Share

Part 3

Maya melirik ke arah tangan Hendra yang menggenggam pergelangan tangan Hanna sambil berlarian.

Hanna melepas tangan Hendra dan berlari menggendong Cyra yang sedang dituntun Maya. "Cyra, are you okay?" Mama khawatir banget, Nak."

"I'm okay, Mama," jawabnya disertai anggukan.

Rain datang, dan langsung memeluk Cyra dan Hanna.

"I'm sorry, Papa," lirih Cyra menyesal.

"It's okay, kita pulang ya sekarang."

🌵🌵🌵

[Di rumah, 2 hari sebelumnya.]

"Hendra, kita langsung jalan ke lokasi proyek Grand William hotel hari ini," perintah Rain pada supirnya yang sedang duduk di teras.

"Baik, Pak," jawab Hendra.

"Sayang, ini bekalnya ketinggalan?" sahut Hanna dari dalam rumah sambil membawakan lunch box berwarna turquoise favoritnya.

"Thank you, Hun," sambil mengecup keningnya.

"Kamu pake baju santai, Pa?"

"Iya, aku mau ke lokasi proyek takut kotor bajunya, Hun.

"Hmm ... oke, take care, Pa," sahut Hanna sambil melambaikan tangan dan menuntun Cyra.

"Bye, Hun, Cyra ...," sahutnya.

"Maya bagaimana proyek perencanaannya?" tanya Rain.

"Ya, ini rencana struktur bangunan, dan ini dalam bentuk digitalnya, Pak." Maya menerangkan sambil menyodorkan tablet lipatnya ke Rain yang duduk di belakangnya.

"Bagaimana dengan fasilitas?"

"Kolam renang menghadap tepat ke barat, yang memandang langsung ke arah bukit. Kids zone ada di lantai bawah di antara pusat kebugaran dan salon/spa. Jadi anak-anak bisa terlihat langsung oleh orang tuanya yang sedang beraktifitas.

Dan sebuah penthouse yang dilengkapi ruang tamu besar dan akses langsung menuju rooftoop. Dokter jaga perusahaan sudah disiapkan. Dan service menu nya ditangani oleh koki lokal yang sudah tidak diragukan lagi.

"Kerja bagus!" puji Rain.

Maya tersenyum, sambil melihat tatapan Hendra dari balik spion mobil.

Proyek Grand William Hotel sudah mulai dipondasi. Perkiraan selesai sekitar dua bulan yang akan datang. Rain sedang fokus dalam mengamati proyek hotelnya, ia akan pergi ke kantor jika ada hal-hal mendesak, atau pertemuan penting saja.

Siang hari di lokasi proyek, Rain berkeliling bersama Maya untuk melihat para pekerja dan progress pembangunannya. 

Saat jam makan siang, Rain tidak malu memakan bekalnya bersama para pekerja bangunan, dalam kondisi pakaian kotor, dan berisik suara mesin. Mereka makan bersama sembari bercengkerama dan bercerita satu sama lain.

"Aah, air minum saya ketinggalan di rumah," keluhnya.

"Biar saya belikan, Pak?" ujar Maya menawarkan diri.

"Gak usah, May, kamu makan aja. Biar aku beli sendiri!" tegas Rain menolaknya.

Maya mengangguk sambil meneruskan makannya.

Rain pergi ke minimarket yang lokasinya tidak jauh dari hotel. Setelah membeli satu botol air mineral, Rain melihat seekor kucing yang kelaparan, ia mengeong, berjalan pelan mencari makanan

Tanpa pikir panjang ia membeli makanan di warung makan terdekat dan kembali ke tempat kucing tadi  Lalu ia berjongkok, mengelus-elus kucingnya yang terlihat ketakutan. Setelah kucing itu tenang dalam usapan tangannya ia memberikan makanan tadi pada kucing itu.

"Om, kenapa makanannya dikasih kucing, emang gak enak?" tanya seorang gadis yang melintas.

"Nggak, kasian kucing ini kelaparan," jawab Rain tanpa menoleh pada gadis berambut keriting gantung itu.

Setelah menemani kucing itu menghabiskan makanannya, Rain beranjak pergi ke lokasi proyeknya.

"Om, ini!" sahut gadis itu dengan memberikan paksa bungkusan putih.

"Apa ini?" tanya Rain.

"Ini buat, Om, Om pasti lapar karena makanannya dikasih kucing."

"Tapi, saya u—"

"Udah gak usah malu-malu, terima aja," paksa gadis itu sambil berlalu pergi meninggalkannya.

"Hei, tapi kamu siapa!" teriaknya.

"Oh saya Sea, Om. SE-YA!" teriaknya sambil mengeja nama dan segera berlari menjauh.

"Maksud saya, kamu siapa sembarangan ngasih makan ke saya, siapa juga yang kelaparan, dasar gadis aneh!" decaknya.

Rain kembali ke lokasi proyek, menghampiri mobil sedan hitam di depannya dan mengetuk kaca mobil, yang di dalamnya Hendra sedang tertidur.

"Dra, udah makan belum?" tanyanya.

Hendra terperanjat kaget dan membuka jendela mobil, "Belum, Pak, saya ketiduran."

"Nih makan." Sambil mengasongkan sebungkus makanan yang tadi diberi gadis aneh.

"Terima kasih, Pak," sahut Hendra.

🌵🌵🌵

[1 hari sebelumnya].

Rabu pagi di kota Bandung, udara yang masih dingin setelah diguyur hujan. Rain pergi ke lokasi proyek hanya dengan kaos berwarna navy merk Gu*ci, celana pendek merk Hu*h Pupp*es, dan sandal kulit brand Birkenst*ck Mil*no Birko-Flor Nubuck, dengan ransel favoritnya.

Pengerjaan proyek sudah sampai pada tahap struktur bangunan, Rain sedang memantau para pekerja dari bawah gedung bersama mandornya.

Rain berkeliling ditemani Maya dan Hendra. Di tengah bisingnya suara exavator dan dump truck yang lalu lalang keluar masuk proyek, Hendra mendengar samar-samar suara besi yang sedikit bergema. Ada perasaan tidak enak timbul.

"Awas Maya!"

Rain menoleh ke arah suara Hendra, melihat ada sesuatu yang akan terjatuh dari atas, lantas mendorong tubuh Maya hingga terjatuh bersamaan. Beberapa scaffolding menimpa kaki Rain.

"Pak Rain!" teriak Hendra.

"Saya baik-baik aja, cepat kamu bantu Maya!" seru Rain sambil memanggil orang proyek untuk merapikan scaffolding yang menimpanya.

"Maya, kamu baik-baik aja?" tanya Rain pada Maya yang masih shock. "Kepalamu terluka!" Rain melihat darah di kening dan luka gores di tangan dan kaki Maya.

"Hendra kamu bawa dia ke tempat yang aman, saya beli obat dulu!" titah Rain sambil berjalan cepat ke luar lokasi proyek. Saat keluar minimarket, ada yang mengelilingi kaki Rain.

"Kucing yang waktu itu," desisnya.

Rain merendahkan tubuhnya untuk mengelus kucing yang kelihatannya meminta makanan lagi. Rain mampir ke sebuah warung yang kemarin dia datangi, dan membeli nasi beserta lauknya.

Kemudian mengajak kucing itu ke pinggir pedestrian, supaya kucingnya aman selama makan.

"Om ini!" Suara seorang gadis yang memakai seragam SMA, mencolek bahu Rain dari belakang.

"Kamu lagi!" pekik Rain.

"Aku kasian sama Om, kerja bangunan disana, (sambil menunjuk lokasi proyek), tapi malah ngasih makanannya ke kucing, gaji bangunan 'kan nggak seberapa," paparnya.

Rain terkekeh, "Uangnya kamu tabung saja daripada membelikan saya makan!"

"Uang jajan saya masih banyak kok, Om tenang aja," katanya sambil mengelus kucing itu juga.

"Om suka kucing ya, atau memang suka binatang?" lanjutnya.

Rain tidak menjawab, dan berlalu pergi meninggalkannya.

"Ooom ...!" teriaknya.

Rain tidak menoleh. Tapi gadis itu menarik lengannya.

"Mau apa kamu!" pekik Rain dengan sinis sambil menatap lengan yang ditariknya dan menangkis kemudian.

"Tangannya!" tunjuk Sea ke lengan Rain yang mengeluarkan darah.

Sea lantas menarik tangan Rain dan mendudukkannya di pinggir pedestrian. Ia melihat kantong obat yang tadi dibeli Rain dan merebutnya. Sea membuka obatnya dan dengan seksama membersihkan darah dengan kapas, lalu memberi obat antiseptic lalu menutupnya dengan perban.

"Beres, Om!" Serunya sambil cengengesan melihat pria yang lebih dewasa darinya.

"Om kepalanya!" Sea menunjuk ke arah dahi si pria.

Rain menangkas tangan Sea yang akan menyentuh pelipisnya dan berdiri melangkah ke lokasi proyek tanpa menghiraukan si gadis aneh.

"Take care, Om," teriaknya pada Rain.

"Dra ini, (sambil memberikan kantong obat), tolong obati Maya!"

"Baik, Pak!"

"Pak Rain tangannya sudah diobati?" tanya Maya.

"Sudah!" ketusnya "Dra setelah ini, kamu antar Maya pulang dulu," perintahnya.

"Maya besok kamu selesaikan pekerjaan di kantor saja!" tegasnya.

"Tapi, Pak—"

"Kamu mau saya pecat? Saya sudah bilang berbahaya buat wanita ada di lapangan seperti ini, kamu kerjakan saja urusan di kantor," tegasnya sambil berjalan kembali mengamati proyek.

Maya hanya mengangguk dan merengut.

🌵🌵🌵

[Hari Kejadian, Starbreak Coffee].

"Pak Raja, kalau boleh saya tau apa yang membuat anda memilih saya sebagai rekanan proyek ini?"

"Saya suka visi misi anda, Pak Rain, terlebih lagi saat anda mengatakan tidak akan membatasi warga, disitu saya melihat ketulusan anda." 

Rain tersipu, sambil menyeruput kopinya.

"Lantas bagaimana dengan Delta dan Graha Bumi, Pak?"

"Saya sudah memberi penjelasan pada mereka, visi dan misi mereka berbeda jauh dari, Pak Rain."

"Apakah mereka tidak akan memberi jalan bagi warga di kampung ini ?"

"Begitulah, Pak Rain, walaupun kelak lahan ini berpindah tangan, saya tidak ingin warga disini terganggu, apalagi sampai tidak ada jalan bagi mereka, saya tidak mau mereka tertindas oleh orang-orang beruang."

"Orang-orang beruang?" tanya Rain bingung.

"Orang berduit, Pak Rain," jelas Pak Raja, nama pendek Pak Raharja.

"Oh ber-uang maksudnya, Pak Raja, saya sampai berpikir jauh," terang Rain terkekeh. "Oh ya, ngomong-ngomong panggil saya Rain saja, Pak, saya bukan siapa-siapa kok."

"Ah kamu ini bisa aja, Rain, kalau Nak Rain yang begitu bukan siapa-siapa, terus saya yang begini apa dong, cuma kacang rebus?" guyon Pak Raharja membuat Rain terbahak.

Mereka tertawa sambil bersenda gurau, setelah meeting selesai.

"Baik kalau begitu, semua surat-suratnya sudah ditanda-tangani, dan dananya sedang di urus oleh asisten saya ya, Pak Raja."

"Iya terima kasih Rain, lain waktu mampir ke rumah saya ya."

"Pasti, Pak Raja, sampai bertemu lagi."

Sepeninggal kliennya, Rain menghabiskan waktu makan siang berdua dengan Maya yang duduk di dekat jendela cafe. Hendra memperhatikan mereka dari dalam mobil.

"Oh ya, Hendra ajak kesini, dia belum ma—"

"Hendra bilang tadi belikan saja untuknya, nanti dia makan di mobil," sela Maya memotong ucapan Rain.

"Tolong kamu pesankan."

Lima belas menit kemudian Maya kembali dengan makanan yang dibungkus untuk Hendra.

"Ayo May, segera kembali ke kantor!"

"Ada hal penting, Pak?" tanya Maya.

"Saya mau selesaikan urusan kantor lalu cepat-cepat pulang!"

🌷Bersambung🌷

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status