Satu minggu berlalu dengan cepat dan untuk pertama kalinya setelah dirundung, Adeera menginjakkan kakinya di sekolah. Kali ini setelah diantar sang ayah, ia juga dikawal Elang dan Reynan. Dengan langkah tegap, ia melangkah, mengacuhkan berbagai tatapan para murid.Mereka bertiga melangkah terus melangkah mengabaikan para murid di sekitar yang berbisik-bisik karena dua siswa tampan telah mengawal gadis seratus kilogram. Beberapa mencibir, tapi ada juga yang semakin kagum pada kedua pemuda itu.“Lu harus pede, anggap kagak ada masalah. Biar yang lain makin cengo,“ bisik Elang. Adeera mengangguk pelan, sebisa mungkin menetralkan dada yang berdebar-debar.Sementara Reynan hanya balas tersenyum saat beberapa siswi melempar senyum sambil melambaikan tangan padanya.“Tebar pesona Lu mah!“ cibir Elang dan Reynan hanya cengengesan.“Ya orang senyum masa gue cuek-cuek aja,“ sahutnya.“Eh beneran Lu kagak takut kalau pamor Lu tiba-tiba meredup terus ngelelep?“ tanya Elang.“Kagaklah. Lagian gue
Dewi CS kembali melancarkan aksinya. Kali ini mereka melakukannya di luar lingkungan sekolah. Mengendap-endap mereka mengikuti Adeera yang melangkah tanpa didamping Elang ataupun Reynan.“Hei, Kuda Nil!“ seru Dewi saat Adeera sedang di halte, menunggu Elang dan Reynan yang masih di sekolah. Para guru memang tengah menghadiri agenda rapat sebelum ujian akhir semester, jadi para murid dipulangkan lebih awal. Mendengar suara itu, Adeera langsung membalikkan badan. Menatap Dewi CS dengan alis terangkat sebelah.“Kalian? Ada apa?“ tanyanya datar, sedatar mimik wajahnya. Dewi CS saling melempar, merasa heran karena tak melihat ketakutan di wajah Adeera.“Lo masih inget kan sama kejadian seminggu lalu?“ tanya Dewi.“Ya jelaslah, mana mungkin gue lupa sama kezaliman kalian semua,“ jawab Adeera sambil bersidekap.“Apa jangan-jangan kalian yang lupa sudah menzalimi gue?“ lanjutnya dengan mata memicing.“Menzalimi, menzalimi! Bahasa Lo udah kek ustadzah aja. Sok alim, Lo!“ umpat Dewi.“Terserah
Hari berganti. Semalaman Adeera dibuat tak bisa tidur membayangkan hidupnya setelah Elang pergi nanti. Berat sekali memang tapi ia sadar, keluarga lebih utama dari seorang sahabat.[Gue sama Elang udah di depan.]Adeera menghela napas berat saat membaca pesan yang dikirim Reynan. Lalu gegas menyeret langkah ke luar kamar.“Loh, nggak sarapan dulu?“ tanya Anjas yang sudah siap di meja makan. Adeera menggeleng.“Rey sama Elang sudah jemput,“ jawabnya.“Ya suruh mereka masuk dong. Kita sarapan bareng,“ sela Vina yang sedang menata sarapan.“Bawa bekal aja deh,“ jawab Adeera. Vina mengangguk.“Dah siap?“ tanya Reynan sambil melirik ke arah Adeera.“Sudah. Jalan, Mang! Tuan sama nyonya ada meeting dadakan,“ jawab Elang sambil tersenyum jahil.“Dih, Lu kira gua supir Lu ngapa,“ balas Reynan, nyo
Waktu bergulir begitu cepat tapi tidak bagi Adeera. Dua bulan rasanya berjalan sangat lamban. Kepergiaan Elang nyatanya membuat hidupnya berubah. Bukan hanya merenggut keceriaan tapi juga bobot tubuhnya.Reynan sendiri bingung harus berbuat apa. Sebisa mungkin ia melakukan apapun supaya gadis pujaannya ceria tapi belum kunjung membuahkan hasil. Adeera masih setia menatap kosong bangku yang dulu dihuni Elang.“Deer, beneran Lu nggak mau ke kantin?“ tanyanya pada Adeera yang kini tengah memandangi layar ponsel. Dua bulan berlalu setelah kepergiaan Elang, tapi hanya beberapa kali saja pemuda itu menghubunginya. Pesan dan panggilan Adeera pun jarang tersentuh.“Nggak deh. Lu aja, gue masih mau di kelas,“ tolak Adeera. Reynan hanya mendengkus kasar. Ingin memprotes tapi tak berani, jadilah ia mengayun langkah ke keluar kelas sambil sibuk mencari cara supaya Adeera tak murung lagi..
“Gimana ujiannya, Lang? Lancar?“ tanya Anggun saat Elang baru merebahkan tubuhnya di karpet.“Alhamdulillah lancar, Mbak. Angga sama Ibu kemana, Mbak?“ Elang balik bertanya. Matanya celingukan mencari sosok Angga. Anak Anggun yang biasanya menyambut dirinya dengan riang.“Lagi ke acara ulangtahunnya anak pak RW.“ Anggun menjawab dengan mata terus menatap pada layar laptop yang menyala.“Gimana orderannya, Mbak? Lancar?“ “Alhamdulillah, Lang. Lancar banget, oh iya bentar lagi kurir pick up, nanti tolong kamu keluarin ya,“ ujar Anggun.“Siap, Mbak.“ Elang menjawab. Matanya tertuju pada tumpukan kerajinan yang sudah dikemas.Waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa, satu tahun sudah Elang berdomisili di Yogyakarta, lebih tepatnya Bantul. Selama itu, pahit manis ketirnya kehidupan sudah ia selami.Selang tiga bulan pindah, sang ayah
“Kenapa kamu cengar cengir gitu?“ tanya Anjas sambil melirik anaknya yang tersenyum malu-malu.“Enggak, Yah. Nggak kenapa-kenapa,“ jawab Adeera. Anjas tersenyum miring lalu merendahkan kecepatan.“Kamu lagi kasmaran ya?“ tanyanya. Mata Adeera membulat sempurna, pipinya pun sontak menghangat.“En-enggak. Ayah apaan sih,“ gerutunya sambil memalingkan wajah.“Ayah pernah muda, Nak. Sudah khatam sama tingkah orang kasmaran,“ kata Anjas dan Adeera bergeming.“Ayah nggak akan larang kamu pacaran tapi ayah jangan sampai salah pilih, Nak. Jadikan dia masa depanmu bukan hanya persinggahan atau kenangan,“ tutur Anjas sambil mengusap puncak kepala sang anak.Adeera terdiam. Dalam hatinya bertanya-tanya, apakah benar yang dikatakan sang ayah? Ia sedang jatuh cinta. Ia memang tak bisa memungkiri perasaan yang selalu hadir di saat ia bersama Reynan. Tatapan, perlakuan dan perhati
Momen perpisahan SMA telah tiba. Adeera begitu menawan dengan kebaya berwarna sage dengan bawahan rok jarik senada. Begitupun dengan Reynan, ia tampak gagah dengan setelan jasnya.“Kita masuk sekarang?“ tanya Reynan sambil mengulurkan tangannya.Adeera mendengkus kasar lalu mengangguk dan menyambut tangan sang kekasih, meski ada rasa kecewa di hatinya. Dulu saat pertama kali mendaftar SMA, ia berangan-angan bisa lulus bersama Elang. Namun harapannya itu sudah pupus. Ditambah semenjak ia dan Reynan menjalin hubungan sebagai kekasih, sahabatnya itu tak bisa dihubungi. Semua nomor dan akun sosial medianya tidak aktif. Menumbuhkan setumpuk kekecewaan di hati Adeera.“Kenapa cemberut?“ tanya Reynan sambil menatap wajah sendu Adeera.“Kamu kangen sama Elang?“ lanjutnya saat Adeera tak kunjung membuka suara.“Seandainya Elang ada sama kita, pasti aku bahagia banget,“ cetus Adeera sambil menahan a
POV AdeeraAku duduk dengan tegak sambil mengaduk jus alpukat yang baru saja diantar pelayan. Pandangan lurus ke depan, pada sosoknya yang empat tahun ini menjadi kekasihku. Kata orang, dicintai itu sangat menyenangkan tapi bagiku sekarang, hal itu malah terasa menyiksa. Reynan Pradipta, lelaki yang di awal masa pacaran kami selalu membuatku nyaman, kini justru sebaliknya. Dia terlalu over protektif, membuatku seperti burung dalam sangkar. Dia memang punya segalanya. Wajah rupawan, bergelimang harta dan punya segunung cinta untukku, tapi nyatanya tak mampu merobohkan dinding keraguan di hati ini. Alih-alih ingin segera jadi istrinya, aku malah dihantui kekhawatiran yang bermuara pada ketakutan untuk membina hubungan yang lebih serius.Bayangkan, empat tahun berpacaran dan selama itu aku tak diperbolehkan memiliki sahabat. Sekalipun perempuan. Bukan hanya itu, dia juga mengatur segala sesuatu yang kulakukan. Lucunya lagi, Mamah justru mendukung, tapi kali ini aku tak dapat lagi mena