru terang dengan rambut agak ikal keemasan, gaya berpakaiannya juga selalu terlihat mahal dan rapi dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sky merupakan perwujudan sempurna yang bakal membuat wanita tidak akan cukup berani untuk lama-lama menatapnya tanpa tersipu. Bahkan bagi mereka yang berpakaian tertutup dan selalu menggenggam kitab kecil di tangannya.

Sudah hampir setengah jam Sky duduk di ruang kepala asrama, menjadi satu-satunya pria paling tampan yang pernah duduk di ruangan tersebut. Sky sedang menunggu Alizia Moris, gadis itu sedang dijemput oleh suster asramanya. Kedatangan Sky memang mendadak dan mengejutkan karena tidak memberi pemberitahuan sebelumnya jika dirinya akan mengambil Alizia Moris dari sekolah asrama tersebut.

Sky hanya berdoa semoga anak itu tidak takut atau rewel ketika bertemu dengannya. Sky juga sudah memikirkan beberapa rencana licik untuk menyuap anak-anak agar mau ikut bersamanya, Sky sudah menyiapkan kamar untuk anak perempuan dan segala pernak pernik anak gadis belia warna merah muda di apartemen barunya. Apapun akan Sky lakukan untuk bisa membawa Alizia Moris bersamanya.

Usia Sky sekarang sudah hampir tiga puluh satu tahun jadi dalam pikirannya anak berusia enam belas tahun adalah gadis kecil yang mungkin baru mulai beranjak remaja. Jadi Sky sama sekali tidak pernah berpikir Jika Alizia Moris bakal seperti yang dilihatnya kali ini.

Gadis itu berjalan sambil menarik koper merah muda mengekor di belakang suster asrama yang tadi menjemputnya. Ternyata justru Sky yang masih menatap gadis itu dengan bola mata tak bergerak.

Alizia Moris adalah seorang gadis muda dengan rambut gelap dan mata abu-abu terang persis seperti milik Gerald, tingginya bahkan sudah sama dengan Celine. Sama sekali tidak terlihat seperti anak-anak.

"Lizie, perkenalkan Mr. Adington."

"Senang bertemu dengan Anda, Mr. Adington."

"Panggil saja, Sky." Sky berusaha tersenyum ketika menyambut uluran tangan gadis itu meski rasanya masih canggung.

"Mulai sekarang Mr. Adington adalah walimu secara hukum dan dia menjemputmu untuk ikut bersamanya."

Alizia Moris hanya mengangguk pada kepala asramanya dan Sky benar-benar tidak percaya bila dirinya baru saja mendapatkan anak perempuan yang sudah terlalu besar untuk dia urus. Tiba-tiba rasanya jadi kikuk dan canggung.

Sky segera berpamitan pada kepala sekolah dan pengurus asrama sebelum kemudian membawa Lizie bersamanya. Lizie hanya diam mengekor di belakang Sky sambil menarik koper dan menenteng tas punggung kecil yang penuh dengan gantungan kunci warna-warni.

"Kemarikan." Sky meminta koper tersebut untuk dia masukkan ke dalam bagasi.

"Buka saja kuncinya aku bisa memasukannya sendiri."

Sky sempat agak terkejut mendapati penolakan Lizie, tapi Sky masih belum berkomentar dan hanya mempersilahkan gadis itu melakukanya sendiri. Toh, biasanya Sky juga bukan tipe manusia yang suka membantu orang.

Sky langsung duduk di depan kemudi dan taklama Lizie menyusul duduk di kursi belakang sambil melempar ranselnya.

"Terima kasih, Mr. Adington."

"Panggil saja, Sky," Sky mengingatkan siapa tahu gadis itu lupa.

"Terima kasih, Sky." Lizie sengaja mengulang sambil tersenyum mengedipkan sebelah mata ketika balas menatap Sky dari kaca spion.

Baru saat itu Sky mulai sadar jika ada yang tidak beres.

"Kupikir kau sudah tua dan beruban," lanjut gadis itu.

"Berapa usiamu?" Sky langsung menghentikan mobilnya yang baru mulai berjalan dan menoleh ke belakang.

"Sejak kapan anak haram punya data kelahiran yang valid," enteng Lizie sambil mengedikkan alis.

Selama ini Lizie memang tinggal di asrama elite tapi ada satu yang lupa Sky catat, yaitu 'asrama elit untuk anak naka!' lebih tepatnya asrama untuk anak nakal yang dipaksa mengikuti kegiatan religius untuk memperbaiki akhlak.

"Aku sempat hidup di jalanan sampai Mr. Dawson memungutku, dia membawaku ke tempat ini dan sekarang menjadikanmu waliku." Lizie berhenti sebentar untuk melompat dari sela kursi dan berpindah duduk di samping Sky. "Tapi aku lebih menyukaimu, karena kau membawaku keluar dari tempat terkutuk ini!"

Sky masih mencengkram setir dan belum mulai berjalan karena sudah mulai khawatir apa seharusnya dia membiarkan gadis itu tetap tinggal di asrama saja.

"Kuberitahu sebuah rahasia." Lizie sudah kembali bicara.

"Sebenarnya usiaku dua tahun lebih tua tapi karena ibuku buta huruf jadi dia tidak tahu apa yang dia tulis di akte kelahiranku."

"Mustahail!"

Walapun sama sekali tidak percaya tapi Sky tetap mengerutkan alisnya kemudian memperhatikan tubuh gadis muda di depannya yang memang sudah sempurna dan penuh.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?"

"Memangnya kenapa?" Sky buru-buru mengelak setelah tertangkap basah sedang memperhatikan dada Lizie.

"Kau melihatku seperti tukang potong rumput di asrama!"

"Apa maksudmu?"

Lizie cuma menyeringai mengejek respon otak Sky yang lambat. Tentu tukang potong rumput adalah satu-satunya laki-laki yang bisa berkeliaran di asrama anak perempuan dan matanya sering cabul.

"Sudah ayo cepat jalan!" gadis itu bahkan berani mengendikkan dagunya untuk menyuruh Sky.

"Apa ini mobilmu?" Lizie kembali bertanya setelah berapa lama hanya memperhatikan jalanan.

"Aku menyewanya dari bandara."

"Jadi kau akan membawaku ke mana?"

"Kau akan tinggal bersamaku dan mengikuti program home schooling!" tegas Sky masih sambil mengemudi dan sebenarnya itu juga rencana mendadak baru terpikir ketika mulutnya bicara.

"Apa benar kau tinggal di New York?" tadi pengurus asrama Lizie sempat menjelaskan sedikit mengenai siapa Sky Adington.

Sky cuma mengangguk. Sky memang sudah membeli unit apartemen baru di kawasan Fourth Avenue yang masih satu gedung dengan unit apartemen yang ia tempati selama ini dan juga tidak jauh dari gedung kantornya. Sky ingin gadis itu tetap aman dalam pengawasannya dan tidak akan mencurigakan jika Sky bakal pulang pergi ke gedung apartementnya sendiri untuk memantau. Tapi semua rencana itu sebelum Sky tahu jika Alizia Moris adalah seorang gadis bengal yang sepertinya juga bakal hobi menciptakan masalah.

****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
wkwkwkwk... Lom juga sehari sky udah butuh psikiater... wkwkwkwk
goodnovel comment avatar
intan
hohoho jgn sampe stress ya sky😁
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status