Pada tahun 1272 Bangsa Mongol berhasil menaklukan Dynasti Song, membuat bangsa Han harus merelakan negara mereka di pimpin oleh Bangsa asing.
Pemerintah Mongol yang di pimpin oleh Kubilai Khan resmi mendirikan negara yang di beri nama Yuan Raya.Sejak kerajaan Song runtuh, bangsa Han mulai kehilangan kepercayaan diri.Bangsawan serta mantan pembesar Song memilih bersembunyi agar keluarga mereka selamat.Hal tersebut juga terjadi di dunia persilatan, para pesilat bangsa Mongol yang terus membanjiri Tiongkok membuat kerusuhan dan menantang para pesilat Han, tetapi para pesilat bangsa Mongol masih menahan diri dan tidak terlalu berani lebih jauh mencampuri urusan bangsa Han karena para pesilat bangsa Han mempunyai 8 tokoh yang sangat di segani oleh dunia persilatan, termasuk para pesilat dari Mongol.Walau ke delapan tokoh tersebut terbelah menjadi dua dan saling berseberangan, tetapi mereka dalam satu hal mempunyai satu kesamaan, mereka sangat membenci bangsa Mongol yang sudah menjajah bangsa Han, itu sebabnya para pesilat Mongol tidak berani ikut campur terlalu jauh, karena adanya kedelapan tokoh tersebut.~Dunia persilatan Tiongkok terbagi menjadi dua golongan.Golongan hitam dan putih.Golongan hitam di pimpin oleh Su-Tay-Ok-Ji ( empat Maha jahat ) 4 tokoh pendekar yang menjadi pemimpin dari golongan hitam.Sedangkan golongan putih di sebut, Su-Toa-Thian-Su ( empat besar Rasul langit ) 4 tokoh yang di percaya oleh golongan putih mempunyai kesaktian paling Tinggi di kolong langit.Kedua kelompok selalu bertarung untuk memperebutkan posisi puncak yang diadakan 10 tahun sekali di puncak gunung Thian San.Ke empat para Rasul dunia Persilatan walau mereka berkumpul dan mengeroyok hanya bisa melukai tanpa bisa membunuh Ang-Bin Moko, salah satu tokoh Su Tay Ok JiDi pertemuan terakhir tersebut, kejadian mengerikan terjadi saat pemimpin dari Su-Tay-Ok-Ji tewas oleh Am Gi ( senjata rahasia ) beracun saat tengah bertempur melawan para pendekar Su-Toa-Thian-Su.Ang-Bin Moko ( Iblis muka merah ) pemimpin dari golongan hitam tersungkur dengan punggung terkena lemparan paku beracun dan tewas di arena pertempuran.Suasana langsung geger dan pertempuran langsung di hentikan, semua pendekar dari golongan hitam dan putih mencari siapa yang melempar paku beracun dan berhasil menewaskan Ang-Bin Moko.Su-Tay-Ok-Ji dengan tewasnya Ang-Bin Moko sebenarnya hati mereka senang tetapi mereka tidak berani menunjukkan kesenangan mereka, karena Iblis muka merah adalah tokoh yang mempunyai kesaktian diatas mereka.Su-Tay-Ok-Ji merasa Ang-Bin Moko tidak sejalan dengan mereka yang gemar membunuh dan membuat huru-hara di dunia persilatan.Sementara golongan hitam sangat terpukul dan berjanji akan terus mencari siapa orang yang sudah membokong pemimpin mereka.~Empat puluh hari sejak kematian Ang-Bin Moko, perkampungan merah tampak lengang, hiasan bendera putih tanda berkabung masih terlihat di setiap sudut perkampungan.Perkampungan merah adalah tempat tinggal Ang-Bin Moko bersama murid serta istrinya, tidak banyak yang tahu tentang perkampungan merah yang terletak di pinggiran sungai Huang Ho karena Ang-Bin-Moko memang tidak pernah memberi tahu dimana tempat ia tinggal kepada para sekutunya.Puluhan bayangan hitam bergerak cepat menuju ke arah perkampungan di pinggir sungai Huang HoPerkampungan di kelilingi oleh pagar tinggi yang terbuat dari kayu dan di hiasi oleh bendera-bendera putih tanda sedang berkabung.Puluhan bayangan hitam setelah melihat situasi aman, mereka lalu masuk ke dalam perkampungan tersebut.Suara tanda bahaya serta teriakan-teriakan terdengar dari dalam perkampungan tersebut saat para penyusup berhasil di ketahui oleh sang penghuni.Seorang wanita paruh baya berpakaian putih dengan wajah penuh duka menatap seorang anak berusia 7 tahun di depannya.“Ibu sudah menyangka hal ini akan terjadi, tetapi ayahmu selalu saja keras kepala dan ingin membuktikan bahwa ia adalah tokoh nomor 1 di dunia persilatan.“Kau pergi dari sini dan bawa kitab pusaka keluarga kita dan pelajari, setelah kau berhasil mempelajari kitab yang ada di dalam kantong ini, balaskan dendam ayah serta keluargamu,” wanita paruh baya tersebut berkata kembali sambil menatap tajam putranya.“Thian Sin! Setelah kau besar nanti, kau harus memakai gelar Ang-Bit-Sat-Sin ( Elmaut berwajah merah ) habisi semua orang yang sudah mencelakai keluarga kita dan ingat pesan terakhir ibu.“Jangan percaya dengan kata manis dari orang-orang di sekitarmu, karena itu akan membuatmu jatuh dalam jurang kehancuran.Sesudah memberi nasehat dan arahan, wanita paruh baya tersebut lalu memeluk sang putra, setelah puas memeluk dan menciumi wajah putra yang ia kasihi, sang ibu berkata.“Cu Liang! Tolong bawa anakku pergi dari sini.”“Baik Subo.”Cu Liang yang merupakan murid pertama dari Ang-Bin-Moko berkata sambil anggukan kepala, mendengar perintah istri sang guru.“Tidak….aku tidak mau pergi dari sini, aku mau tinggal bersama ibu,” ucap Thian Sin.Tanpa menunggu perintah lagi sesudah mendapat isyarat dari sang Subo, Cu Liang langsung menyambar tubuh Thian Sin, lalu membawanya pergi melalui pintu belakang.Sementara para penyusup sudah mulai masuk ke ruangan dalam, gelak tawa para pembunuh terdengar dari ruangan tengah ketika mereka membantai para pelayan serta anggota perkampungan yang berusaha melawan.Perkampungan merah sebenarnya bukan perkampungan yang mudah untuk di serang, mereka mempunyai orang-orang sakti yang di takuti oleh kaum dunia persilatan, tetapi mereka tidak tahu bahwa sumur yang airnya mereka ambil untuk sehari hari sudah di beri racun pelemah tenaga, sehingga tenaga dalam mereka lenyap dan menjadi bulan-bulanan para penyusup.Cu Liang sambil membawa pergi Thian Sin, terus mengibaskan pedangnya ke kiri dan kanan berusaha menghalau para penyusup yang jumlahnya semakin bertambah banyak.“Celaka! Kenapa tenaga dalamku seperti timbul tenggelam,” batin Cu Liang sambil menangkis tebasan pedang lawan.Trang!Cu Liang mundur dengan tangan bergetar, matanya menatap ke arah sekeliling, ketika melihat perahu kecil tertambat di sisi sungai, Cu Liang langsung melesat ke arah perahu, sambil di kejar oleh para penyusup.Seorang pria bertopeng hitam meminta satu busur kepada anak buahnya, sesudah memasang anak panah, tangannya menarik tali busur dan melepaskan setelah membidik tubuh Cu Liang.Shing!Suara mendesing dari anak panah terdengar, tidak lama kemudian panah tepat menancap di punggung Cu Liang.Jleb!Cu Liang hanya bisa menyeringai menahan sakit, tetapi ia terus bergerak ke arah perahu kecil.“Paman….paman Cu!? Teriak Thian Sin melihat dari bibir sang paman mengalir darah segar.“Anak Thian, Kau pergilah! Ingat pesan terakhir dari Subo ( istri guru ) balaskan dendam ayahmu.”Cu Liang lalu meletakan Thian Sin di dalam perahu, kemudian menebas tali yang mengikat perahu dan mendorong perahu dengan sekuat tenaga ke arah sungai.Perahu meluncur deras menuju tengah sungai dan mulai mengikuti arus.Thian Sin dari dalam perahu menatap ke arah Cu Liang, murid setia sang ayah yang di kepung oleh musuh, sambil bertempur mata Cu Liang tidak pernah lepas dari perahu yang terus bergerak mengikuti arus sungai.Perlahan gerakan Cu Liang melemah seiring dengan banyaknya luka bacok serta tusukan tombak, akhirnya mata Cu Liang menutup ketika ia tidak bisa melihat perahu yang di tumpangi oleh anak sang guru.Tetapi bibir Cu Liang tersenyum, karena pesan terakhir dari Subo untuk menyelamatkan putra sang guru sudah berhasil, walau dirinya harus mati tetapi kematiannya tidak sia-sia, Cu Liang sebelum menghembuskan napas terakhir berharap dalam hati.“Thian Sin! Balaskan dendam kami.”Di dalam gubuk kecil di tengah hutan yang berada di pinggiran sungai, dua orang lelaki berwajah menakutkan berdiri di depan pintu gubuk.“Apa kalian sudah menemukan kitab pusaka Ang-bin-Moko? Tanya suara berat dari dalam rumah.“Kami berdua sudah mencari di seluruh rumah dan perkampungan, tetapi tidak ada apa-apa, jangan kan kitab, benda berharga juga tidak kami temui,” gerutu seorang pria bertubuh pendek.“Aneh! Kemana semua pusaka milik perkampungan merah, apa mereka sudah tahu akan penyerangan dan menyembunyikan semua pusaka? Batin Pria di dalam gubuk.“Tuan Lo! Kami sudah melaksanakan tugas kami, pusaka apapun kami tidak berminat, tetapi kami sudah puas dengan tewasnya Ang-bin-Moko, karena menurut kami dia bukan golongan hitam sejati dan dia tidak pantas menjadi pemimpin golongan hitam.“Tutup mulut dan Jangan sebut namaku!? Bentak pria dari dalam gubuk, “kalian pergi dan ambil hadiah yang sudah di siapkan,” lanjut perkataan pria tersebut.Kedua lelaki berwajah menakutkan tersebut
Kedatangan Thian Sin di perkumpulan sungai panjang menarik perhatian para anak murid perkumpulan sungai panjang yang sebaya dengannya, salah satunya adalah Kin Bwee, anak dari Pangcu Jiang-Kiang-PangKin Bwee setelah tahu Thian Sin tinggal di rumah kakek Hay, ia mengajak kawan-kawannya untuk melihat Thian Sin.Kin Bwee tertegun melihat bocah berwajah tampan tengah jalan sambil memanggul papan.“Apa dia yang bernama Thian Sin? Tanya Kin Bwee.“Benar Siocia! Jawab A Gu.“Kenapa sih Suheng selalu memanggilku Siocia, panggil saja aku Sumoi, aku kan adik seperguruan Suheng,” Kin Bwee berkata dengan nada kesal, sudah sering ia beritahu A Gu untuk tidak memanggilnya Siocia ( nona ) tetapi tidak di indahkan oleh A Gu.A Gu hanya tundukan kepala mendengar perkataan sang Sumoi, A Gu yang ber umur 12 tahun memang sangat hormat kepada Kin Bwee beserta keluarganya, karena A Gu di angkat murid oleh Kin Tho sesudah Kin Tho berhasil menolong ia beserta keluarganya dari rampok gunung yang menyerang pe
Thian Sin terkejut mendengar perkataan kakek Hay, tanpa banyak bicara Thian Sin melesat ke arah dapur, kemudian mengambil air lalu air tersebut di taruh ke dalam baskom.Raut wajah Thian Sin berubah pucat, ketika melihat seluruh kulit wajahnya berubah warna menjadi merah, mirip seperti wajah sang ayah.“Apa yang salah? Menurut keterangan yang di tulis oleh ayah jika mempelajari Hud Kong Sing Kang, racun ular merah tidak menyebar,” batin Thian Sin.“Jelaskan kepada kakek kenapa wajahmu menjadi merah? Terdengar suara kakek Hay di belakang Thian Sin.“Aku kemarin memetik buah berwarna merah di hutan, setelah makan buah itu, tubuh Thian Sin gatal-gatal, Thian Sin lalu tidur untuk menghilangkan gatal, pas Thian Sin bangun sudah seperti ini,” jawab Thian Sin.“Celaka! Kau keracunan, nanti kakek panggilkan tabib untuk memeriksa tubuhmu,” balas Kakek Hay dengan nada khawatir ketika mendengar perkataan Thian Sin.“Ja….jangan, kek! Biarkan saja, nanti juga hilang sendiri, Thian Sin sudah tidak
Thian Sin menggerakan kedua tangan turun naik, kemudian berputar lalu tubuhnya bergerak menghantam batu besar yang ada di depan.Sebelum telapaknya tangannya menyentuh batu, kedua telapak tangan Thian Sin berubah warna menjadi merah.Blar!Batu besar hancur dan serpihan batu berubah warna menjadi merah.Thian Sin tersenyum melihat hasil yang ia peroleh sambil melihat kedua tangan.“Ban-tok-Ciang ( tangan selaksa racun ) dari Ang-tok-Jiu sangat dasyat,” batin Thian Sin melihat hasil yang ia peroleh.Thian Sin sangat senang dengan hasil yang ia peroleh, kini racun merah benar-benar terkunci di titik jalan darahnya dan racun hanya bisa keluar menyebar ke seluruh tubuh jika ia membuka dan menyalurkannya menggunakan tenaga Hud Kong Sing Kang.Racun merah juga tidak bisa melukai Thian Sin, karena tenaga Hud Kong Sing kang melindungi seluruh tubuh bagian dalam.Jika ada kesempatan berlatih, Thian Sin berlatih di hutan ini untuk belajar dan mematangkan ilmu Ang-tok-Jiu, pohon-pohon di sekitar
Hari yang di tunggu oleh semua orang di perkumpulan sungai panjang, akhirnya tiba.Rumah-rumah yang di hias, bendera serta umbul-umbul menghiasi sepanjang jalan yang menuju perkampungan sungai panjang untuk menyambut kedatangan tamu istimewa.Satu kapal besar bersandar di dermaga sungai, beberapa orang tampak turun dari kapal tersebut.Kin Tho bersama para tetua yang menyambut kedatangan Yu Lai di dermaga tersenyum ketika melihat seorang pria dengan rambut putih turun dari kapal.Yu Lai jalan di dampingi oleh seorang pemuda tampan beserta dua orang lelaki, satu orang biksu dan seorang lagi pria tua yang tidak lain adalah Tay Hu, wakil dari Yu Lai.“Selamat datang di perkumpulan sungai panjang, Taihiap! Kin Tho berkata sambil memberi hormat saat Yu Lai ada di hadapannya.“Terima kasih sudah mengundang kami Pangcu, satu kehormatan buat lembah pedang bisa datang ke perkumpulan sungai panjang,” Yu Lai membalas perkataan serta penghormatan dari Kin Tho.Kin Tho sangat senang dengan balasan
Kening di wajah Yu Lai mengerut mendengar nama Ang-bit-sat-Sin ( Elmaut berwajah merah )Kin Tho melesat ke tengah Bu-koan, setelah berdiri di sisi Kin Bwe, Kin Tho memberi hormat dan berkata.“Taihiap! Aku adalah Kin Tho, Pangcu sungai panjang, jika Taihiap berkenan datang berkunjung ke perkumpulan ku, harap unjukan diri agar bisa bercakap-cakap karena di sini juga ada Yu Lai Taihiap serta Biksu Tat Mo.”Kin Tho sengaja menyebut nama Yu Lai dan Biksu Tat Mo agar orang tersebut berpikir dua kali jika ingin berbuat onar di perkumpulannya.Baru saja Kin Tho selesai bicara, satu bayangan bergerak melesat di atas para penonton.Whut….tap!Seorang pria dengan rambut ter urai panjang serta setengah wajahnya tertutup topeng dari kulit sudah berdiri di tengah Bu-koan.Suara dingin terdengar dari mulut pria bertopeng, “maaf sudah mengganggu acara Pangcu Sungai Panjang.”“Taihiap kenapa harus datang seperti ini? Kalau Taihiap datang secara baik-baik kami dari perkumpulan sungai panjang pasti ak
Yu Lai serta Biksu Tat Mo saking terkejut melihat raut wajah merah yang selama 10 tahun kebelakang menjadi momok menakutkan di dunia persilatan, sampai lupa untuk mengejar Thian Sin yang melarikan diri, padahal jika saat itu Thian Sin di serang, ia pasti kalah.Dada Thian Sin terasa sesak setelah menerima pukulan Tat Mo, itu sebabnya sambil menahan rasa sakit di dada Thian Sin langsung pergi meninggalkan Bu Koan.Setelah mengganti pakaian serta sedikit membersihkan noda darah di bibir, Thian Sin kembali ke rumah Kin Tho.Suasana di rumah sang Pangcu langsung ramai, ketika Thian Sin hendak masuk dari sisi rumah terdengar suara A Gu.“Darimana saja kau? Tanya A Gu.“Dari belakang, Suheng! Perut ku tidak bisa di ajak kompromi, baru makan yang enak enak sudah minta di keluarkan lagi,” jawab Thian Sin sambil balik bertanya.“Ada apa, kenapa semuanya meninggalkan Bu Koan, apa acaranya sudah selesai?“Guru serta Yu Lai Taihiap dan biksu Tat Mo sedang berunding di dalam, membahas musuh yang b
Thian Sin sangat tertarik dengan kitab pemberian dari kakek Hay dan terus membuka serta membaca isi dari kitab tersebut.“Sepertinya ini kitab ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi,” batin Thian Sin setelah membaca isi kitab.“Darimana kakek dapat kitab ini? Tanya Thian Sin.“Dulu sewaktu kakel tengah memancing ikan untuk makan, ada mayat tersangkut di semak-semak sisi sungai, aku menarik mayat dari sungai untuk di makamkan, sebelum kakek makamkan, kakek memeriksa tubuh orang itu dan menemukan kitab ini,” jawab Kakek Hay.Thian Sin lalu memberitahu kitab apa yang di berikan sang kakek.“Itu bagus! Kau pelajari isinya agar tuan Thian Bu bisa tersenyum di atas sana,” balas kakek Hay sambil lanjut berkata.“Kau tekuni saja kitab itu! Mulai sekarang kau tidak usah membantuku membuat perahu, tetapi jika kau sudah mempelajari kitab, bakar kitab tersebut karena aku yakin itu adalah kitab pusaka yang menjadi rebutan, terlihat dari mayat yang aku makamkan, tubuhnya penuh dengan luka.”Thian Si