"Dia tidak ada di tempat itu? Bagaimana bisa?" tanya Darren memastikan, "Iya benar, tempat ini bersih setelah pembunuhan Feni." jawab pria itu singkat. "Ya sudah, cari di tempat lain. Jika perlu cari di tempat ini." Darren memijat keningnya sembari memerintahkan anak buahnya. "Baik, boss. Kami akan memanggil Nino." Darren menganggukan kepalanya dan mengiyakan hal tersebut.
Tempat itu sepertinya tidak asing. Pembunuhan Feni bukanlah hal yang dia tidak tau. Dia tau apa alasan dibalik semua itu akan tetapi, itu tidak penting. Dia tidak ingin apabila kehidupan pribadinya sampai tercampur dengan kasus-kasus yang sama sekali tidak memberikan keberuntungan untuknya. Dia lebih baik fokus dengan kehidupan keluarganya dan mencoba mendapatkan hati Natalie.
Terus terang Darren tidak mengerti kenapa dia begitu khawatir dan peduli ke
Mentari pagi menyambut hari Natalie yang indah. Dia berjalan melewati lorong rumah sakit, melewati taman bunga lili yang indah dan mawar merah merona yang mempesona hatinya. Dia seketika mengingat ucapan dari Darren waktu itu. Dia mempertanyakan kepada dirinya sendiri apakah dia bisa bertahan hidup bersama dengan pria yang selalu memiliki hasrat untuk mencintanya?Natalie selalu berpikir bahwa yang diucapkan Darren adalah sekumpulan kata palsu tanpa makna. Namun, dia menyadari beberapa hal, tatapan Darren, cara Darren menyentuhnya dan memberinya kasih sayang. Semua itu terasa berbeda bagi Natalie. Dia sudah melupakan Cavero sepenuhnya akan tetapi, dia juga tidak bisa jatuh cinta dengan begitu cepat.Dia ingin memberi jarak antara luka dan cinta yang baru. Dia ingin memberi jeda atas waktu yang telah dia lewati dengan apa yang akan dia lewati. Dia sedang berada di tengah-tengah kebingungan antara apakah dia sedang jatuh cinta dengan Darren atau tidak namun, jantungnya selalu berdetak k
Jika mengenal Darren bisa membuat Natalie begitu candu karena dia bisa melupakan masa lalunya dengan cepat. Dia tak bisa menolak ajakan Darren untuk liburan sekaligus bulan madu di Eropa. Bukan hal yang sulit untuk pria kaya seperti Darren mengajak istrinya untuk berlibur apalagi cuma sekedar bulan madu di Eropa selama 2 minggu. Pasangan itu bisa saja menghabiskan uangnya untuk berlibur mengunjungi seluruh dunia akan tetapi, mereka tidak punya waktu untuk berlibur lama-lama. Natalie masih jual mahal meskipun dia mengistirahatkan pikirannya sejenak dari misteri pembunuhan Cavero yang kasusnya kini ditutup. Dia tak ingin apabila terus bertanya akan tetapi, tidak mendapatkan jawaban atau clue dari pertanyaanya.Dia menyiapkan barang-barangnya untuk bulan madu. Dress, sweater, jaket, lingerie dan perlengkapan kosmetik yang di bantu oleh asistennya. Dia juga menyiapkan koper Darren yang terlihat lebih sederhana daripada miliknya. "Jadi gimana, Nat? udah siap semua kan?" tanya Devina di t
"Siapa?" Natalie bertanya ketika Darren selesai bicara di telpon. "Mama. Dean katanya dipindahkan tugas jadi pengawal Fransisca karena previous bodyguard dia just died.""Haaa?" Natalie memelototkan matanya terkejut. "Kok bisa gitu, kenapa?" "Karena Fransisca diserang dan pengawalnya mencoba menyelamatkannya. Dia justru mati karena tertikam oleh pisau beracun. Dean baru saja mengirim pesan dan menjelaskan semuanya." jelas Darren sembari membaca pesan yang dikirim oleh Dean."Apa ini ada hubungannya dengan pernikahan kita? Aku sempat melawan kamu dengan tidur di kamar tamu dan tidak tidur di samping kamu?" Natalie mendekat dan menatap Darren yang terlihat bingung sendiri. "Kalau memang benar begitu, apakah mereka mengawasi gerak-gerik kita selama ini?" "Semua ini terdengar tidak masuk akal. Apa manfaatnya kita menikah dan memenuhi semua aturan itu?" Darren bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Banyak yang terlintas di pikirannya. Jika pernikahan ini adalah sebuah jebakan untuk balas
Natalie dan Darren bersiap sebentar setelah itu mereka segera turun ke lantai pertama untuk makan malam bersama dengan Lincoln Carter. Setelah melewati tangga dan lorong yang cukup panjang, mereka sampai juga di sebuah ruang makan dengan suasana yang agak gelap. Tidak ada lampu melainkan lilin yang dihidupkan di sepanjang sisi ruangan. Terdapat foto Dinda dan Lincoln yang terpajang. Meja makan di ruang makan ini cukup besar karena memiliki jumlah 12 kursi di samping dan depannya. Mungkin saja Lincoln masih memiliki tamu, Lincoln memilih mengasingkan diri dari keluarga dan pekerjannya dan tinggal di Italy untuk alasan yang tidak diketahui. Louis dan Stacy juga jarang pergi kesini. Mereka datang ketika Fransisca memaksa ingin liburan ke kastil ini saja karena menurut Fransisca tempat ini sangat indah dan menenangkan. Lincoln juga menyayangi cucu perempuan satu-satunya itu. Natalie dan Darren duduk bersebelahan sedangkan, Lincoln duduk di samping mereka. Hidangan masakan khas Italia di
Setelah dekorasi pernikahan selesai. Semua persiapan selesai, menjelang malam mereka berdua agak kelelahan dan tertidur tanpa ada romansa percintaan. Stacy menelpon bahwa dia tidak bisa datang karena Fransisca tiba-tiba sakit jadi, yang datang cuma Elvin dan tunangannya, Irene. Darren merasa sedih karena orangtuanya tidak bisa hadir. Namun, setidaknya mereka akan hadir ketika makan malam tiba."Kenapa?" Natalie yang baru bangun pun kebingungan dengan ekspresi suaminya yang tampak sedih. "Mama sama Papa gak bisa datang karena Fransisca lagi sakit dan mereka cuma bisa datang nanti pas dinner..." jawab Darren terdenga sendu.Natalie mendekat dan mencium pipi suaminya. "Bisa postpone besok kok, ada berapa tamu memangnya?" tanya Natalie penasaran karena dia tidak mendapatkan informasi jumlah tamu yang diundang oleh Lincoln. "Ada sekitar 500 orang dan mereka semua rekan bisnis..." Natalie seketika terkejut mendengar jawaban Darren. Dia memelototkan matanya ke arah Darren dengan serius. "It
Darren menggenggang erat pergelangan tangan Natalie dan mengajaknya keluar dari kamar Fransisca. Ketika keluar mereka melihat lantai yang sudah bersih dan kamar mereka juga sudah dirapikan oleh para pelayan yang bekerja dengan cepat. "Apa yang terjadi?" Darren bertanya karena tadi pagi pelayan sudah membereskan kamar mereka. "Polisi sudah memeriksa tempat ini, Tuan. Mereka mengatakan bahwa tempat ini begitu berantakan ketika mereka datang dan ketika mereka selesai memerika tempat ini maka, mereka memerintahkan saya untuk merapikan kembali kamar ini, Tuan." jelas sang pelayan sembari menundukkan kepalanya. "Baiklah, keluar kamu dari sini dan jangan masuk sampai saya panggil lagi nanti!!" perintah Darren yang dianggukan oleh sang pelayan. "Aku tidak ingin apabila kamu terus ikut campur dalam masalah seperti ini!!!!" teriak Darren yang sudah menahan emosinya ketika ada orangtuanya. Sekarang dia melepaskan lava itu tepat di wajah istrinya. Dan tanpa Darren sadari, amarah itu membakar s
"Akan lebih baik jika kita pergi ke Paris. Kita sudah terlalu lama disini karena acara pernikahan ini dan aku tidak ingin membuang waktu karena ada banyak pekerjaan." jawab Darren singkat. Natalie terus memperhatikan ke arah Lincoln yang sedang sarapan bersama anak, menantu dan cucunya. Hanya Darren dan Natalie saja yang tidak hadir."Terdengar bagus. Aku cuma ingin mengatakan bahwa semua ini masih belum berakhir, Darren. Aku sama sekali tidak mengerti apa alasan kamu selalu mendominasi di antara hubungan kita akan tetapi, aku tidak ingin ada yang tersakiti..." ucap Natalie. Darren mengangkat alisnya sebelah, "Aku tidak tau kamu ingin berbicara tentang apa. Namun, jika membicarakan tentang hal kemaren aku tidak akan setuju. Keputusan itu tidak bisa didiskusikan lagi dan aku tidak ingin membicarakannya lagi!!" tegas Darren sekali lagi. "Aku akan pergi mandi. Kita akan berpamitan dan bersiaplah!" perintah Darren kepada istrinya akan tetapi, Natalie harus mencari alasan untuk menolak a
Setelah Natalie membereskan barang-barangnya dan memastikan tidak ada yang ketinggalan. Dia dibantu dengan pelayan yang membawa kopernya dan koper Darren pun segera ke lantai bawah untuk menemui Darren. Dia sudah siap memakai sweater dan celana panjang sama seperti Natalie akan tetapi, Natalie memakai topi musim dingin berwarna merah. Dia juga mengenakan jas winter warna merah cabai. Sangat cetar di mata Darren. "Kenapa tiba-tiba berubah pikiran, sayang? Aku pikir kamu sedang sakit?" Darren mengangkat alisnya sebelah heran. "Aku sudah merasa lebih baik dan kamu benar tentang kita yang tidak boleh membuang banyak waktu. Aku punya banyak pekerjaan di Indonesia..." keluh Natalie sembari memposisikan badannya di mobil. "Kenapa tidak langsung balik aja ke Bali. Kalau kita berdua punya banyak pekerjaan." saran Darren. "Aku tidak ingin melewatkan sehari saja di Paris. Walaupun ucapanmu tak indah, aku akan tetap menjadi pendengar setia untuk puisimu." Natalie tersenyum tipis memandangi suam