Briana menatap Gian dengan pandangan benci saat ia dengan seenaknya mengakui Ethan sebagai putranya. Meskipun dia adalah ayah biologisnya, selama ini dia telah absen dari hidup mereka. Tiba-tiba saja, Gian muncul dan mengklaim dirinya sebagai ayah biologis Ethan.
"Empat tahun ini, kamu kemana, Gi? Di mana kamu saat aku hamil? Di mana kamu saat aku dan Ethan harus menjalani hidup tanpamu?" Briana melepaskan amarahnya dengan banyak pertanyaan yang selama ini hanya terpendam di dalam hatinya.
Gian meraih tangan Briana, tetapi ia langsung menepisnya dengan kasar.
"Aku minta maaf, Bri. Saat itu aku sempat datang ke rumahmu, tapi kamu tidak ada. Lalu, aku pergi kuliah dan bekerja di LA. Ketika aku kembali, kamu sudah tidak tinggal di rumah itu, dan aku tidak sempat mencarimu karena aku..." jelas Gian.
"Semua itu hanyalah alasan, Gi. Aku tahu kamu sangat membenciku, tapi tindakanmu sangat keji. Apa yang telah kulakukan sehingga kamu bersedia menghancurkan hidup
Setelah Briana memberi tahu Dirga bahwa Gian sudah kembali, Dirga merasa semakin bingung. Dia belum mendapatkan restu dari neneknya, dan sekarang harus menerima perjodohan dengan wanita yang tidak dia cintai."Bri, ada yang ingin aku bicarakan," kata Dirga dengan ragu."Nanti saja, Pak. Saya memiliki banyak pekerjaan, dan saya sudah terlambat," jawab Briana sambil menyalakan komputernya, mengabaikan Dirga yang ingin berbicara serius dengannya."Silakan nanti siang, datanglah ke ruangan saya. Ini sangat penting!" Dirga memohon.Briana mengangguk, dan Dirga segera meninggalkan ruangannya.Sebenarnya, Briana memiliki perasaan terhadap atasannya itu, tapi dia lebih memprioritaskan hubungannya dengan Ethan di atas segalanya. Terutama jika keluarga Dirga menentang adanya Ethan, maka dia harus bersikap hati-hati.***Di kantor, Gian tampak sangat bahagia. Ia beberapa kali tersenyum bahagia.Faris, yang melihat sepupunya yang juga atas
Akhirnya, Briana menuruti permintaan Ethan untuk mengizinkan Gian ke rumah mereka. Ethan merengek, meminta Briana duduk di depan memangkunya. Ethan terus bertanya pada Briana, apa pun yang Ethan belum pernah lihat sebelumnya."Anak Daddy ternyata pintar banget ya," kata Gian saat mereka berhenti di lampu merah. Briana menatapnya dengan tidak senang."Seperti Mommy," tambah Gian dengan lirih."Mommy tadi di taman ada yang bilang Ethan ganteng, mirip Daddy. Ethan ganteng nggak, Mom?" tanya Ethan yang kini menatap ke belakang ke arah Briana.Briana menjawab, "Em, iya mungkin. Tapi buat Mommy, Ethan yang paling ganteng, di antara semua laki-laki di dunia ini.""Nomor satu?" tanya Ethan."Iya, nomor satu Ethan." Jawab Briana."Berarti nomor dua Daddy 'kan Mom?" tanya kembali Ethan."Daddy nomor seribu," Briana menatap sinis pada Gian yang kini meliriknya."Berarti Daddy jelek? Ethan juga jelek dong?" Ethan memasang raut muka
Gian masih mengakui dosa-dosanya pada mama dan neneknya. Meski sang mama sudah sangat geram ingin menghajar putranya itu, tapi masih berusaha ditahannya.“Kamu nggak berusaha cari dia?” tanya nenek.Gian menggeleng.“Jadi perempuan itu benar-benar wanita malam?” Mama kembali bertanya.“Dia masih suci saat aku ngelakuinnya, tapi sumpah Ma, aku nggak tau bedanya gadis suci sama nggak. Aku baru tau pas temenku di LA cerita, beneran aku nggak tau.” Jelas Gian.“Dasar anak nakal.” Mama memukul Gian dengan bantal, Gian menahannya, tapi nenek langsung mencubit pinggang dan menjewer telinga Gian bersamaan.“Ampun Ma, ampun Nek. Aku nggak sengaja, beneran nggak sengaja. Ampun.” Gian berusaha menghindar tapi mama dan neneknya terus menghajar Gian.Sampai akhirnya mereka lelah, dan mulai penasaran dengan Ethan, cucu mereka.“Jadi perempuan itu menikah dengan laki-laki lain?
Gian sangat ingin menyampaikan pendapatnya dan menjelaskan perspektifnya mengenai situasi ini. Namun, tangan neneknya menghalanginya untuk berbicara, sehingga ia terpaksa diam dan mendengarkan apa yang Briana katakan.Gian menggeser kotak tisu yang terletak di depannya, karena Briana tengah menunduk, sehingga wanita itu tidak dapat melihatnya dengan jelas. Neneknya bertanya, “Apa yang terjadi setelah dia menodaimu?” sambil meraih tisu untuk membantu Briana menghapus air mata.Briana menjawab dengan suara yang parau karena menangis, “Saya sengaja tidak pergi segera karena saya tahu dia dalam keadaan mabuk, dan saya berharap dia akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tetapi, keesokan paginya, dia malah menawarkan untuk mengganti pakaian yang telah dirusaknya. Padahal, harga diri saya juga telah rusak, tetapi dia sama sekali tidak merasa bersalah. Saya tahu, dia sangat membenci saya. Tetapi, apakah pantas dia menghancurkan hidup saya hanya karena saya
Briana tertawa sinis mendengar penawaran Gian. Menikah? Semudah itu sakit hatinya diselesaikan dengan menikah?"Tidak, Gi. Aku tidak bisa, bahkan demi Ethan. Suatu hari nanti, Ethan juga akan mengerti mengapa orang tuanya seperti ini," tolak Briana."Kamu bisa melaporkan aku ke polisi, Bri. Asalkan kamu mau memaafkanku, sungguh, aku tidak tahu bahwa semuanya akan berakhir seperti ini," mohon Gian."Aku tidak sekejam itu, Gi. Itu hanya akan menyakiti hati Ethan. Penyesalan selalu datang di akhir." Ucap Briana dengan bijak."Apa yang harus aku lakukan lagi, Bri? Bagaimana aku bisa menebus kesalahanku padamu?" tanya Gian yang sudah prustasi."Jangan tanyakan padaku, pikirkan sendiri!" Briana meletakkan kotak berisi kenangan masa lalu di meja di samping Gian. Lalu, Briana berjalan masuk untuk melihat Ethan.Ketika sampai di kamar Gian, Briana melihat mama dan nenek Gian berada di sana."Tadi mama melihat kamu sedang berbicara dengan Gian,
Davira merasa bingung harus memberikan jawaban yang tepat. Dia memberikan isyarat kepada Briana untuk menjelaskan situasinya sendiri. Namun, Briana juga merasa kebingungan dalam menanggapi pertanyaan Ethan."Tante, kenapa Tante diam saja? Apakah Tante tahu kenapa Daddy tidak tinggal di rumah Ethan?" tanya Ethan lagi."Ethan, makan dulu!" perintah Briana, yang langsung mendapat tatapan protes dari anaknya."Mommy, Ethan masih ingin ngobrol sama Tante," rengek bocah itu."Ethan, tidak melihat bahwa Tante juga bingung. Sekarang, makanlah, Mommy akan memberimu makan. Jangan pikirkan itu lagi, yang penting Ethan sudah bertemu Daddy, bukan?" kata Briana."Iya, Mommy," jawab Ethan sambil turun dari pangkuan Davira."Maaf ya, Ethan Sayang. Tante tidak tahu," kata Davira sembari mengusap pipi Ethan. Ethan membalasnya dengan anggukan lemah, padahal ia sangat penasaran.Setelah Ethan selesai makan, ia bermain game di ponsel Briana. Sementara itu
Ethan menikmati saat-saatnya bersama Gian dan Briana. Gian telah memenuhi satu permintaan kecil dari anak kecil yang polos itu. Tangan kecil yang tidak bersalah itu menggenggam erat tangan Briana dan Gian, bergerak serasi mengikuti langkah-langkah kecilnya di dalam pusat perbelanjaan."Daddy, Ethan ingin naik itu!" Ethan menunjuk ke arah eskalator yang sedang beroperasi. Keberuntungan datang ketika mereka melihat seorang anak kecil yang dipegang oleh ayahnya saat naik eskalator."Baiklah. Ayo kita ke sana," kata Gian sambil menggendong putranya. Nampaknya Gian sangat bahagia memiliki Ethan. Dia mencium pipi Ethan dengan penuh kasih sayang, lalu melirik Briana yang memperhatikannya. "Ada yang ingin kamu beli, Bri?" tanya Gian.Tanggapan Briana adalah, "Tidak, aku hanya senang menikmati waktu bersama Ethan.""Baik. Jika ada yang ingin kamu beli, beritahu saja, Bri. Jangan ragu-ragu." Kata Gian.Briana hanya mengangguk. Mereka pun mengikuti keinginan
Sesuai janji yang diberikan kepada Ethan, Gian pulang ke rumah baru mereka. Ethan yang melihat ayahnya datang langsung berlari mendekat dan memeluknya. Gian tersenyum dan menggendong putranya, rasa lelah dan kesalnya seketika hilang saat melihat wajah Ethan yang sedang bahagia."Daddy, udah pulang kerja?" tanya Ethan."Udah, Sayang. Ethan lagi apa tadi?" tanya Gian."Lagi mewarnai, tadi Mommy beliin Ethan buku sama pensil warna, Daddy." Jawab Ethan."Emang Ethan udah bisa mewarnai?" tanya Gian kembali."Bisa, Daddy, tapi kata Mommy nggak boleh warnai di tembok." Jawab Ethan."Kalau berani warnai di tembok, nanti Mommy suruh Daddy buat hapus gambar laba-laba itu," sahut Briana yang sedang menyiapkan makan malam.Gian sangat bahagia dengan pemandangan di depan matanya. Pulang kerja disambut oleh anaknya, dan Briana yang menyiapkan makanan untuknya. Ia merasa seperti memiliki keluarga yang bahagia."Ethan, jangan dong. Itu daddy p