Share

Dikhianati Tunangan, Dinikahi CEO Tampan
Dikhianati Tunangan, Dinikahi CEO Tampan
Penulis: Young Lady

Pengkhianatan Menjijikkan

“Apa-apaan ini,” lirih Qiyana sembari menatap nanar ke arah dua sosok yang sangat dirinya kenali. Tanpa sadar, wanita itu mulai mencengkeram pegangan kopernya.

Sejak menginjakkan kaki di kediaman peninggalan ayahnya ini, Qiyana sudah mencurigai sesuatu yang janggal. Mulai dari dekorasi yang memenuhi setiap sudut rumah dan banyaknya orang yang berlalu lalang di mana-mana.

Qiyana tidak menyangka akan mendapat kejutan besar di hari kepulangannya dari dinas di luar kota. Hatinya mencelos melihat tunangannya dan kakak tirinya sendiri bersanding di pelaminan. Ternyata inilah alasan ibu tirinya memintanya kembali lebih awal.

Tawa miris lolos dari bibir Qiyana, pandangannya pun mendadak buram karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Dadanya yang berdenyut nyeri terasa begitu sesak. Entah apa yang terjadi selama dirinya pergi. Hanya dua minggu wanita itu pergi meninggalkan kota ini untuk urusan pekerjaan.

Pantas saja tunangannya sulit dihubungi belakangan ini. Qiyana berusaha memaklumi itu karena mengira sang tunangan sedang sibuk. Mungkin lebih tepatnya sedang sibuk mempersiapkan pernikahan dengan kakaknya sendiri. Padahal dirinya dan tunangannya berencana menikah di penghujung tahun ini.

“Ternyata kamu sudah datang? Kenapa hanya berdiri di sini? Seharusnya kamu langsung masuk dan memberi selamat pada kakakmu yang berbahagia hari ini,” ucap Ambar—ibu tiri Qiyana yang kini berdiri di samping wanita itu.

Qiyana spontan menoleh ke samping dan ekspresi langsung berubah mengeras. Amarah yang sangat besar berkobar dari manik matanya. Kedua tangannya mengepal sempurna di sisi tubuhnya.

“Kenapa kalian tega melakukan ini padaku? Apa yang terjadi selama aku pergi?” cerca wanita itu dengan suara tercekat.

Qiyana berusaha menahan air matanya yang terus mendesak keluar. Ia tidak boleh menangis di sini dan menunjukkan seberapa hancurnya perasaannya. Qiyana tidak bisa menunjukkan kesedihannya di hadapan orang-orang yang telah mengkhianatinya. Mereka akan semakin bahagia melihatnya hancur.

Ambar menampilkan ekspresi berpura-pura sedih. “Maafkan Ibu yang tidak bisa memberitahu kabar bahagia ini sejak awal. Kami memang berniat memberi kejutan untukmu. Bagaimana? Apa kamu menyukai kejutan yang kami berikan?”

Deru napas Qiyana berubah memburu, wajahnya memerah menahan amarah. “Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Kenapa kalian tega menusukku dari belakang?” desis wanita itu penuh penekanan.

“Kamu yang terlalu naif selama ini, Sayang. Lihatlah, mereka berdua saling mencintai. Kamu yang tidak bisa melihat itu,” tutur Ambar seraya menggandeng lengan Qiyana dan memaksa wanita itu kembali menatap pengantin yang sedang berbahagia di atas pelaminan.

Benar, Qiyana dapat menemukan binar kebahagiaan yang terpancar dari wajah tunangannya, lebih tepatnya mantan tunangannya. Ia tidak sudi menyebut lelaki itu sebagai tunangannya. Lelaki yang sangat dirinya cintai telah mengkhianatinya dengan cara yang sangat menjijikkan.

Tak kuat terlalu lama menatap pemandangan yang membuat hatinya hancur berkeping-keping, Qiyana langsung mengalihkan pandangan. Menyaksikan kebahagiaan yang terpampang di hadapannya sama saja dengan menabur garam di atas lukanya.

“Sepertinya kamu ingin berlama-lama di sini? Kalau begitu, lebih baik kita pergi ke tempat lain. Ada sesuatu yang ingin Ibu tunjukkan padamu.” Setelah mengatakan itu, Ambar langsung menarik Qiyana menjauh dari sana.

Qiyana berusaha melepaskan cekalan Ambar. Namun, wanita paruh baya itu malah semakin mencengkeram erat tangannya. Qiyana dipaksa melangkah menuju halaman samping rumah itu yang sangat sepi. Hanya ada seorang pria bertubuh kekar yang membawa map berwarna merah di sana.

“Cepat kamu tandatangani berkas itu!” perintah Ambar sembari memberikan map dari anak buahnya kepada Qiyana.

Bola mata Qiyana melebar sempurna setelah membaca sekilas isi dari dokumen yang Ambar berikan padanya. Dalam dokumen tersebut tertera jika dirinya akan memberikan seluruh harta peninggalan sang ayah kepada ibu dan kakak tirinya.

Qiyana kembali menutup map itu tanpa memedulikan perintah ibu tirinya. Ia mengangkat kepalanya dan melayangkan tatapan nyalang kepada wanita paruh baya itu. “Ibu ingin aku menandatangani berkas ini? Jangan harap! Sampai mati pun aku tidak akan pernah melakukannya!”

Qiyana langsung melemparkan map di tangannya ke lantai dan mendorong ibu tirinya. Tanpa membuang waktu lagi, wanita itu berlari sekuat tenaga. Ia tidak akan membiarkan ibu dan kakak tirinya menguasai harta peninggalan ayahnya. Sudah cukup dirinya yang dibodohi oleh mereka selama ini.

Wanita itu terus memacu langkah secepat mungkin. Bola matanya bergerak liar menatap sekelilingnya. Berharap bisa bertemu dengan siapa pun yang bisa menolongnya. Qiyana yakin ibu tirinya tidak akan berani melakukan apa pun saat ada orang lain di sekitar mereka. Sayangnya, jalanan yang ia lewati begitu sepi.

“Qiyana! Jangan coba-coba melarikan diri!” seru Ambar yang sedang mengejar Qiyana.

Mendengar seruan itu membuat Qiyana berlari semakin kencang. Wanita yang tidak memperhatikan jalanan di sekitarnya itu tidak menyadari adanya jalan yang berlubang di depannya. Akibatnya, ia nyaris jatuh terjerembab di sana. Untung saja ia sempat bertopang pada tembok di sampingnya.

Ringisan pelan lolos dari bibir Qiyana. Sebelah high heelsnya patah dan sepertinya kakinya terkilir. Wanita itu berusaha menegakkan tubuhnya kembali meskipun agak sulit. Sebelum Ambar dan anak buah wanita paruh baya itu berhasil menyusulnya, ia harus pergi dari sini.

Panasnya aspal langsung beradu dengan telapak kaki Qiyana yang kini tidak dilapisi apa pun. Perih, panas, dan denyut nyeri bercampur menjadi satu. Namun, Qiyana masih terus berlari secepat mungkin tanpa memedulikan kakinya yang terluka. Tak ingin sang ibu tiri dan anak buah wanita paruh baya itu kembali menangkapnya.

“Aku harus berlari ke mana lagi?” gumam Qiyana sembari mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

Qiyana menatap hamparan semak belukar di hadapannya dengan sorot gamang. Karena tidak memperhatikan ke mana kakinya melangkah, Qiyana salah mengambil arah dan kini malah terjebak di jalan buntu.

Hanya tanah lapang penuh semak belukar di hadapannya ini satu-satunya jalan yang bisa Qiyana lalui. Seingatnya, hamparan tanah tak terawat ini terhubung dengan area perkampungan yang berada di belakang kompleks perumahan tempat tinggalnya.

Qiyana menoleh ke belakang dan mendapati sosok Ambar yang sudah terlihat di ujung jalan. Tanpa berpikir panjang, wanita itu langsung berlari menerobos semak belukar di depannya. Beberapa kali kakinya tergores ranting kering juga duri-duri tanaman liar.

“Sepertinya mereka sudah tidak mengejarku lagi,” monolog Qiyana setelah berhasil melewati semak belukar itu.

Qiyana menghentikan langkahnya sejenak. Kakinya terasa sangat kebas, belum lagi perih yang terasa di mana-mana. Wanita itu menyeka keringat yang membasahi wajahnya sembari mengatur napasnya. Ketika hendak melanjutkan langkah, ia malah jatuh terjerembab di tanah.

Kedua lututnya yang bergesekan dengan aspal langsung mengeluarkan darah segar. Wanita itu berusaha bangkit, tetapi akhirnya terjatuh lagi. Di saat yang sama, sebuah mobil melaju kencang dari arah berlawanan.

Qiyana pikir hidupnya akan berakhir ketika mobil itu menghantam dan meremukkan tubuhnya. Namun, kedatangan seseorang yang tiba-tiba menarik tubuhnya ke pinggir jalan berhasil menyelamatkannya dari maut.

Tubuh Qiyana bergetar ketakutan. Sedangkan sorot mata wanita itu masih tertuju ke arah mobil yang nyaris menabraknya. Mobil yang kini masih melaju kencang itu terlihat semakin menjauh dan akhirnya menghilang di ujung jalan. Tak ada tanda-tanda akan berhenti dan sekadar melihat kondisinya yang nyaris tertabrak.

“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu sudah kehilangan akal? Ingin mengakhiri hidupmu sendiri?” bentak seorang lelaki yang baru saja menolong Qiyana.

Suara bariton yang menggelengar itu sukses membuyarkan lamunan Qiyana. Wanita itu spontan menoleh dan matanya membulat sempurna melihat siapa yang berada di hadapannya. “Ka-kamu … kenapa kamu ada di sini?”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Bocah Ingusan
itu qiyana tinggal di tengah hutan yah? bukankah lagi ada pesta. kok kayak ga ada orang sama sekali, sehingga qiyana harua berlari mencari pertolongan orang lain? awal cerita saja sudah aneh plotnya
goodnovel comment avatar
Diana Illa
bagus jalan ceritanya
goodnovel comment avatar
Adrian Alfarizi
God okokokok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status