Share

Bab 04 Terlambat

Briana menghela napas panjang setelah mendengar apa yang diungkapkan oleh Dirga. Sebagai seorang wanita, tentu saja dia ingin segera menikah dengan Dirga, yang telah menyukainya selama empat tahun ini.

Namun, banyak hal yang membebani pikiran Briana, salah satunya adalah Ethan. Bagaimana jika keluarga Dirga tidak menerima Ethan, seperti ayah kandungnya dulu yang mengusirnya setelah mengetahui bahwa ia hamil di luar nikah.

"Kita bicarakan nanti, Pak." Ucap Briana.

"Sekarang sudah waktunya makan siang, Bri," kata Dirga sambil menatap arlojinya. "Jika kamu tidak ingin membicarakannya di sini, kita bisa melanjutkan di restoran," usul Dirga, lalu mematikan laptopnya dan mengajak Briana keluar dari ruangannya.

Ketika mereka tiba di lobi, Dirga dan Briana bertemu dengan Daffa. Daffa memperhatikan wajah Briana dengan rasa penasaran tentang hubungannya dengan Gian.

"Kenapa kamu melihat Briana begitu, huh?" tanya Dirga dengan kesal melihat adiknya menatap Briana.

"Tidak apa-apa, dia memang cantik," kata Daffa. "Kamu mau pergi ke mana?"

"Makan siang, mau ikut?" tanya Dirga.

"Nggak lah, mas orang pacaran diikutin," kata Daffa sambil kembali ke ruangannya.

Gian mendatangi ruangan Daffa dengan tergesa-gesa.

"Apakah Briana sudah keluar makan siang? Di mana ruangannya?" tanya Gian.

"Apa yang bakal lo lakukan, Gian? Gue sudah bilang, Briana adalah calon istri abangku." Jawab Daffa.

"Gue hanya ingin berbicara dengannya, Daff. Hanya ingin menanyakan kabar dan meminta maaf," kata Gian sambil duduk lesu di sofa ruangan Daffa.

Daffa yang melihat sahabatnya dalam keadaan sedih, akhirnya mencoba membantunya. Dia tiba-tiba menelepon kakaknya ketika Gian masih berbicara.

"Kakak, makan siang direstoran mana?" tanya Daffa pada kakaknya.

"Oh. Nggak, nanti aku akan memberi tahu jika aku lapar dan mengetahui restorannya berada di sebelah mana. Sekarang aku sibuk, ya. Sampai jumpa." Ucap Daffa sembari menutup teleponnya.

Gian memandang heran temannya yang menelepon hanya untuk menanyakan nama restoran.

"Jangan keliatah sedih gitu dong, lo keliatan seperti gelandangan yang kehilangan tempat tinggal. Inilah alamat restoran tempat Briana bersama kakak gue." Daffa memberikan alamat yang dicatatnya saat menelepon Dirga.

"Terima kasih, Daffa. Lo adalah sahabat terbaik gue." Ujar Gian.

"Ingat! Bersikaplah alami saat bertemu dengannya. Gue merasa sedikit bersalah kepada Kak Dirga." Kata Daffa.

"Tenang saja, Daff." Ucap Gian.

Gian meninggalkan kantor Daffa dengan perasaan campur aduk, campuran bahagia dan ketakutan. Ia memacu mobilnya dengan cepat menuju restoran yang ternyata tidak terlalu jauh dari kantor Dirga dan Daffa.

Dengan perasaan was-was, Gian mencari keberadaan Briana yang ternyata sedang duduk bersama Dirga dan seorang wanita tua. Gian berusaha mencari posisi yang aman, di mana ia bisa mendengar dan mengamati Briana tanpa diketahui oleh wanita tersebut.

Dia memilih meja paling depan, dekat pintu masuk. Posisi Briana yang sedikit membelakanginya memungkinkan Gian untuk diam-diam mengamatinya.

"Dirga, sebagai orang tua, tentu saja nenek ingin yang terbaik untuk calon istri kamu. Dari segi keturunan, memang dia bagus, dia berasal dari keluarga terpandang. Tetapi dari segi pendidikan, saat ini dia jauh di bawah kita. Apalagi dari segi moral, walau memiliki pendidikan, dia tidak bermoral." Nenek Dirga mengutarakan semua hal yang membuat Briana merasa sedih.

Inilah ketakutan terbesar Briana, tidak akan ada keluarga yang bersedia menikahkan anak laki-laki mereka dengannya. Terlebih lagi, Briana memiliki Ethan, yang menjadi bukti masa lalunya yang buruk. Di mata orang lain, Briana tetap dianggap sebagai wanita berdosa yang memiliki anak di luar nikah, meskipun Dirga sangat menyayangi Ethan.

"Nek, aku datang ke sini untuk berbicara dengan baik-baik, tetapi tiba-tiba Nenek datang dan langsung memberikan ceramah seperti itu. Aku dan Briana akan tetap menikah, Nek, dengan atau tanpa restu Nenek," putus Dirga yang kecewa karena neneknya memperkeruh situasi.

Gian masih bingung dengan situasi ini. Tiba-tiba Briana meninggalkan meja, menangis. Dirga mencoba menahannya, tetapi neneknya juga menghalanginya untuk memberikan kesempatan kepada Briana untuk pergi.

Akhirnya, Gian yang belum memesan apa-apa keluar dari restoran dan menunggu Briana di luar. Beberapa menit kemudian, Briana keluar dari restoran sambil berlari dan bersembunyi di antara mobil yang terparkir. Briana menyelinap seolah-olah seorang pencuri. Pada saat itu, Gian membuka pintu mobilnya yang tiba-tiba, membuat Briana terkejut.

"Naik, Bri!" perintah Gian, yang membuat Briana terkejut dan takut.

"Kamu!" Briana melihat Gian dengan mata terbelalak, terkejut melihat wajah Gian di balik kemudi mobil putih yang tiba-tiba terbuka dan mengejutkannya. "Kenapa kamu di sini?" tanya Briana dengan nada tegas.

Kemudian, ia melihat ke arah Dirga yang semakin mendekat. Mungkin ia curiga melihat pintu mobil Gian yang terbuka.

"Aku ingin bicara denganmu, Bri," kata Gian, yang mencoba membuka percakapan tanpa ragu, meskipun selama empat tahun mereka tidak pernah bertemu. Mereka berpisah dalam keadaan buruk dan bertemu dalam situasi yang menegangkan ini.

Briana tidak mendengarkan kata-kata Gian, ia terus fokus pada Dirga yang semakin mendekat. Ia tidak ingin Dirga melihat Gian dan kemungkinan mengenali Gian sebagai ayah Ethan karena mereka sangat mirip.

"Aku ingin minta maaf, sejak malam itu..." kata Gian dengan hati-hati.

Briana tiba-tiba duduk di kursi penumpang dan menutup pintu mobil Gian. "Jalankan mobilnya!" perintahnya dengan nada tegas, membuat Gian bingung.

"Apa?" tanya Gian bingung.

"Aku bilang jalankan mobilnya," teriak Briana, membuat Gian menjadi galau.

Gian bergerak untuk melaju. Ia mencoba mengatur napasnya dan berusaha untuk membuka obrolan dengan Briana.

Ponsel Briana bergetar, tapi wanita itu mengabaikannya saat melihat nama Dirga yang menghubunginya.

"Maaf, Bri. Aku ingin meminta maaf. Waktu itu, aku pergi ke rumahmu, tapi kamu tidak ada. Dua tahun yang lalu, aku pergi lagi, tapi ibumu mengatakan kamu sudah tidak tinggal di sana. Di mana kamu tinggal sekarang, Bri?" tanya Gian dengan penuh penjelasan.

"Bukan urusanmu. Turunkan aku di sini!" perintah Briana, menunjuk ke halte yang terlihat tidak begitu jauh dari posisinya saat ini.

"Bri, aku hanya ingin berbicara sebentar saja." Pinta Gian.

"Tidak perlu. Turunkan aku di sini." Kata Briana dengan nada tinggi.

"Tidak, aku ingin berbicara denganmu. Aku ingin menjelaskan semuanya." Ucap Gian.

"Terlambat! Empat tahun telah berlalu dan kamu datang tiba-tiba, membuka luka lama yang bahkan belum sembuh, Gi." Briana melotot pada Gian dengan tatapan tajam yang masih penuh kebencian.

"Karenanya aku ingin menjelaskan, Bri." Ucap Gian dengan memohon.

"Turunkan aku." Halte sudah sangat dekat, tetapi Gian tidak mengurangi kecepatan mobilnya. Briana berusaha membuka pintu, tapi Gian menguncinya.

"Kita akan pergi ke tempatku. Kita akan bicarakan semuanya dengan baik, Bri!" kata Gian ketika Briana masih berusaha membuka pintu mobilnya.

"Apa gunanya? Agar kamu bisa memperkosa aku lagi?" teriak Briana dengan sangat marah.

Gian terperangah. Ia tidak pernah menyangka bahwa perkataannya akan membuat Briana salah paham.

"Turunkan aku!" teriak Briana.

Tiba-tiba, Briana memukul Gian dengan tasnya tepat di kepalanya.

"Turunkan!" teriak Briana, yang masih memegang tasnya dan bersiap untuk memukul Gian lagi.

Gian menepikan mobilnya, halte telah terlewat beberapa meter di belakang mobil. Briana berusaha keluar, tapi Gian masih mengunci pintu mobil.

"Pukul aku, Bri! Kalau itu bisa membantu meredakan rasa sakitmu, pukul saja aku!" kata Gian, bersiap menerima pukulan dari Briana.

Namun, Briana belum sempat memukul Gian. Ponselnya tiba-tiba berdering lagi. Briana hendak mematikan teleponnya, tetapi ketika melihat nama Davira di layar, dia mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk menjawab panggilan saudara tirinya itu.

"Halo!"

"Apa? Ada apa dengan Ethan?" tanya Briana dengan panik.

Mendengar Briana menyebut nama Ethan, Gian menatapnya dengan rasa cemburu.

"Baik, aku akan segera ke sana!" kata Briana yang kemudian menutup teleponnya.

"Siapa yang telepon?" tanya Gian.

"Bukan urusanmu! Buka pintunya!" bentak Briana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status