Qiyana melotot kaget mendengar tawaran yang begitu enteng keluar dari mulut Kenzo. Wanita itu langsung menyentak cekalan Kenzo hingga terlepas. “Sepertinya kamu yang sudah gila. Kamu pikir menikah itu masalah sepele? Aku tidak bisa mengikuti kegilaanmu. Terima kasih atas bantuanmu. Permisi, aku harus pergi.”
Qiyana juga ingin membalas sakit hatinya kepada orang-orang yang telah menusuknya dari belakang. Namun, ia akan menggunakan caranya sendiri. Bukan mengikuti rencana Kenzo yang tidak masuk akal seperti ini. Apalagi sampai menikah hanya demi melampiaskan dendam semata.Wanita itu tidak ingin mempermainkan pernikahan hanya demi memuaskan obsesinya. Sebab, ia masih meyakini jika mempermainkan suatu ikatan yang sakral akan mendatangkan masalah besar di kemudian hari.Tak menyerah, Kenzo kembali mengejar Qiyana yang sudah melanjutkan langkah. “Memangnya kamu ingin pergi ke mana? Kalau kamu tinggal sendirian, itu malah akan membahayakan dirimu juga. Apa kamu tidak takut ibu tirimu bisa menemukan keberadaanmu?”Kata-kata Kenzo berhasil membuat langkah Qiyana terhenti. Wanita itu tercenung selama beberapa saat. Perkataan lelaki yang berdiri di sampingnya ini ada benarnya juga. Ambar masih terobsesi untuk membuatnya menandatangi surat itu.Akan tetapi, Qiyana tidak bisa tinggal di sini bersama lelaki yang bahkan tidak terlalu akrab dengannya. Wanita itu belum bisa berpikir jernih sekarang. Ia tidak ingin mengambil keputusan yang mungkin akan dirinya sesali suatu saat nanti.“Qiyana, jika kamu tinggal di sini, aku bisa lebih mudah menjagamu. Ibu tirimu tidak akan berani memaksamu melakukan apa pun yang dia inginkan. Kalau tentang pernikahan itu, aku tidak memaksa. Tapi, kalau kamu tidak mau tinggal satu atap dengan lelaki yang tidak memiliki ikatan denganmu, kita bisa menikah.” Kenzo kembali bersuara.Lelaki itu merangsek maju, memangkas jarak di antara dirinya dan Qiyana. Kemudian, menggenggam jemari wanita itu erat. “Aku akan membantumu merebut semua yang seharusnya menjadi milikmu. Di saat yang sama, aku juga bisa membalaskan dendamku pada mereka. Semuanya akan jauh lebih mudah jika kita bekerja sama, ‘kan?”Qiyana tidak menjawab. Sorot matanya masih tertuju ke lantai alih-alih membalas tatapan lelaki di hadapannya. Ia benar-benar bingung harus melakukan apa. Tawaran yang Kenzo berikan memang menggiurkan. Namun, ada banyak resiko yang akan mengikuti di belakangnya.Kenzo mengangkat ujung dagu Qiyana, membuat manik mata mereka saling bertubrukan satu sama lain. “Kamu tidak perlu memutuskannya sekarang. Aku tahu kamu perlu memikirkan semuanya sekarang. Aku bisa menunggu. Sekarang istirahatlah dulu, kamu pasti lelah.”Kenzo menuntun Qiyana menuju kamar yang memang sudah disiapkan untuk wanita itu. Dan kali ini tidak ada penolakan sedikitpun dari Qiyana. “Kamu bisa beristirahat di sini dan ini kamarku.” Lelaki itu menunjuk kamar di samping kamar tersebut. “Katakan saja kalau kamu membutuhkan sesuatu.”Qiyana melirik pintu di belakangnya yang telah kembali tertutup rapat. Kemudian, manik matanya berpendar menatap sekelilingnya. Helaan napas berat lolos dari bibirnya. Sepertinya tidak ada salahnya ia tinggal di sini dulu untuk sementara waktu.Qiyana tersentak saat mendengar pintu kamarnya diketuk. Rupanya dua orang berseragam pelayan lah yang datang membawakan makanan untuknya. Setelah menyantap habis semua makanan yang dibawakan untuknya, wanita itu langsung terlelap. Hati, pikiran, dan tubuhnya sudah sangat lelah.Qiyana yang lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar itu tidak bertemu lagi dengan Kenzo hingga hari berganti. Bahkan, ketika dirinya hendak berpamitan untuk pergi ke kantor pun lelaki itu sudah tidak ada.Walaupun suasana hatinya masih berantakan, Qiyana tetap tidak bisa melalaikan pekerjaannya. Wanita itu berusaha tegar dan baik-baik saja meski hatinya hancur lebur. Namun, Qiyana kembali dibuat terkejut bukan main saat melihat barang-barangnya yang sudah berserakan di depan lobi kantor.“Apa-apaan ini? Siapa yang memindahkan barang-barangku?” cerca Qiyana pada security yang berjaga di depan kantor peninggalan ayahnya itu.Manik matanya berkobar menahan amarah, menatap barang-barangnya yang berserakan di mana-mana. Kedua tangannya mengepal kuat. Bisik-bisik dari beberapa orang yang melintas di sekitar sana tidak wanita itu hiraukan. Entah apa lagi yang terjadi sebenarnya di sini.“Kenapa kalian hanya diam? Jawab pertanyaanku! Siapa yang melakukan ini?!” bentak Qiyana tak sabaran.“Mohon maaf, Nona Qiyana. Kami membereskan barang-barang Anda atas perintah Tuan Jovan. Beliau mengatakan jika Anda sudah dipecat dari sini. Jadi, barang-barang Anda harus segera dibereskan,” jawab salah seorang security itu.Qiyana terbelalak. Wajahnya merah padam seiring dengan emosinya yang semakin membumbung tinggi. Ia tidak menyangka lelaki yang dirinya cintai tega mengkhianatinya bertubi-tubi. Lukanya masih belum sembuh atas pengkhianatan yang lelaki itu lakukan sebelumnya. Dan sekarang Jovan kembali menambah luka itu.Qiyana menyesal telah mempercayakan Jovan menjadi CEO di perusahaan peninggalan ayahnya ini. Rasanya seperti mimpi, ia sudah mencintai orang yang salah selama ini. Kepercayaannya yang sangat mahal dihancurkan begitu saja seolah-olah tak ada harganya.Di saat yang sama, tak sengaja Qiyana melihat Jovan melintas bersama beberapa orang yang merupakan investor perusahaan ini. Tanpa membuang waktu lagi, wanita itu langsung menerobos masuk dan menerjang Jovan dengan tamparan keras.“Brengsek! Kamu pikir kamu siapa sampai berani memecatku dari perusahaan peninggalan ayahku sendiri?!” murka Qiyana sembari menunjuk wajah Jovan.Bukan hanya Jovan yang terkejut karena tindakan Qiyana itu, tetapi semua orang yang ada di sana. Selama ini Qiyana dikenal sebagai sosok yang selalu menjaga sopan santun di mana pun ia berada. Namun, sekarang Qiyana tidak memedulikan hal itu lagi.Jovan menyentuh wajahnya yang baru saja mendapat tamparan dari Qiyana. Sebelah sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. “Siapa bilang aku tidak bisa melakukannya? Aku CEO di perusahaan ini dan aku bisa memecat siapa pun yang tidak diperlukan lagi. Termasuk dirimu.”“Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Apa salahku?” cerca Qiyana dengan mata memerah dan berkaca-kaca. Sebisa mungkin, ia menahan desakan air mata yang hendak keluar dari pelupuk matanya.Jovan mencondongkan tubuhnya ke arah Qiyana, kemudian berisik tepat di telinga wanita itu. “Kamu memang tidak bersalah, Sayang. Hanya saja, sejak awal aku memang tidak pernah mencintaimu. Kamu terlalu lugu dan mudah sekali mempercayai orang lain.”Setelah mengatakan itu, Jovan kembali menegakkan tubuhnya. Lelaki itu memberi isyarat pada asisten pribadinya untuk menunjukkan sesuatu pada Qiyana. Manik mata Qiyana membulat sempurna melihat surat yang kemarin Ambar berikan padanya kini berada di tangan asisten Jovan.Yang membuat Qiyana semakin terkejut, sudah ada tanda tangan di atas namanya. Padahal ia tidak pernah membubuhkan tanda tangannya di sana. Tanda tangan itu palsu.Qiyana menggeram rendah. Rasa cintanya pada lelaki di hadapannya ini sudah menguap. Yang tersisa hanyalah kebencian yang mengakar di hatinya. Wanita itu bersumpah akan membalaskan semua pengkhianatan ini dengan cara apa pun.Ketika Qiyana ingin merebut kertas itu, dua security yang entah sejak kapan berada di belakangnya langsung menahannya. Wanita itu berteriak, meminta dilepaskan, namun tidak ada yang mendengarnya. Tubuhnya diseret keluar tanpa belas kasihan. Lalu, dihempaskan begitu saja di pinggir jalan.“Qiyana, akhirnya aku menemukanmu. Aku mencarimu ke mana-mana, ternyata kamu malah berada di sini. Apa yang terjadi?”Qiyana yang masih terisak spontan mendongak. Manik matanya yang penuh air mata bertemu dengan tatapan khawatir Kenzo. Lelaki itu langsung membantunya berdiri. Tanpa basa-basi, Qiyana memeluk tubuh Kenzo. Menumpahkan sesak yang membelenggu dadanya sembari memeluk lelaki di hadapannya. “Aku bersedia menikah denganmu.”Qiyana dapat melihat keterkejutan yang sangat ketara dari wajah Kenzo. Namun, lelaki itu tidak memberi respon apa pun atas keputusan gila yang dirinya ambil. Kenzo langsung membimbingnya menuju mobil lelaki itu yang terparkir di pinggir jalan. Qiyana tidak memiliki niatan sama sekali untuk meralat kata-kata yang baru saja meluncur dari mulutnya. Ia sadar betul seberapa gila keputusan yang dirinya ambil tanpa pikir panjang ini. Tetapi, jika cara ini bisa mempermudah dirinya mengambil kembali miliknya sekaligus membalas sakit hatinya, Qiyana akan melakukannya. “Aku serius dengan keputusanku,” ucap Qiyana setelah menerima sebotol air mineral yang Kenzo berikan. Wanita itu menghapus sisa-sisa lelehan air mata yang memenuhi wajahnya. Kemudian, membuka botol air mineral di tangannya dan meneguknya perlahan-lahan. “Apa kamu yakin? Kamu bisa memikirkan semuanya matang-matang, tidak perlu terburu-buru. Karena kalau kamu sudah mengambil keputusan, kamu tidak bisa mundur lagi,” tanya Kenz
Qiyana spontan bangkit dari tempat duduknya setelah mendengar jawaban Kenzo. Dari semua rencana yang dapat dilakukan, ia tidak Kenzo malah memilih rencana seperti ini. Sudah pasti, Qiyana tidak akan menyetujuinya. “Apa? Kamu ingin membuat perusahaan ayahku bangkrut? Kenapa kamu malah melakukan itu? Perusahaan itu ayahku bangun dari nol, kamu tidak boleh membuat perusahaan ayahku bangkrut. Aku yakin pasti ada—” “Tunggu dulu, Qiyana. Aku belum selesai bicara,” potong Kenzo cepat. Lelaki itu menegakkan tubuhnya dan melangkah mendekati Qiyana. “Jangan panik dulu. Maksudku begini, aku akan melakukan sesuatu yang membuat perusahaan itu kolaps. Kamu pasti mengerti kalau kebanyakan orang tidak akan mau menanam modal di perusahaan yang sudah kolaps. Bahkan, saham yang sudah ada juga akan mereka tarik lagi.” Kenzo menjelaskan rencananya pelan-pelan. “Ketika sudah tidak ada lagi yang bersedia membantu mereka, aku akan datang. Aku akan menanamkan saham di sana. Namun, tanpa mereka sadari aku a
Qiyana terlonjak hebat menyadari apa yang baru saja dirinya lakukan. Wajahnya langsung berubah pucat pasi dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat. “Kenapa aku bodoh sekali?!” rutuknya dalam hati. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitarnya, khawatir ada orang yang melihatnya di sini. Qiyana ingin segera pergi dari sana. Namun, ia tidak mungkin meninggalkan bekas kekacauan yang baru saja dirinya perbuat begitu saja. Buru-buru wanita itu membereskan serpihan guci yang berserakan di lantai. Ringisan pelan lolos dari bibirnya karena ujung telunjuknya tak sengaja terkena serpihan guci yang tajam. Mengabaikan nyeri dan darahnya yang mulai keluar, Qiyana tetap melanjutkan aktivitasnya secepat mungkin. Ia harus segera pergi dari sini. “Apa yang kamu lakukan di sini?”Suara bariton yang familiar itu membuat tubuh Qiyana menegang. Wanita itu sontak mengangkat kepalanya dan manik matanya langsung bertemu dengan sorot tajam Kenzo. Qiyana gelagapan hingga jemarinya tak sengaja
“Ini kantorku, kenapa kamu terkejut seperti itu?” tanya Kenzo yang telah memarkirkan mobilnya di area khusus untuk jajaran direksi di kantornya. “Ayo turun!” “Tunggu dulu! Bukannya kamu ingin pernikahan kita dirahasiakan dari semua orang? Kalau kamu membawaku ke kantormu, orang-orang pasti penasaran. Apa itu tidak akan membahayakan rencana kita? Kamu juga tidak mengatakan apa pun tadi. Harusnya kamu bilang kalau kamu ingin mengajakku ke kantormu,” sahut Qiyana agak kesal. Sejenak, Qiyana menyingkirkan ketakutan tak berdasar yang dirinya rasakan pada lelaki di sampingnya ini. Ia mulai kesal karena Kenzo selalu merencanakan sesuatu tanpa berkompromi dengannya terlebih dahulu. Kalau tahu lelaki itu akan mengajaknya ke kantor miliknya, lebih baik dirinya tidak perlu ikut. “Aku memang ingin memberitahumu. Tapi, kamu sengaja menghindariku sampai melewatkan waktu sarapanmu juga. Padahal aku sudah menunggumu nyaris satu jam. Bukankah aku yang lebih pantas marah?” balas Kenzo setengah menyin
“Kenapa kamu malah berhenti di sini? Ayo, aku sudah memesan meja untuk—” Kalimat yang Kenzo ucapkan terhenti saat menyadari ke mana arah pandang Qiyana berlabuh. Seulas senyum sinis tersungging di bibirnya, sebelum wajahnya kembali datar. “Ayo kita makan di tempat lain saja.”Qiyana yang masih terpaku melihat pemandangan di hadapannya tersentak saat Kenzo menariknya kembali keluar dari restoran itu. “Tidak perlu, kita makan siang di sini saja. Di mana meja yang sudah kamu pesan?”Qiyana mengalihkan pandangannya dari pemandangan menyakitkan itu dan langsung menggandeng Kenzo ke arah lain. Ia tidak ingin terlalu lama menatap sesuatu yang hanya membuatnya terlihat semakin menyedihkan. Dunia ini terasa begitu sempit. Di depan sana, tepatnya di tengah-tengah restoran ini Jovan dan Feli sedang makan bersama. Yang lebih menjijikkannya lagi, tanpa malu mereka bersikap mesra dan saling menyuapi satu sama lain. Benar-benar tidak tahu diri!Qiyana memang sangat membenci dua manusia biadab i
Qiyana tidak berhasil menemukan siapa dalang dari perekam video tersebut yang sebenarnya. Hanya selang beberapa menit sejak insiden tersebut terjadi dan video yang menampilkan dirinya menampar Feli sudah tersebar di mana-mana. Anehnya, hanya bagian saat Qiyana menampar Feli saja yang ada dalam video-video itu. Apa yang terjadi di sana sebelumnya tidak terlihat. Seolah-olah sengaja dipangkas menjadi seperti itu. Walaupun tidak mengetahui siapa yang merekam video tersebut, ia yakin ada campur tangan Feli di sana. “Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat tegang seperti itu?” tanya Kenzo yang melirik sekilas ke arah Qiyana. Qiyana yang tersentak langsung menggeleng dan buru-buru mematikan ponselnya sebelum Kenzo semakin curiga. Ia tidak ingin lelaki itu mengetahui masalahnya kali ini. Lagipula semuanya bermula karena dirinya tidak bisa menahan emosi. “Tidak apa-apa. Mungkin aku hanya terkejut karena kejadian barusan. Maaf sudah membuatmu malu di sana. Harusnya kamu tidak perlu menghampiriku s
Qiyana membuka matanya perlahan-lahan. Ringisan pelan lolos dari bibirnya karena pening tiba-tiba menyerang kepalanya. Wanita itu mengerjapkan matanya berulang kali. Keningnya mengerut saat menyadari kalau tempatnya berada saat ini bukanlah kamarnya yang ada di rumah Kenzo. Qiyana terlonjak hebat ketika merasakan pergerakan seseorang di belakangnya. Saat itu pula ia baru menyadari ada lengan kokoh yang memeluk perutnya dari belakang. Mengabaikan pening yang masih mendera, wanita itu langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Tubuhnya berubah pucat pasi dan gemetar ketakutan. Qiyana masih belum berani menoleh ke belakang. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, namun dirinya tidak bisa mengingat apa pun. Wanita itu membekap mulutnya dengan kedua tangan setelah memberanikan diri melihat siapa yang berbaring di sampingnya. “Kenapa bisa sampai begini? Apa yang sudah aku lakukan?” lirih wanita itu dengan mata berkaca-kaca. Qiyana menyingkirkan tangan yang melingkari peru
Sebelah sudut bibir Qiyana terangkat membentuk senyum miris. Setelah menyentuhnya tanpa izin, kini ia malah mendapati Kenzo sedang bermesraan dengan wanita lain. Qiyana semakin meyakini kalau lelaki itu memang sama saja dengan lelaki lain di luar sana. Qiyana ingin beranjak pergi dari sana, mungkin lebih baik ia menitipkan berkas di tangannya pada sekretaris lelaki itu. Tetapi, kakinya tak bisa bergerak ke mana pun. Seolah-olah ada sesuatu yang menahannya agar tetap berdiri di sana. Kenzo dan perempuan itu memang hanya berpelukan, begitulah yang terlihat di depan mata Qiyana. Namun, entah apa yang sedang mereka lakukan sebelumnya. Mungkin malah sudah lebih dari yang terlihat saat ini. Kedatangan Qiyana menyebabkan Kenzo dan perempuan yang bersama lelaki itu terkejut. Sang perempuan langsung mengambil tasnya yang berada di atas sofa. “Sepertinya aku harus pergi. Sampai jumpa lagi, jangan lupa dengan janjimu!” Sebelum benar-benar pergi, perempuan itu mengecup pipi Kenzo sekilas.