Share

Istrimu atau Sekretarismu?

Althea telah membulatkan tekadnya untuk membalaskan semua dendamnya, setelah ia dipertemukan kembali dengan mertuanya dulu dan juga sahabat baiknya yang sudah menusuknya dari belakang. 

Kini Althea melenggang menuju ruangan Agung Permana, di tangannya membawa beberapa berkas yang mesti ditandatangani. Althea perlahan mengetuk pintu coklat tua yang merupakan ruangan Agung Permana. 

"Masuk!" 

Althea mendengar suara Agung memintanya masuk dan segeralah ia melenggang ke dalam ruangan Agung tersebut. 

"Selamat siang, Pak!" 

"Siang, Althea. Ada apa?" 

"Ada beberapa berkas yang harus Pak Agung tandatangani," pungkas Althea sembari menyerahkan beberapa berkas yang ada di tangannya itu. 

"Baiklah." 

Laki-laki bernama lengkap Agung permana itu pun segera membubuhkan tandatangannya di lembar demi lembar yang Althea serahkan. 

"Apakah ada lagi, Althea?" tanya laki-laki itu. 

"Tidak ada, Pak." 

"Baguslah."

Althea manggut-manggut. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." 

"Tunggu, Althea!" Agung dengan cekatan menghentikan langkah perempuan yang merupakan sekretarisnya itu. 

"Ya, Pak? Ada sesuatu yang bisa Althea bantu?" 

"Tolong buatkan aku kopi seperti kemarin," pungkas Agung. 

"Aku pikir kopimu cukup membuatku tenang di tengah hari yang membuatku kantuk," lanjut Agung, kemudian terkekeh kecil. 

Seketika senyum Althea terlukis begitu tulus. Ia begitu suka mendengar permintaan Agung yang masih dianggap sebagai suaminya itu sekaligus laki-laki yang masih dicintainya. 

"Dengan senang hati akan saya buatkan, Pak." 

"Terima kasih, Al." 

"Sama-sama, Pak." 

Althea melenggang dari ruangan Agung, meninggalkan laki-laki yang tengah dilanda senyum sumringah tanpa sebab itu. 

Entah mengapa, semenjak kedatangan Althea, kehidupan Agung lebih ringan daripada sebelumnya. Bagi Agung, Althea benar-benar mengingatkannya pada sosok istrinya yang telah tiada dua tahun silam. Senyum Althea, kopi buatan Althea, bahkan tanda lahir Althea, dan semuanya tentang Althea begitu mengarah pada Arum Kenanga, mendiang istrinya. 

Tetapi, lagi-lagi Agung menyadari bahwa Althea dan Arum Kenanga adalah dua orang yang berbeda, apalagi dengan wajah keduanya yng berbeda. 

PRANGGG!!

Agung terbangun dari lamunan usai suara benda jatuh begitu nyaring masuk ke telinganya dan suara itu berasal dari depan ruangannya. 

Agung dengan cekatan beringsut dari kursinya. Di benaknya tiba-tiba terpikirkan Althea, pasalnya beberapa saat lalu ia meminta perempuan itu untuk membuatkan kopi dan tiba-tiba saja ia begitu risau. 

"Apakah kamu tidak bisa melihat dengan baik kalau aku sedang berjalan ke sini?" Suara Vera Indilia seketika menyentak Agung ketika laki-laki itu membuka pintu ruangannya. Pandangan laki-laki itu dikejutkan dengan Vera Indilia, istrinya dan Althea yang sedang memunguti pecahan kaca di lantai. 

"Jalan itu pakai mata! Bajuku jadi kotor!" imbuh Vera Indilia lagi. 

"Vera, sudah!" Agung seketika berujar dengan tegas hingga menyebabkan perempuan itu tersentak bahkan bukan hanya Vera Indilia tetapi beberapa pegawai yang sedang menggerumbul itu pun terkejut. 

"Sa-Sayang? Ka-Kamu membentak aku?" Vera Indilia terlihat shock mendengar apa yang Agung lakukan, sebuah fakta bahwa Agung Permana membentaknya. 

"Untuk apa kalian semua di sini? Pergi ke tempat masing-masing dan selesaikan pekerjaan kalian!" tegas Agung kepada para pegawainya. 

"Ba-Baik, Pak," sahut beberapa pegawainya sembari terbirit-birit ke ruangannya masing-masing. 

Agung Permana lantas menghampiri Althea yang memunguti pecahan gelas itu. "Althea, sudah! Biar OB di sini yang membersihkannya, kamu tidak perlu membersihkan ini," pungkas Agung Permana. 

"Ta-Tapi Pak, ini salah saya. Sa-Saya harus membereskannya," pungkas Althea sedikit sendu. 

"Tidak apa-apa, saya tahu ini hanya sebuah kecelakaan. Lain kali hati-hati, sekarang basuh tanganmu dan kembali ke ruanganmu. Mengerti?" 

Althea manggut-manggut paham. "Ba-Baik, Pak. Sekali lagi saya minta maaf, Pak." 

"Iya, Althea. Tidak apa-apa." 

Althea pun melenggang, meninggalkan dua orang yang tak lain tak bukan adalah Agung Permana dan Vera Indilia di depan ruangan tersebut. 

Dan selepas kepergian Althea, Vera Indilia mendengus begitu kesal. "Sa-Sayang? APA YANG KAMU LAKUKAN? Ka-Kamu lebih membela dia daripada istrimu? Ka-Kamu bahkan membentak istrimu di depan karyawanmu, Sayang. A-Apa yang terjadi sebenarnya? Ka-Kamu ada rasa sama sekretarismu itu? Iya?" cecar Vera Indilia dengan penuh kesal. 

Agung Permana memijit pelipisnya gusar. Laki-laki itu menarik istrinya ke dalam ruangannya tanpa permisi. "Vera, kamu selalu seperti ini? Selalu berpikir yang tidak-tidak," ujar Agung. 

"Ingat, Vera! Dia itu karyawanku dan dia hanya melakukan keselahan menumpahkan kopiku secara tidak sengaja, dia menabrakmu tidak sengaja, Vera. Bukan sebuah kesengajaan, jadi untuk apa kamu mempermasalahkannya, bahkan sampai membentakanya dan membuat kericuhan?" tanya balik Agung beruntun dengan tak kalah kesal. 

Vera Indilia bersedekap dada sembari melayangkan tatapan kesal pada suaminya itu. "Kamu bilang itu hanya kesalahan kecil? Dia itu harusnya lebih berhati-hati, Mas. Kenapa kamu malah membelanya begini? Kamu harusnya bela aku, aku istrimu bukan membela dia yang hanya karyawanmu." 

Agung Permana memijit pelipisnya lagi dengan penuh kesal. "Ini bukan masalah istri atau karyawan saja, tetapi ini masalah kebenaran, Vera," Agung sedikit meluluhkan suaranya. 

"Aku tahu bagaimana watakmu yang selalu cemburu, gampang marah, dan selalu menyalahkan orang lain. Jadi, apakah aku harus menyalahkan seseorang yang tidak bersalah seperti karyawanku itu?" imbuh Agung memperjelas. 

Vera Indilia terdiam sepersekian detik, perempuan itu mengepalkan tangannya kesal. Tak terima jika suaminya selalu membela sekretarisnya itu. 'Apa kelebihannya sampai kamu membelanya begini, Mas?' batin Vera Indilia. 

'Dia hanya karyawanmu dan tidak lebih,' batin Vera lagi. 'Sepertinya aku harus mencari perhitungan dengan sekretarismu itu.'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status