Dosa Dibalik Cadar

Dosa Dibalik Cadar

Oleh:  Ana_miauw  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
77Bab
237Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Bolehkah Salwa marah kepada takdir? Selama ini, Salwa tak pernah mengeluh diberi nasib seperti apapun setelah ia meninggalkan dunia gelapnya. Salwa sudah teramat menyesalinya dan selalu berusaha memperbaiki. Tapi apa sedemikian besarnya kesalahan yang ia perbuat, sehingga hukuman seperti tak henti-hentinya diterima? Tidakkah Allah terima taubat nasuha yang sudah ia lakukan? Novel ini mengisahkan beratnya hijrah seorang mantan kupu-kupu malam yang bernama Salwa Nurjannah (ketenangan cahaya surga). (Season 2) Menceritakan tentang kesendirian Raffa dalam membesarkan anak-anaknya setelah kepergian Salwa istri tercintanya. Dalam hidup, ada yang pasti tak sejalan dengan apa yang kita inginkan. Raffa tidak tahu bahwa keinginannya untuk terus sendiri seumur hidupnya, harus ia tepis. Sebab ia telah menemukan pengganti Ibu untuk anak-anaknya. Meskipun ia belum bisa mengatakan cinta.

Lihat lebih banyak
Dosa Dibalik Cadar Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
77 Bab
DDC 1
“Anak haram, anak haram, anak haram, anak haram .…”Segerombolan anak-anak mengaji masjid An Nur sedang membully salah satu teman mereka. “Anak haram, anak haram, anak haram, anak haram.” “Huaaaa Mamaaa .…” Zikra menangis kencang. Gestur tubuhnya menunjukkan ketakutan. Anak laki-laki berusia lima tahun itu berjalan terseok-seok. Bahkan ada yang berani melemparinya dengan batu-batu kecil. “Mamaaa .…” “Anak haram tidak boleh ngaji di sini!” seru salah satu temannya yang lain dan yang lainnya. “Iya pergi sana!” “Anak haram, anak haram, anak haram.” Zikra berjongkok, menelungkupkan tangannya menutupi wajahnya. Dia menangis pilu memanggil-manggil mamanya. “Zikra!” pekik perempuan bercadar yang berstatus mamanya tersebut. Dia lari tergopoh-gopoh pada saat melihat anaknya berjongkok menangis pilu di pinggir jalan dekat masjid tempatnya mengaji. Segerombolan anak-anak itu pun pergi meninggalkan tempat itu dengan serentak ketika melihat Salwa menyusul anaknya. “Maafin Mama telat jemp
Baca selengkapnya
DDC 2
Flashback enam tahun lalu. Malam itu terasa lebih sepi dari biasanya, salah satu dari beberapa wanita malam itu masih setia menghirup asap kenikmatan di sebuah taman yang terletak di gerbang ibukota. Menunggu pria berdompet tebal yang sudah menghubunginya beberapa menit yang lalu. Harap-harap cemas menunggu pria itu datang. Berdiri gelisah tak tenang. Sorot matanya selalu menyapu bersih sekitar. Memastikan bahwa tak ada bahaya yang mengancam.Tak jarang, penggerebekan oleh Satpol PP dilakukan. Karena menurut media informasi. Keberadaan mereka mengganggu kenyamanan ketertiban umum. Selain taman ini berada di tepi jalan utama, tempat ini juga protokol kebanggaan masyarakat. Sekaligus dekat dengan pemukiman warga. Yang dikhawatirkan akan berdampak buruk pada anak-anak. “Jadi dateng nggak sih orang itu?” tanya Salwa kepada Jihan, teman di sebelahnya. Namun yang ditanya hanya mengedikkan bahu. Juga tengah sibuk dengan batang rokoknya sendiri. “Kalau nggak dateng, adik gue nggak bis
Baca selengkapnya
DDC 3: Tak Seindah Namanya
Hari-hari terus berlalu. Malam terus berganti. Harapan menjadi impian dan masa lalu menjadi kenangan. Setiap jam, setiap menit, dan setiap detik adalah perjuangan. Setiap waktu adalah menerjang langkah menghantam rasa pilu. Salwa meninggalkan masa lalu untuk ia raih dengan sabar atas takdir hidupnya. “Ya ampun ini gimana pulangnya kalau ujan begini?” gumamnya. Dia menengadah ke langit dan merasakan tetes-tetes di tangannya. Baru saja Salwa turun dari bus Way. Perjalanan dari hotel ke halte dekat rumahnya. Tapi sepertinya perjalanannya terhenti cukup lama disini karena terhalang oleh hujan yang cukup deras.Menghela nafas dalam beberapa kali, sudah dua puluh lima menit lamanya Salwa menunggu. Entah sampai kapan hujan mereda. Sementara tubuhnya sudah teramat lelah. Kembali duduk, Salwa melamun memikirkan bagaimana caranya pulang. “Malam-malam sendiri disini?” Salwa pun berjingkat, menoleh ke arah samping tempat duduk yang tiba-tiba telah di duduki oleh seorang pemuda berusia
Baca selengkapnya
DDC 4: Tertangkap
Merasa berbunga-bunga saat Salwa turun dari mobil angkutan. Dan inikah yang namanya jatuh cinta? Salwa menyukai perasaan itu. Menyukai sikap pria itu yang begitu peduli terhadapnya. Namun ia sadar diri siapa dirinya yang hanya seorang kupu-kupu malam yang bernoda dan kotor. Siapalah yang mau dengannya, menerima keadaan ini.“Aku nggak pantas bersanding dengan siapa pun. Jadi jangan terlalu banyak bermimpi. Jangan, Salwa! Cukup hidup sendiri, jangan pikirkan cinta supaya kamu nggak kecewa."Setelah Salwa tiba di rumah, ia langsung membersihkan diri, lalu mengurus rumah. Yang lagi-lagi, sudah terlihat berantakan. Siapa lagi kalau bukan karena Sammy. Setelah semuanya selesai, lanjut membersihkan tubuh Sammy, menggantikannya pampersnya, dan memberinya makan malam yang sempat terlewat. Dari cara makan Sammy yang sedang disuapinya, Sammy terlihat begitu kelaparan. Dua piring nasi langsung tandas dilahapnya dalam waktu cepat. “Maafin kakak ya Sam, karena telat ngasih kamu makan. Besok-b
Baca selengkapnya
DDC 5: Kepergian sammy+Melibatkan Perasaan
“Awal mula cerita itu gimana, pak?” tanya salah satu warga kepada pak RT. “Jadi pak Dahlan itu melapor kepada saya, katanya dek Sammy itu teriak-teriak keras di dalam rumah. Jadi kami kumpulkan beberapa orang untuk mendatangi rumahnya. Trus karena pintu dikunci, jadilah terpaksa kami dobrak.” “Tapi rupanya pas kami sentuh pergelangan tangannya, sudah nggak ada denyut nadinya lagi. Kemungkinan sebelumnya dia mengalami kejang yang cukup lama.” “Astaghfirullahaladzim …” sebut bapak-bapak yang bertanya tersebut. “Memangnya kakaknya lagi ada di mana?” “Dia kalau malam suka pergi, pulangnya pagi,” sahut yang lain. “Jangan diperpanjang, ini lagi dalam kondisi berkabung,” ucap pak RT yang membuat semua bapak-bapak langsung terdiam. Semua sudah tahu siapa Salwa dan pekerjaannya, jadi tak perlu diperjelas lagi. Proses pemakaman baru saja selesai. Beberapa warga juga sudah pulang dan hanya menyisakan Salwa yang masih terdengar tersedu-sedu dalam kesendiriannya. Dia masih mengajak Sammy be
Baca selengkapnya
DDC 6: Telah Kehilangan Dia
“Terima kasih Salwa, kamu sudah bersedia mendengar ceritaku,” ucap Raffa. Salwa merenggangkan pelukan, mengikis jarak di antara mereka berdua, menatap manik mata yang sedang tersenyum kearahnya. “Sama-sama Raffa,” “Aku ingin memilikimu, untuk mengobati lukaku.” Salwa mengerjap lalu mencerna apa yang baru saja Salwa dengar. Hingga sepersekian detik, Salwa langsung menggeleng cepat, “No Raffa, aku nggak bisa.” “Kenapa?” Raffa memegang bahu polos seputih susu itu. “Aku nggak pantas buat kamu. Masih banyak wanita yang baik yang bisa kamu nikahi. Mudah bagimu untuk memilih.” Salwa selalu rendah diri dalam hal ini, karena pekerjaan inilah ia merasa tak pantas untuk siapa pun.“Sama, aku juga nggak pantas. Bukankah kita sama-sama pendosa?” “Enggak Raffa! Enggak!” tolak Salwa tegas. “Aku hanya ingin kamu jadi pacarku saja, aku janji kok aku akan bayar berapa pun yang kamu mau.” Salwa menurunkan tangan Raffa yang masih memegangi bahunya. “Bukan masalah bayaran Raffa.” “Ini yang t
Baca selengkapnya
DDC 7: Lentera Dalam Kegelapan
Salwa sudah sampai beberapa puluh menit yang lalu di rumahnya. Rasa letih yang teramat sangat membuatnya langsung terlelap setelah ia membersihkan diri.Mata itu terbangun ketika jam menunjukkan pukul empat sore. Ini benar-benar gila. Salwa tidur selama sebelas jam lamanya tanpa terganggu sedikit pun. Padahal ia telah memasang alarm dengan volume yang keras serta tak lupa mengaktifkan vibration (getar pada ponsel). “Kalau aku perutku nggak lapar mungkin bisa keterusan sampai besok lagi,” gumamnya. Ia langsung membersihkan diri agar lebih segar, lalu keluar membeli makanan dengan berjalan kaki. Kebetulan rumah Salwa dekat dengan warung Tegal langganannya. “Mau beli apa, Neng?” “Nasi lauknya ayam goreng aja bu, campur mie, kering tempe, sayur sama sambel.” “Iya tunggu sebentar ya, saya bungkusin.” “Iya.” Setelah ibu-ibu pemilik warteg itu selesai, kini makanan pun sudah berada di tangannya. “Enam belas ribu.” Salwa mengulurkan selembar uang dua puluh ribuan kepada si penjual. N
Baca selengkapnya
DDC 8: Merindukan Bintang
“Apa Tuhan mau mengampuni dosa-dosaku Ummi?” lirih Salwa setengah putus asa. “Tentu diampuni, Allah itu maha pengampun, ” kata Ummi menjelaskan. Namun ada setitik penasaran mengenai Salwa dan masa lalunya. Bukankah itu wajar? “Memangnya, kalau boleh Ummi tau, dosa besarapa yang sudah kamu perbuat?” Salwa mengusap pipi dengan punggung tangannya sebelum akhirnya ia berucap lirih, “Aku mantan--” lama Salwa menjeda kalimatnya sehingga Ummi mengetahui lebih dulu apa yang Salwa maksud. “Ya sudah, jangan dilanjutkan, Ummi sudah tau.” Beliau berkata lembut dan mengusap pundaknya pelan. Tidak ada penghakiman yang keluar dari mulut beliau, karena setiap manusia pasti mempunyai kesalahan.Dan kelihatannya Salwa anak yang baik. Justru karena keinginan kuat untuk berubah yang membuat beliau bangga kepada anak ini. “Mungkin kamu mempunyai alasan yang kuat penyebab kamu melakukan hal ini,” beliau berusaha membesarkan hatinya. “Allah tidak melihat siapa dia di masa lalu. Tapi Allah melihat sia
Baca selengkapnya
DDC 9: Sesuatu yang Mengejutkan
“Syukurlah, jadi aku nggak perlu jauh-jauh ke seberang kalau Mbak salwa bisa.” “Secepatnya langsung saya kerjakan, Mbak Dini.” “Wah berarti bisa cepat diambil dong.” “Kurang dari seminggu insyaallah sudah beres.” “Baiklah kalau begitu, saya tinggal dulu ya, Mbak Salwa…” “Iya silahkan.” Setelah Dini pergi, Salwa langsung segera mengerjakan tugasnya agar cepat selesai. Lumayan, tidak ke mana-mana tapi masih bisa mendapatkan penghasilan. Dia juga tak terlalu banyak pengeluaran karena hanya dirinya seorang sekarang. Kaki Salwa terus berguncang menggerakkan mesin setelah ia mencoret-coret bahan dengan kapur dan memotongnya sesuai garis ukuran.Tersedia juga mesin obras di sampingnya bekas milik ibunya dulu. Kebetulan masih tersimpan rapi di gudang dan masih layak pakai. Memang terdengar sedikit aneh, mesin jahit dijual, tapi mesin obras masih disimpan huhh, keluhnya. Hari berganti sore, matahari mulai bergeser mengarah ke barat. Sudah waktunya ia berangkat ke rumah Ummi Nia untuk m
Baca selengkapnya
DDC 10: Garis Dua
Mata itu membelalak sempurna melihat kalender yang kini sedang berada di tangannya. Bagian angka yang biasa Salwa lingkari ternyata telah lewat satu minggu lamanya.Antara bingung, takut, cemas was-was bercampur menjadi satu membuat tubuhnya bergetar hebat. Isak tangis tak dapat lagi ia tahan, tatkala membayangkan apa yang akan dilakukannya bila dugaannya adalah benar. Tapi kalau Salwa ingat-ingat dan pikir-pikir lagi … astaga! Lagi-lagi jantungnya seperti terjun bebas dari ketinggian.Salwa baru ingat malam itu, karena terlalu terburu-buru Raffa menariknya ke dalam kamar, laki-laki itu bertindak semaunya sesuka hati karena merasa berhak atas diri Salwa atas nama uang. Paginya, Salwa kabur dan langsung tidur seharian selama sebelas jam lamanya. Salwa melupakan sesuatu yang biasanya ia minum.Dan waktu itu sedang dalam masa-- astaghfirullah…apalagi ini? Kenapa pada saat ia akan berubah masalah besar malah datang menghampiri? Tenang Salwa, tenang! ujarnya terus meyakinkan diri, beru
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status