Share

Siapa Dia Sebenarnya?

Qiyana spontan bangkit dari tempat duduknya setelah mendengar jawaban Kenzo. Dari semua rencana yang dapat dilakukan, ia tidak Kenzo malah memilih rencana seperti ini. Sudah pasti, Qiyana tidak akan menyetujuinya.

“Apa? Kamu ingin membuat perusahaan ayahku bangkrut? Kenapa kamu malah melakukan itu? Perusahaan itu ayahku bangun dari nol, kamu tidak boleh membuat perusahaan ayahku bangkrut. Aku yakin pasti ada—”

“Tunggu dulu, Qiyana. Aku belum selesai bicara,” potong Kenzo cepat. Lelaki itu menegakkan tubuhnya dan melangkah mendekati Qiyana.

“Jangan panik dulu. Maksudku begini, aku akan melakukan sesuatu yang membuat perusahaan itu kolaps. Kamu pasti mengerti kalau kebanyakan orang tidak akan mau menanam modal di perusahaan yang sudah kolaps. Bahkan, saham yang sudah ada juga akan mereka tarik lagi.” Kenzo menjelaskan rencananya pelan-pelan.

“Ketika sudah tidak ada lagi yang bersedia membantu mereka, aku akan datang. Aku akan menanamkan saham di sana. Namun, tanpa mereka sadari aku akan mengambil semuanya pelan-pelan. Ketika mereka sadar nantinya, mereka sudah tidak punya apa-apa lagi,” sambung lelaki itu lagi.

Qiyana hanya diam sembari mencerna rencana yang ingin Kenzo lakukan. Jujur saja, ia tidak yakin rencana seperti ini akan berhasil. Apalagi resikonya juga sangat tinggi dan perusahaan peninggalan ayahnya sendiri yang menjadi taruhannya.

Kenzo kembali memangkas jaraknya dengan Qiyana. Tangannya terulur menangkup wajah wanita itu. “Aku berjanji akan mengembalikan semuanya padamu lagi. Kamu percaya padaku, ‘kan?”

Lagi-lagi Qiyana tidak menjawab. Ia masih merasa sangsi dengan rencana ini. Wanita itu tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika rencana mereka gagal. Di saat yang sama Kenzo sudah terlanjur membuat perusahaan ayahnya hancur.

“Ayo ikut denganku! Aku akan menjelaskan lebih detail lagi tentang rencana ini. Aku harap penjelasan ku bisa mengurangi kekhawatiran mu nanti.” Kenzo langsung menggenggam tangan Qiyana keluar dari kamar itu.

Qiyana mengikuti Kenzo ke ruang kerja lelaki itu yang terletak di lantai yang sama dengan kamar mereka. Ruangan luas dengan perlengkapan kantoran yang cukup lengkap langsung terpampang di hadapan wanita itu.

Kenzo menggeser salah satu kursi di dekat meja kerjanya memutari meja itu. Lalu, meminta Qiyana duduk di sana. Lelaki itu langsung menjelaskan seluruh rencananya lebih detail lagi sembari menunjukkan beberapa file dari komputernya.

“Bagaimana? Apa kamu masih ragu sekarang?” tanya Kenzo setelah penjelasannya selesai. “Kalau kamu masih ragu juga, silakan pikirkan lagi. Aku akan mematangkan rencana ini selagi menunggu persetujuan mu.”

Qiyana yang duduk di samping Kenzo menghela napas pelan. “Baiklah, aku akan mempertimbangkan semuanya. Aku hanya khawatir rencana ini tidak berjalan seperti yang kita inginkan dan perusahaan ayahku malah berantakan.”

Ketika Kenzo ingin menanggapi kata-kata Qiyana, ponsel lelaki itu tiba-tiba berdering. Qiyana yang merasa tidak memiliki kepentingan apa pun lagi segera pamit undur diri. Wanita itu menatap kembali pintu ruang kerja Kenzo yang sudah tertutup rapat. Entah kenapa, ia malah semakin merasa ragu.

Qiyana mulai menyesali keputusannya yang ia ambil terlalu cepat. Wanita itu mengangkat tangannya dan menatap cincin berlian yang Kenzo sematkan di jemarinya tadi. Apa keputusannya untuk bekerja sama dengan lelaki itu sudah paling tepat?

Sepersekian detik kemudian Qiyana langsung menggeleng. Ia tidak boleh seperti ini. Apa pun konsekuensi dari keputusan yang dirinya ambil ini harus ia terima. Tujuannya bukan hanya untuk membalaskan sakit hatinya atas pengkhianatan itu, melainkan demi menyelamatkan perusahaan ayahnya juga.

“Aku harus yakin kalau semuanya akan berhasil,” gumam Qiyana sembari mengulas senyum tipis.

Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian rumahan, Qiyana langsung berkutat dengan ponselnya. Wanita itu menanyakan bagaimana keadaan di perusahaan setelah dirinya pergi pada sekretarisnya. Ia semakin sedih dan marah setelah mengetahui apa yang kakak tiri dan mantan tunangannya lakukan di sana.

Sekretarisnya mengatakan jika setelah dirinya dipecat secara mendadak, Jovan langsung mengganti semua peraturan. Beberapa karyawan melakukan protes karena keberatan, namun akhirnya mereka malah dipecat. Qiyana bersumpah akan mengambil perusahaan peninggalan sang ayah lagi secepatnya. Ia tidak akan membiarkan mereka menghancurkan semuanya.

Qiyana kembali keluar dari kamarnya ketika matahari nyaris tenggelam. Ia berencana memasak untuk makan malamnya daripada hanya berdiam diri di kamar. Wanita itu juga ingin mengajak Kenzo makan malam bersama sebagai bentuk terima kasihnya.

Beberapa pelayan yang ada di dapur langsung menawarkan diri untuk membantu Qiyana. Namun, wanita itu menolak dan mengatakan bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Kurang lebih satu jam Qiyana berkutat di sana dan sekarang beberapa menu masakan lezat sudah tersaji di atas meja makan.

“Apa dia tidak ada di kamarnya ya?” gumam Qiyana yang sudah mengetuk pintu kamar Kenzo berulang kali, namun tidak ada jawaban. “Lebih baik aku mencari Kenzo di ruang kerjanya saja, siapa tahu dia ada di sana.”

Qiyana segera menggerakkan tungkai jenjangnya menjauh dari kamar Kenzo. Senyumnya mengembang saat melihat pintu ruang kerja Kenzo yang sedikit terbuka. Sepertinya lelaki itu memang berada di sana. Namun, ternyata ruangan itu kosong, Kenzo tidak berada di sana.

Kebetulan ada seorang pelayan yang melintas di dekatnya dan Qiyana langsung menghampiri orang itu. “Apa kamu tahu di mana Kenzo berada?” tanya wanita itu tanpa basa-basi.

Gadis muda yang semula tersenyum ramah itu tampak tersentak setelah mendengar pertanyaan Qiyana. Perubahan ekspresi yang sangat signifikan terlihat jelas dari wajahnya dan membuat Qiyana keheranan.

“Emm … kamu tidak tahu ya? Ya sudah kalau begitu, terima—”

“Sebenarnya Tuan Kenzo sedang berada di halaman belakang. Tapi ….”

“Tapi apa?” tanya Qiyana yang semakin dibuat bingung. Ia tidak mengerti mengapa gadis muda di hadapannya ini terlihat sangat aneh. Padahal pertanyaannya pun tidak sulit dijawab.

Sang pelayan menggeleng cepat. “Tidak ada apa-apa, Nyonya. Anda bisa menggunakan pintu itu ke halaman belakang. Saya permisi dulu.” Setelah menunjukkan di mana pintu yang mengarah ke halaman belakang, gadis itu langsung buru-buru melangkah pergi dari sana.

Qiyana mengerutkan keningnya menatap kepergian pelayan aneh itu. “Mungkin dia sedang buru-buru,” gumamnya seraya melanjutkan langkah. Wanita itu menuruni undakan tangga menuju lantai satu dan berbelok ke arah pintu yang ditunjuk oleh pelayan tadi.

Langkah Qiyana terhenti ketika manik matanya tak sengaja menangkap keberadaan banyak lelaki bertubuh kekar di halaman belakang. Wanita itu mundur beberapa langkah dan mengintip ke arah luar dari balik jendela.

Qiyana terbelalak dan membekap mulutnya melihat seorang lelaki dengan wajah penuh luka berlutut di depan Kenzo. Ia tidak dapat melihat wajah itu dengan jelas karena penerangan yang cukup temaram. Namun, terlihat jelas kalau lelaki itu terluka sangat parah.

“Siapa dia sebenarnya?” monolog Qiyana dengan ekspresi syok. Wanita itu spontan melangkah mundur. Namun, ketika ia hendak pergi, tubuhnya malah oleng dan tak sengaja menyenggol salah satu guci di atas meja.

PRANG!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status