"Kapan Cavero kemari?" Natalie mempertanyakan kapan Cavero datang dan memberitahu mereka karena Cavero tidak membahas hal itu semalam. "Dia berbicara dengan kami kemaren waktu kamu masih di klinik. Dia berencana melamar kamu dan dia akan mempersiapkan segalanya. Kamu terlihat tidak senang?" Victor mengangkat alisnya melihat tingkah laku putrinya yang aneh.
"Bagaimana aku bisa senang jika semuanya terlihat mendadak seperti ini. Cavero seolah memutuskan semua itu sendiri. Dia sepertinya tidak memberikan ruang untuk bernapas." keluh Natalie, dia menggigit jarinya kemudian duduk di depan ayahnya.
"Bukankah kamu mencintainya, Natalie? Jika terlihat misterius sejak awal mengapa berhubungan dengan pria seperti itu? Hidup kamu penting untuk Papa sama Mama. Jangan sampai salah memilih pendamping apalagi setelah melakukan pernikahan yang sah. Jika tidak yakin, batalkan saja." saran Victor kepada Natalie yang terlihat gugup.
"Iya, sayang. Kamu gak harus menikah dengan seseorang yang sudah kamu pacari selama 2 tahun kalau kamu tidak yakin karena kehidupan pernikahan tidak seperti kehidupan pacaran." tambah Grace yang tidak merubah keputusan Natalie.
Dia tetap teguh dengan jawabannya malam itu. Dia menerima lamaran Cavero karena dia memang mencintai Cavero. Dia juga tidak mungkin menolak lamaran Cavero karena selain merasa bersalah, masih ada cinta di antara mereka dan Natalie akan bersedih jika kehilangan Cavero. Apa yang dikatakan oleh kedua orangtuanya memanglah benar akan tetapi, Natalie ingin melanjutkan pernikahan ini meskipun dia meragukan alasan Cavero yang ingin menikahinya tiba-tiba.
Hari ini pekerjaannya cukup berat karena dia ada rapat dengan para petinggi rumah sakit. Dia juga harus mendengarkan keluhan para pasien pribadi yang komplain perihal dokter kepada dirinya. Dia harus bertemu dengan Darren sekali lagi tepat di tempat kerjanya. Darren tidak sengaja menangkap Natalie yang tersandung ketika keluar dari elevator. Matanya menatap Natalie begitu tajam sedangkan, Natalie masih memasang mata melotot karena terkejut.
"Natalie, kenapa kamu ada disini?" tanya Darren ketika masih mendekap tubuh Natalie. "Eh, aku bekerja disini, kamu ngapain?" Natalie dengan cepat menjauh dari tubuh Darren.
"Dokter disini? Kebetulan aku disini karena adikku lagi sakit," Natalie menatap Darren gugup karena dia merasa ceroboh siang ini, "Elvin yah? Nanti aku rekomendasikan dokter yang terbaik untuk dia.." ucap Natalie.
"Bukan Elvin. Fransisca, dia ada masalah sama asam lambung, cuma gejala. Cuma semalam dia sampai mabuk berat dan muntah-muntah terus karena itu Mama sama Papa ingin dia dibawa kemari. Dia sudah dirawat.." jelas Darren yang ternyata memiliki saudara perempuan, "Semoga cepet sembuh ya, kalau ada apa-apa atau dokternya bersikap kurang baik nanti kamu bisa hubungin aku, kantor aku ada di lantai 3." balas Natalie yang masih terlihat gugup.
"Kenapa kamu gak kasih nomer kamu aja, Natalie..." ucap Darren lirih, dia baru saja mau mendekat dan merayu Natalie untuk mendapatkan nomernya akan tetapi, Fransisca yang lewat berteriak menganggu moment itu, "Kakak kenapa tinggalin aku sendirian, nanti aku diculik gimana?" ucap Fransisca dengan manja, wajar saja begitu dia merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarga Darren dan Darren sangat menyanyangi adiknya terlebih lagi setelah kejadian tahun lalu.
"Mama belum datang, ya?"
"Darren, aku pergi dulu ya, ada urusan mendadak. Fransisca get well soon yah. Jangan lupa minum obat sama istirahat." Natalie pamit dengan senyuman yang membuat Darren patah hatinya karena seseorang telah lepas dari penjara hatinya.
"Gak mau Mama, nanti diceramahin lagi. Lagian dokter Natalie ngapain dia disini???" Fransisca sepertinya tidak asing dengan Natalie karena dia tau namanya. "Oh, dia kan kerja disini." jawab Darren santai, "Bukan itu maksud aku, aku tau dia kepala dokter disini. Dia ramah kok sama pasien disini. Maksudnya kenapa dia ngobrol sama kakak????" Fransisca menyeringai melontarkan pertanyaan itu kepada Darren.
"Ya kebetulan aja. Dah ah kamu istirahat atau ku panggil Mama ini biar kamu diceramahin, mau?" Darren yang kesal dengan godaan adiknya dia pun mengancam Fransisca. "Gak mau, kakak aja. Sus, boleh pulang ya? Kan udah baik-baik aja." Fransisca memelas meminta perawat agar mengizinkannya pulang sementara Darren menatap adiknya sinis, "Heh, sembuh dulu."
Fransisca dipindah di ruang pribadi dan Darren yang menjaga adiknya 24 jam karena dia sadar betul kejadian tahun lalu mungkin saja terulang lagi. Apalagi akar dari masalah yang Darren hadapi belum tuntas. Seperti pohon, dia menyanyangi itu sepenuh hati akan tetapi, kadang-kadang ketika angin berhembus keras dan menjatuhkan salah satu ranting ke arahnya, maka, Darren terluka. Namun, dia tidak ingin membunuh pohon itu.
Dia hanya bisa menatap adiknya yang sedang tertidur dengan tatapan kosong. Sebenarnya ada pengawal di luar kamar Fransisca akan tetapi, sang tuan putri jelas tidak mau tidur sendirian. Darren juga tak mau jika orangtuanya datang karena semua itu akan memperburuk situasi. Ayahnya sudah pasti akan memarahi Fransisca karena mabuk semalaman sedangkan, ibunya akan mengomel dan menasehati ini itu sementara menasehati Fransisca sama sekali tidak ada gunanya.
***
Natalie tidak menyadari bagaimana takdir dengan begitu cepat mempertemukan mereka lagi. Dia merasa seolah takdir sedang mempermainkan hatinya karena itu membuatnya tidak fokus dalam memilih baju pengantin. Cavero sengaja membawa desainer ke rumah Natalie dengan contoh dress pengantin yang cocok untuk Natalie. Karena pernikahan akan dilaksanakan minggu depan, mereka tidak bisa menjahit baju pengantin yang baru oleh karena itu, Natalie hanya bisa memilih baju pengantin yang sudah jadi saja.
Natalie memilih baju pengantin lengan panjang, memiliki desain bunga di bagian tubuhnya dengan sedikit belahan dan open chest. Cavero tersenyum seketika melihat calon istrinya memakai baju pernikahannya. Cavero mendekat dan mencium Natalie, dia mengatakan bahwa dia senang pernikahan mereka akan segera terjadi.
Cavero juga mengajak Natalie untuk memilih souvenir pernikahan dan mengajaknya untuk melihat venue mereka menikah dan melakukan resepsi nanti. Cavero juga menunjukkan dekorasi yang sudah dia pesan tanpa persetujuan Natalie akan tetapi, Natalie bebas untuk mengganti dekorasi apa saja yang dia mau karena Cavero juga tidak terlalu mengerti dekorasi apa yang sekiranya cocok untuk tempat tertutup seperti gedung ini.
Gedung pernikahan itu dilengkapi dengan CCTV canggih serta tingkat keamanan yang tinggi. Layaknya anak presiden, Natalie heran mengapa Cavero memilih tempat yang seperti ini padahal dia itu kan bukan orang yang terkenal. Cavero hidup seakan-akan ada orang yang mengejarnya sehingga dia harus buru-buru menyelesaikan apa yang telah dia mulai.
"Sejak awal kamu gugup, melamar aku dengan tiba-tiba. Tanggal pernikahan tiba-tiba yang ternyata sudah kamu diskusikan dengan Papa Mama aku. Kamu melakukan semua ini untuk apa??? Apa kamu yakin aku adalah wanita yang tepat untuk kamu jadikan istri?" bukan maksud Natalie mempertanyakan dirinya akan tetapi, dia penasaran dengan latar belakang mengapa Cavero melakukan semua ini secara dadakan, padahal kan bisa jeda beberapa bulan sembari pelan-pelan bekerja dan menyiapkan resepsi, nikahan dan rencana honeymoon akan tetapi, jeda itu hanya seminggu itupun untuk melakukan persiapan.
To be continued...
"Aku ingin kamu mendapatkan kepastian. Kita ini kan sudah pacaran, aku sudah melamar kamu dan kedua orang tua kita juga sudah merestui, apalagi yang kamu mau selain menikah?? Kita juga masih saling mencintai kan, Natalie?" Cavero mengelus pipi Natalie yang terdiam mendengar hal itu, "Iya sudah, aku cuma ingin tau. Kamu baik-baik saja, kan?" Natalie menatap Cavero dalam, "Aku baik dan yakin kamu adalah wanita yang tepat untuk aku jadikan istri." tegas Cavero yang memeluk Natalie di dalam dekapannya.Karena persiapan yang begitu padat sehingga memakan banyak waktu Natalie. Natalie izin untuk libur selama beberapa hari sampai honeymoonnya selesai. Tidak perlu izin sebetulnya, cuma dia hanya ingin tidak hadir saja dan dia sudah mengumumkan itu kepada para pimpinan rumah sakit. Dia dan Cavero memilih makanan dan undangan yang segera mereka sebar baik secara online maupun offline.
"Iya." jawab Natalie dengan nada terpaksa. "Selamat anda berdua telah resmi menjadi suami istri." ucap sang penghulu. Keduanya hanya terdiam sampai Darren bergerak cepat dan membuat Natalie terbangun dari lamunannya. "Natalie awassss!!!!" teriak Darren yang segera mendekap istrinya dan terjatuh dari kursi. Tembakan itu meleset dan Natalie diselamatkan oleh Darren. Penghulu itupun terbunuh di tempat dan semua orang seketika kacau dan panik karena insiden tembakan itu.Darren dengan pelan memeluk Natalie dan mengajaknya merangkak keluar melalui pintu belakang. Semua orang sudah keluar lewat pintu depan termasuk orangtua Darren dan Natalie yang ternyata sudah kenal sejak lama."Dimana sang pengantin, Louis?" Victor bertanya kepada Louis yang merupakan ayah Darren sekaligus sahabat lamanya, "Entahlah, bagaimana bisa semua i
"Aku menikah dengan kamu untuk menyelamatkan Fransisca." Natalie begitu terkejut mendengar semua itu, "Aku tidak peduli, Darren. Aku ingin bercerai. Bagaimana pun caranya aku ingin bercerai. Aku tidak ingin hidup bersama dengan orang yang baru saja aku kenal kemaren, ini rasanya menyiksa." ucap Natalie yang semakin menangis."Tidak bisa, Natalie. Kontrak pernikahan ini menyatakan 6 bulan baru kita bisa bercerai. Aku tidak mengira ada yang menikahkan kita secara paksa seperti ini." ucap Darren yang terdengar sangat innocent di telinga Natalie."Itu karena kamu sudah merencanakan segalanya!!! Kamu ini memang gila, apa di dunia ini tidak ada wanita lain yang bisa kamu jadikan istri dan pelayan nafsumu. Dari jutaan wanita yang ada di Indonesia raya ini, mengapa harus akuuuu, Darren?? mengapa??" Natalie menaikka
Dalam video itu jelas menunjukkan bahwa Cavero diracuni dan dia kesulitan bernapas. Dia terlihat begitu kesakitan dan mencoba untuk bernapas akan tetapi, ketika dia mencoba untuk meraih suatu botol berisi cairan. Salah seorang pria bertopeng hitam yang berbentuk karakter seperti ksatria baja hitam pun muncul dan menjauhkan botol yang mungkin saja berupa cairan penawar racun jauh dari jangkauan Cavero.Cavero semakin menderita dan kehabisan nafas. Hidungnya mulai mengeluarkan darah dan dalam video itu tidak ada suara sama sekali. Bahkan percakapan pria bertopeng dengan Cavero yang entah apa isinya pun tidak terdengar. Mungkin pengirim sengaja mematikan suara di video demi menjaga privasi dan keamaan si pria topeng hitam.Di video yang berdurasi selama 10 menit itu juga menunjukkan bagaimana mereka memandikan serta
Darren melihat pria itu memberontak agar dilepaskan akan tetapi, pria bertopeng itu sangat tidak peduli. Dia justru duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan. Dia membiarkan pria itu terus memberontak sampai dia mengambil sebuah suntikan yang lagi-lagi membuat wajah pria yang dirantai di atas ranjang rumah sakit pun memasang wajah berteriak.Darren tak mau berlama-lama karena dia merasa ngilu melihat hal tersebut. Dia sejenak berpikir mungkin itu hanya bayangannya saja. Ketika dia menjauh dia merasa seolah seluruh ruangan ini gelap, tidak ada cahaya apa pun. Dia mencoba mencari cara untuk keluar dari ruangan ini dengan meraba ke setiap dinding. Dia berhasil keluar dan apa yang dilihatnya mungkin saja hanya bayangannya."Besok ada rapat dengan Perusahaan Stanfield jam 7 pagi, online. Jangan lupa siap-siap. Awasi
"Dia tidak ada di tempat itu? Bagaimana bisa?" tanya Darren memastikan, "Iya benar, tempat ini bersih setelah pembunuhan Feni." jawab pria itu singkat. "Ya sudah, cari di tempat lain. Jika perlu cari di tempat ini." Darren memijat keningnya sembari memerintahkan anak buahnya. "Baik, boss. Kami akan memanggil Nino." Darren menganggukan kepalanya dan mengiyakan hal tersebut.Tempat itu sepertinya tidak asing. Pembunuhan Feni bukanlah hal yang dia tidak tau. Dia tau apa alasan dibalik semua itu akan tetapi, itu tidak penting. Dia tidak ingin apabila kehidupan pribadinya sampai tercampur dengan kasus-kasus yang sama sekali tidak memberikan keberuntungan untuknya. Dia lebih baik fokus dengan kehidupan keluarganya dan mencoba mendapatkan hati Natalie.Terus terang Darren tidak mengerti kenapa dia begitu khawatir dan peduli ke
Mentari pagi menyambut hari Natalie yang indah. Dia berjalan melewati lorong rumah sakit, melewati taman bunga lili yang indah dan mawar merah merona yang mempesona hatinya. Dia seketika mengingat ucapan dari Darren waktu itu. Dia mempertanyakan kepada dirinya sendiri apakah dia bisa bertahan hidup bersama dengan pria yang selalu memiliki hasrat untuk mencintanya?Natalie selalu berpikir bahwa yang diucapkan Darren adalah sekumpulan kata palsu tanpa makna. Namun, dia menyadari beberapa hal, tatapan Darren, cara Darren menyentuhnya dan memberinya kasih sayang. Semua itu terasa berbeda bagi Natalie. Dia sudah melupakan Cavero sepenuhnya akan tetapi, dia juga tidak bisa jatuh cinta dengan begitu cepat.Dia ingin memberi jarak antara luka dan cinta yang baru. Dia ingin memberi jeda atas waktu yang telah dia lewati dengan apa yang akan dia lewati. Dia sedang berada di tengah-tengah kebingungan antara apakah dia sedang jatuh cinta dengan Darren atau tidak namun, jantungnya selalu berdetak k
Jika mengenal Darren bisa membuat Natalie begitu candu karena dia bisa melupakan masa lalunya dengan cepat. Dia tak bisa menolak ajakan Darren untuk liburan sekaligus bulan madu di Eropa. Bukan hal yang sulit untuk pria kaya seperti Darren mengajak istrinya untuk berlibur apalagi cuma sekedar bulan madu di Eropa selama 2 minggu. Pasangan itu bisa saja menghabiskan uangnya untuk berlibur mengunjungi seluruh dunia akan tetapi, mereka tidak punya waktu untuk berlibur lama-lama. Natalie masih jual mahal meskipun dia mengistirahatkan pikirannya sejenak dari misteri pembunuhan Cavero yang kasusnya kini ditutup. Dia tak ingin apabila terus bertanya akan tetapi, tidak mendapatkan jawaban atau clue dari pertanyaanya.Dia menyiapkan barang-barangnya untuk bulan madu. Dress, sweater, jaket, lingerie dan perlengkapan kosmetik yang di bantu oleh asistennya. Dia juga menyiapkan koper Darren yang terlihat lebih sederhana daripada miliknya. "Jadi gimana, Nat? udah siap semua kan?" tanya Devina di t