Share

Chapter 4

Putus asa, frustasi, stress atau apa lah itu, aku sudah tidak tau harus melakukan apa lagi.

Aku hancur...

Setelah perusahaan dijual untuk melunasi setangah hutang kami, sejak saat itu ayah bekerja di perusahaan temannya untuk mencicil sisa hutang kami.

Dan aku sekarang membantu di toko kecil Ibu, aku sudah mencoba untuk mencari pekerjaan lain tetapi tidak ada yang mau menerima.

Sekarang inilah yang bisa aku lakukan untuk keluargaku, membantu Ibu untuk mengantarkan pesanan kue dari toko Ibu.

Karena ekonomi kami yang sangat sulit, kami telah menjual rumah yang ada di ibukota dan pindah ke pinggiran kota dengan rumah yang lebih kecil.

Sudah menjual rumah dan perusahaan pun hutang kami masih tersisa, sekarang sebagian besar pendapatan kami untuk membayar hutang, sisa nya kami gunakan untuk kehidupan sehari hari.

“Hansel tolong kirimkan kue ini ke pusat kota, alamatnya ada di depan kotaknya.” Ibu memberikan kotak kue kepadaku untuk di antar ke pelanggan kami.

“Ya.”

Saat aku menerima kotak kue, Ibu terlihat pucat sepertinya sudah kelelahan, karena terlalu banyak membuat kue. Tidak tega sebenarnya melihat Ibu kesusahan.

Aku menghela nafas dengan berat, bergegas untuk mengantarkan kue pesanan. Ku kendarai motorku melintasi pusat kota.

Layar besar di tengah kota memperlihatkan acara perilisan penemuan baru yaitu Energizer Food, dan aku melihat tuan Jasper di sana bersama para ilmuan bawahannya.

Sialan bagaimana kejahatan mereka berhasil sedangkan aku disini sangat menderita berkat ulah mereka.

Dengan kesal ku pukul dashboard motor dan merutuki mereka yang membuat ku menjadi seperti ini, awas saja suatu saat nanti akan ku balas mereka.

Setelah melihat jam aku mendapati harus segera mengantarkan kue pesanan, segera aku tancap gas.

Ting...

Pintu kaca otomatis terbuka ketika aku akan melewatinya, ternyata alamat yang aku tuju adalah sebuah hotel yang sangat mewah.

Aku segera menelfon nomor yang tertera di note yang telah Ibu siapkan.

Tutt...

Tut...

'Selamat sore tuan, saya dari Rhett's Bakery sudah di lobby untuk mengantarkan pesanan kue tuan, haruskah saya titipkan di meja resepsionis?’ tanyaku

'Tunggu di sana aku akan mengambilnya sendiri.’

'Baik tuan.’

Aku menunggu sekitar lima menit, ketika seseorang dari arah belakang memanggilku, “Rhett's bakery?”

“Ahh iyaa, ini tuan pesanan anda,” jawabku sambil berbalik dan segera memberikan kotak kue.

“Hah... Lihat ini Jurnalis hebat kita sekarang menjadi seorang pengantar kue,” dengan nada mencemooh orang itu berkata padaku.

Seketika aku mengangkat kepalaku dan melihat ternyata orang yang memesan kue itu adalah Jasper, ketika melihat wajah nya yang menyebalkan aku memendam amarah.

“Ohh... Halo tuan Jasper kita bertemu lagi,” jawabku dengan enggan ingin rasanya langsung menghilang dari sini.

“Wahh... Wah... Wahh... Tidak ku sangka ternyata sekarang kau jadi seperti ini tuan Hansel, kau lihat siapa yang jatuh sekarang,” ledeknya di hadapanku.

“Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi aku akan pergi, permisi tuan dan selamat menikmati,” tukasku dengan cepat berbalik pergi.

Terdengar tawa Jasper dari kejauhan, sialan kenapa malah bertemu langsung dengan Jasper, aihh aku pasti jadi bahan tertawaannya kalau begini.

Sungguh sial bisa bertemu lagi dengan nya, kenapa dia bisa memesan kue di toko ibuku, semoga aku tidak akan bertemu dengannya lagi.

Perasaan kesal ini tetap hinggap di hatiku hingga aku pulang ke rumah, sungguh mengesalkan menjadi bahan olokan oleh musuhmu, memikirkannya lagi membuatku sangat marah.

Jasper berbicara seolah-olah dia tidak tau keadaanku sekarang, padahal dia lah penyebab masalah ini datang padaku. Rasanya ingin ku tonjok wajahnya yang sombong itu.

Huftt...

Yang bisa ku lakukan sekarang hanya lah menghela nafas, berharap itu bisa membuat hatiku sedikit tenang.

Rasanya lelahku berkali lipat hari ini, segera ku istirahatkan badanku, bersiap untuk bekerja keras esok hari.

Hari ini ayahku tidak berangkat kerja karena ia mengeluhkan sakit kepalanya tak kunjung reda. Akhir akhir ini memang Ibu memberi tau bahwa Ayah sering sakit kepala.

Aku khawatir melihat keadaanya seperti itu, ketika aku mengajaknya untuk pergi ke rumah sakit Ayah terus-terusan menolaknya.

Rutinitas aku setiap hari hanya pergi ke toko membantu Ibu, mengantar kan pesanan, lalu pulang untuk beristirahat, walaupun hanya seperti itu tapi sangat lelah ketika melaluinya.

Hari ini sepertinya aku akan mampir ke apotek untuk membelikan obat untuk ayah, setidaknya bisa mengurangi rasa sakit kepalanya bisa menggunakan obat.

Setelah pulang dari toko aku langsung pergi ke apotek, “Permisi apakah ada obat untuk meringankan sakit kepala?” tanyaku kepada apoteker.

“Ini obatnya silahkan tuan,” balasnya sambil menyodorkan sebungkus obat.

“Apakah ini ampuh untuk menghilangkan sakit kepala?”

“Iyaa, ini adalah obat terbaik yang ada di sini,” jawabnya yang entah kenapa terdengar ketus di telinga ku.

“Ahh okee, berapa semuanya?” ucapku sambil mengambil kartu.

“Sepuluh dollar tuan.”

Apa obat bisa berharga semahal ini, tak ku sangka akan semahal ini, tidak apa-apa lah ini juga untuk kesembuhan Ayah.

Segera aku berikan kartu pembayaran kepada apoteker itu.

Srekk...

Srekk...

“Terimakasih tuan,” kata apoteker itu sambil mengembalikan kartuku.

Aku langsung memberikan obat kepada Ayah setelah kembali ke rumah, “Ini obat untuk sakit kepalamu Ayah.”

“Ya, terimakasih Hansel.”

Ayah terdengar sangat lemah, aku semakin khawatir dengan kondisi Ayah. Sepertinya keadaan Ayah semakin memburuk.

“Ayah ayo kita periksa ke dokter saja, kondisimu semakin memburuk,” ajakku merayu Ayah untuk berobat.

“Tidak usah, Ayah tidak apa-apa Hansel,” jawab Ayah meyakinkanku.

“Ya sudah kalau begitu semoga lekas sembuh Ayah.”

Akuu tinggalkan Ayah kepada Ibu, aku sangat khawatir dengan kondisinya tapi beliau teguh dengan pendiriannya untuk tidak pergi ke dokter, semoga saja obat yang aku belikan bisa membantu nya.

Melihat Ayah seperti itu membuat ku tidak berselera makan, selalu terlintas pikiran tentang Ayah ketika aku akan melakukan apa pun, perasaan ini sangat membuatku tidak nyaman.

Ku putuskan untuk membersihkan diri saja, semoga saja kepala dan hatiku bisa dingin kembali ketika tertimpa guyuran air.

Sambil mandi aku merileks kan tubuh dan pikiranku, supaya bisa tenang dan memikirkan cara untuk membujuk Ayah  pergi ke dokter.

Berdiri di bawah guyuran air dingin memanglah hal terbaik ketika dirimu kelelahan, sangat nyaman bisa merasakan ketenangan seperti ini.

Sudah cukup mandi air dinginnya aku melihat jam sudah menunjuk kan waktu hampir tengah malam.

Wahh ternyata aku mandi lama juga, bisa bisa aku ikut sakit jika seperti ini, bergegas untuk istirahat supaya esok hari aku baik-baik saja.

Semoga saja esok hari akan menjadi lebih baik untuk aku dan keluargaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status