Share

Tawaran Gila

Qiyana tahu siapa sosok familiar yang berjongkok di hadapannya. Kenzo Pradipta—mantan kekasih kakak tirinya. Alih-alih mengucapkan terima kasih karena lelaki itu telah menolongnya, Qiyana malah bersingkut mundur. Ia khawatir Kenzo juga sudah bersekongkol dengan ibu tirinya untuk menangkapnya di sini.

Sayangnya, tubuh Qiyana terasa remuk redam dan sangat sulit di gerakkan. Untuk bergeser saja ia kesulitan. Tak ingin membuat kondisi tubuhnya semakin parah, wanita itu pun menyerah. Meskipun begitu, Qiyana tetap memasang sorot penuh kewaspadaan.

“Qiyana! Di mana kamu! Jangan lari!”

Tiba-tiba terdengar suara Ambar dari kejauhan. Kepanikan Qiyana pun semakin menjadi-jadi. Kenzo yang menyadari kepanikan Qiyana langsung membantu wanita itu bangkit. Pekikan nyaring lolos dari bibir Qiyana karena Kenzo tiba-tiba mengangkat tubuhnya.

“Diamlah! Aku hanya ingin membantumu. Aku tahu kamu tidak bisa berjalan,” ucap Kenzo ketika Qiyana hendak melayangkan protes. Lelaki itu bergegas melangkah menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana.

Qiyana spontan melingkarkan tangannya di leher belakang Kenzo dan membiarkan lelaki itu membawanya pergi. Wanita itu tak berhenti merapal doa dalam hati, berharap ibu tirinya tidak akan menemukan keberadaannya.

Qiyana baru bisa bernapas lega setelah melihat Ambar dan anak buah ibu tirinya itu melewati mobil Kenzo begitu saja. Setelah dirasa aman, wanita itu langsung keluar dari tempat persembunyiannya dan duduk di kursi mobil tersebut. Tepat di samping Kenzo yang sudah menempati kursi di belakang kemudi.

Wanita muda itu sontak menoleh karena Kenzo sudah menyalakan mesin mobil. “Tunggu dulu! Kamu ingin membawaku ke mana? Emm … kurasa lebih baik aku mencari tempat yang aman sendiri saja. Terima kasih sudah menolongku barusan.”

Qiyana memang tidak tahu harus pergi ke mana setelah ini. Kembali ke rumah yang selama ini ia tempati juga rasanya tidak mungkin. Apalagi ibu tirinya pasti akan kembali memaksanya menandatangani berkas itu. Tetapi, Qiyana tidak mau merepotkan orang lain.

“Ke klinik atau rumah sakit terdekat. Kamu terluka, kalau dibiarkan terlalu lama bisa infeksi. Tenanglah, aku tidak memiliki niat jahat padamu,” jawab Kenzo seraya melirik Qiyana sekilas, lalu mulai mengendarai mobilnya menjauh dari tempat tersebut.

Sontak saja, Qiyana pun langsung mengamati penampilannya saat ini. Kemeja biru muda yang dipadukan dengan celana jeans hitam itu sudah lusuh dan robek di beberapa bagian. Ditambah lagi dengan luka lecet yang ada di tangan dan kakinya. Menyisakan perih yang baru terasa sekarang.

Dalam waktu kurang dari 30 menit, mobil mewah yang Kenzo kendarai sudah tiba di salah satu klinik yang kebetulan mereka lewati. Kenzo kembali menawarkan diri untuk menggendong Qiyana. Namun, Qiyana menolak dan memilih berjalan sendiri walaupun tertatih-tatih.

Klinik yang masih lengang membuat Qiyana tidak perlu mengantri untuk mendapatkan penanganan. Luka-luka yang parah, terutama di bagian telapak kaki Qiyana dibalut perban tipis. Sedangkan yang lainnya menggunakan plester. Ada juga sebagian yang hanya diberikan obat merah saja.

Setelah luka-luka Qiyana selesai diobati, Kenzo langsung membantu wanita itu melangkah kembali ke mobilnya. Qiyana yang masih termenung tidak bertanya ke mana Kenzo membawanya pergi. Bahkan, selama di perjalanan wanita itu terus melamun.

“Kenapa ibu tirimu mengejarmu tadi?” tanya Kenzo yang berhasil membuyarkan lamunan Qiyana dan memecah keheningan di antara mereka. “Apa kamu mau menceritakan apa yang terjadi padamu sebenarnya? Tenang saja, rahasiamu akan tetap aman.”

Qiyana menimbang-nimbang sejenak sebelum memutuskan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. “Mereka mengejarku karena ingin memaksaku menandatangani surat yang berisi pemindahan ahli waris. Aku melarikan diri karena tidak mau melakukannya.”

Kenzo mengumpat pelan. “Ternyata mereka tidak pernah berubah. Setelah mengambil hartaku, mereka masih menginginkan harta warisanmu juga. Apa kamu tahu kalau hari ini Feli dan Jovan menikah?”

“Ya,” jawab Qiyana pelan. “Aku sudah mengetahui semuanya.”

Qiyana tidak tertarik membahas persoalan ini sekarang. Apalagi luka di hatinya masih basah. Bahkan bayangan pengkhianatan yang kakak tiri dan tunangannya lakukan masih terpampang nyata di ingatannya.

“Aku mencarimu beberapa hari yang lalu, tetapi aku tidak berhasil menemukanmu. Ke mana kamu pergi? Apa kamu sengaja menghindar karena mengetahui tentang pernikahan Feli dan Jovan?” tanya Kenzo ketika lampu lalu lintas berubah merah.

Qiyana mendengus. “Aku baru mengetahui tentang pernikahan mereka hari ini. Aku berada di luar kota untuk urusan pekerjaan sejak sebulan yang lalu. Untuk apa kamu mencariku?” tanyanya dengan kening mengerut.

“Aku ingin mengajakmu bekerja sama. Aku yakin kamu juga pasti ingin mengambil kembali apa yang harusnya menjadi milikmu, ‘kan? Kita memiliki tujuan yang sama dan kita bisa melakukannya secara bersama-sama juga,” jawab Kenzo seraya membelokkan mobilnya memasuki pekarangan rumahnya.

Mengabaikan kalimat yang Kenzo katakan, Qiyana lebih tertarik menelisik rumah mewah di hadapannya. “Ini rumah siapa?” tanya wanita itu yang baru menyadari jika mobil yang dirinya tumpangi telah memasuki pelataran rumah mewah tersebut.

“Rumahku. Ayo turun, aku ingin membahas banyak hal denganmu. Aku yakin kamu pasti setuju dengan rencana yang aku buat. Kita bisa mewujudkannya bersama-sama dan menghancurkan mereka,” sahut Kenzo yang langsung turun dari mobil.

Kenzo melangkah memutari kendaraan beroda empat tersebut, membuka pintu mobil di samping Qiyana dan membantu wanita itu berdiri. “Biarkan aku membantumu. Kakimu pasti masih sakit, jangan terlalu dipaksakan berjalan, nanti malah semakin parah.”

Qiyana tidak melayangkan protes sama sekali karena kakinya memang masih berdenyut nyeri. Ditambah lagi dengan kebas yang masih terasa membuatnya kesulitan berjalan.

Bola matanya berpendar menatap setiap sudut yang terpampang di sekelilingnya. Di mulai dari bagian pekarangannya hingga di bagian dalam, semuanya dilengkapi oleh interior yang terlihat sederhana namun berkelas. Rumah ini berkali-kali lipat lebih besar dan merah dari rumah peninggalan orang tuanya yang kini dikuasai ibu dan kakak tirinya itu.

Qiyana mengerutkan keningnya saat Kenzo meminta salah seorang wanita muda berpakaian khas pelayan menyiapkan sebuah kamar. “Kamar untuk siapa?” tanya Qiyana spontan.

“Tentu saja untukmu. Selama kita menjalankan misi ini, kamu bisa tinggal di sini,” jawab Kenzo tanpa basa-basi.

Qiyana yang terkejut spontan melepaskan diri dari rangkulan Kenzo. “Aku tidak bisa tinggal bersamamu di sini. Lagipula aku belum menyetujui tawaran yang kamu berikan. Kita tidak memiliki hubungan apa pun, kita tidak mungkin tinggal satu rumah. Maaf, lebih baik aku mencari tempat tinggal sendiri.”

Qiyana langsung memutar tubuhnya dan bergerak pergi dari sana dengan langkah tertatih-tatih. Ia tidak mungkin tinggal satu atap dengan seseorang yang tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Walaupun tidak tahu harus pergi ke mana sekarang, Qiyana tetap tidak akan menerima tawaran Kenzo.

Beberapa kali Kenzo memanggil Qiyana. Namun, wanita itu memilih berpura-pura tidak mendengar dan terus melanjutkan langkahnya. Gerak kakinya sontak terhenti karena Kenzo yang tiba-tiba mencekal lengannya.

“Kalau begitu, bagaimana jika kita menikah saja?”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
semoga mau dan awal nya saling suka
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
apa Kenzo mengajak nikah qiara kira2 qiara mau gk ya agar bisa membalas dendam sama tunangn dan Kaka tiri serta ibu tirinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status