Share

Bab 07 Dia Anakku?

Briana benar-benar mengusir Gian, tidak mau menjelaskan apa pun pada Gian meski laki-laki itu melibatkan Daffa. Briana bahkan mengancam akan menghubungi Dirga kalau Gian terus mengganggunya di jam kerja.

Gian akhirnya kembali ke kantor dan menunggu waktu pulang untuk kembali menemui Briana. Saat perjalanan ke kantor, tanpa sengaja ia bertemu Davira dan Ethan yang sedang menyeberang di lampu merah, tepat di depan mobil Gian.

Tentu saja Gian sangat syok melihat wajah Ethan yang sangat mirip dengannya waktu kecil. Akan tetapi, saat melihat Davira, ia jadi ragu karena ia tidak pernah mengenal Davira. Gian menepikan mobilnya, lalu mengejar Davira yang masih menunggu taksi.

"Maaf, permisi," Gian berusaha menetralkan napasnya yang tersengal-sengal.

Davira melihat wajah Gian dan langsung menyembunyikan wajah Ethan yang ada dalam gendongannya.

"Ya, ada apa?" tanya Davira dengan tenang, ia sudah sangat pandai berakting. Apalagi, sekarang ia mendapat tawaran main film yang mengharuskannya mengasah kemampuan itu, meski ia hanya menjadi figuran.

"Apa saya boleh lihat wajah anaknya, tadi sekilas saya kayak kenal," jawab Gian dengan ekspresi memohon.

"Maaf, ini anak saya. Kami sedang liburan di sini, tidak mungkin Anda kenal saya atau anak saya," balas Davira dengan tegas.

"Maaf, hanya lihat sebentar," mohon Gian.

"Maaf ya, Mas, saya bisa lapor polisi, loh. Jangan-jangan Mas mau berbuat jahat, orang bilang Jakarta itu lebih kejam dari ibu tiri." Kata Davira.

"Saya cuma mau pastikan..."

"Pastikan apa? Itu mobil Mas bukan, menghalangi jalan tuh, awas nanti kena razia satpol pp." ucap Davira yang langsung memotong ucapan Gian.

"Mas pindahkan mobilnya, kalau ngobrol jangan di jalan," teriak seseorang.

Gian langsung kembali ke mobil, dan Davira langsung kabur naik taksi yang kebetulan lewat.

"Huft, selamat," Davira mengelus dadanya. "Untung aja nggak ketahuan. Gila sih, muka Gian mirip banget sama Ethan."

Gian yang kehilangan jejak Davira semakin dibuat pusing. Ia meminta Faris untuk bergerak cepat menyelidiki Briana. Bisa-bisa dia gila karena menunggu kepastian.

Malam harinya, Faris menemui Gian. Ia menyerahkan hasil penyelidikan anak buahnya.

"Jadi, anaknya Briana itu anak kamu?" tanya Faris saat Gian memeriksa cetakan foto yang diberikan Faris barusan.

"Ini Ethan? Jadi, Ethan anak aku? Aku sama Briana punya anak?" Gian terkejut sekaligus bahagia memandangi foto-foto Ethan yang sangat mirip dengannya.

"Gian, jawab dulu. Kamu pernah nikah siri sama Briana?" tanya Faris dengan suara yang lebih tinggi.

"Aku pernah memaksa dia untuk melakukan itu dengan aku," jawab Gian sambil menatap mata Faris.

"Maksudnya, kamu memaksa dia seperti itu?" tanya Faris yang tidak mengerti dengan perkataan sepupunya tersebut.

Gian mengangguk. "Hanya sekali saya melakukannya. Saya tidak pernah berpikir bahwa dia akan hamil dan..."

"Briana pasti sangat membenci kamu, Gi." Ucap Faris memotong perkataan Gian.

"Aku tidak tahu bahwa akibatnya akan seburuk ini, Faris." Balas Gian.

"Memiliki anak tanpa diakui, diusir oleh orang tua, Briana menderita sangat karena perbuatanmu." Gian menunduk, apa yang dikatakan Faris memang benar. Semua ini adalah kesalahan dia.

Gian berdiri hendak pergi dari kafe, tapi Faris mencegahnya.

"Kemana kamu akan pergi? Mau menemui Briana pada malam seperti ini, menciptakan keributan, dan membuatnya malu? Gi, kesalahanmu sangat serius. Meminta maaf saja tidak akan cukup untuk mengganti semuanya." Kata Faris mencegah Gian pergi menemui Briana.

"Harus bagaimana, Ris? Aku memiliki anak, dan Aku tidak ingin melihat mereka menderita seperti ini, Aku akan menikahi Briana." Kata Gian dengan mantap.

"Briana memberitahu Ethan bahwa kamu bekerja jauh. Lebih baik kamu memenangkan hati Ethan terlebih dahulu, lama kelamaan Briana akan melihat ketulusanmu." Faris menepuk pundak Gian memberikan semangat.

***

Keesokan harinya, Gian menemui Ethan dan Briana di rumah mereka, membawa banyak mainan anak laki-laki. Dengan penuh keberanian, Gian mengetuk pintu.

"Ethan, tolong buka pintu, Mommy masih memasak dan takut terlalu gosong," teriak Briana yang mendengar suara ketukan pintu.

"Iya, Mommy." Sahut Ethan.

Ethan menuruti dan membuka pintu.

Gian yang melihat Ethan membuka pintu langsung berjongkok dan menatap putranya.

"Ethan, apa kabar?" tanya Gian sembari menyentuh wajah putranya.

"Om siapa?" tanya Ethan dengan polosnya.

Gian sangat ingin memeluk putranya, tapi dia tahu bahwa itu akan membuat Ethan merasa tidak nyaman dan bahkan mungkin ketakutan.

"Mama ada?" tanya Gian.

"Mommy? Mommy masih memasak, Om siapa ini?" tanya Ethan lagi.

"Om ini..."

"Siapa, Ethan?" teriak Briana yang sekarang keluar setelah mematikan kompor. Briana masih mengenakan apron untuk menutupi pakaian kerjanya.

"Ini Daddy, Ethan. Daddy sangat merindukan Ethan," kata Gian, membuat Ethan menatap ibunya.

Briana masih sangat terkejut dengan kedatangan Gian, terutama setelah Gian mengatakan pada Ethan bahwa dia adalah ayahnya.

"Mommy, dia benar-benar Daddy, kan?" tanya Ethan sambil menarik tangan Briana.

"Bri, Ethan."

"Kamu sudah tahu, bukan? Baiklah, apa lagi yang kamu inginkan?" tanya Briana.

"Jadi, benar, ini Daddy, Mom?" tanya Ethan, wajahnya sudah memerah menahan air mata.

Briana mengangguk, dan Ethan memeluk Gian.

"Daddy pergi ke mana, kenapa Daddy tidak pulang? Ethan sangat merindukan Daddy." Tangis Ethan mulai pecah.

"Masuk saja, tidak baik jika kita dilihat oleh tetangga." Briana meninggalkan Ethan dan Gian yang berpelukan.

"Maaf, ya, Ethan. Daddy sudah bekerja sangat lama, Sayang," kata Gian sambil menggendong Ethan dan membawanya masuk.

"Daddy, jangan pergi lagi, ya. Ethan ingin punya Daddy seperti teman-teman Ethan." Pinta Ethan.

"Tentu, Sayang. Daddy akan di sini, menjaga Ethan dan Mommy," jawab Gian sambil melirik Briana.

"Janji, Daddy, jangan tinggalkan Ethan dan Mommy lagi." Ucap Ethan.

"Baiklah, Sayang. Anak Daddy sangat tampan, persis seperti Daddy. Oh ya, Daddy membawa banyak mainan di mobil, kita ambil, ya." Kata Gian.

"Hore!" Ethan bersorak girang, dan Gian juga tersenyum bahagia mendengar tawanya Ethan. Hati Gian terasa hangat mendengar suara tawa putranya.

Gian membuka pintu mobil sambil tetap menggendong Ethan. Beberapa tetangga melihat adegan ayah dan anak yang sangat mirip itu. Gian mengeluarkan semua mainan yang dibelinya untuk Ethan. Dia tidak tahu pasti mainan mana yang disukai Ethan, itulah sebabnya Gian membelikan berbagai jenis mainan anak laki-laki.

Gian kesulitan membawa mainan Ethan sambil tetap menggendong putranya.

"Mommy, Ethan mendapat banyak mainan dari Daddy," kata Ethan, memamerkan mainannya pada Briana.

Briana melihat kesal ke arah Gian yang dengan seenaknya membawa banyak mainan untuk Ethan. Briana selalu mendidik Ethan untuk tidak boros, tetapi Gian justru melakukan sebaliknya.

"Ethan, masuk ke dalam kamar dulu. Mommy ingin berbicara sebentar dengan Daddy!" kata Briana, tetapi Ethan tidak langsung menurutinya.

"Tapi, Mom. Ethan ingin bermain dengan Daddy," jawab Ethan.

Briana mulai memandang tajam ke arah Ethan, dan akhirnya Gian menyuruh Ethan untuk menuruti ibunya.

"Masuk sebentar ya, Ethan. Nanti Daddy akan menemani Ethan bermain." Gian mencium pipi Ethan dan mengusap lembut rambut cokelatnya yang mirip dengan miliknya.

Ethan mengangguk, lalu mengambil beberapa mainan dan membawanya ke dalam kamar.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Briana setelah yakin Ethan tidak mendengarkan percakapan mereka.

"Aku minta maaf, Bri. Aku hanya berusaha..."

"Kamu pikir dengan banyak mainan, kamu bisa menebus semua kesalahan kamu?" tanya Briana langsung memotong penjelasan Gian.

"Bri, kenapa kamu tidak bilang kalau kamu hamil?" tanya Gian.

"Jadi ini salahku? Harusnya kamu yang memikirkannya, Gi. Harusnya kamu yang mencari aku untuk meminta maaf, untuk menanyakan keadaanku. Apakah kamu melakukannya?" maki Briana.

"Iya, aku salah. Aku tahu aku pengecut. Aku tidak berpikir bahwa kamu mungkin hamil. Aku tidak memikirkannya sejauh itu, Bri. Maaf." Gian menundukkan kepalanya.

Briana menarik napas berkali-kali untuk menahan amarahnya. Dia tidak ingin Ethan mendengar mereka bertengkar.

"Pergi, Gi! Aku dan Ethan tidak butuh kamu." Pinta Briana.

"Tapi Ethan juga adalah anakku, Bri. Aku juga ingin memberikan kebahagiaan dan kasih sayangku kepada Ethan. Jangan halangi aku, Bri. Kali ini, meskipun kamu marah, meskipun kamu memukuli aku, aku tidak akan meninggalkan kalian lagi." Ucap Gian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status