Gian masih enggan membuka pintu mobil, meskipun Briana sudah sangat khawatir tentang keadaan anaknya.
"Kamu mau ke mana? Aku akan mengantarmu," ucap Gian, menahan tangan Briana saat wanita itu mencoba membuka pintu dengan paksa.
"Bukan urusanmu. Dan jangan pegang-pegang aku. Aku jijik padamu!" protes Briana, membuat Gian mengangkat kedua tangannya sebagai isyarat perdamaian.
"Maaf, maaf. Sekarang, tolong beri tahu aku, kamu mau ke mana? Ingin bertemu dengan Ethan?" tanya Gian.
Briana mengerutkan kening saat Gian menyebut nama Ethan. Apakah Gian sudah mengetahui tentang Ethan? Apakah dia tahu tentang anak mereka? Apakah Gian datang untuk mengambil Ethan darinya?
"Kamu tahu tentang Ethan?" tanya Briana, suaranya kini pelan dan tidak marah seperti sebelumnya.
"Aku tidak tahu pasti, tapi karena kamu menyebut nama Ethan tadi, aku akan mencari tahu. Sepertinya kamu sangat khawatir tentang dia," ujar Gian dengan senyuman sinis, hatinya masih terasa sakit melihat Briana bersama Dirga, dan sekarang tambah terluka karena Briana mengkhawatirkan orang lain.
Briana memandang wajah Gian, tiba-tiba teringat pada Ethan, dan kecemasannya semakin mendalam.
"Aku ingin turun! Buka pintu mobil ini!" Briana mengambil dompetnya, mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu rupiah, dan meletakkannya di atas dasbor mobil Gian.
"Apakah uang ini cukup untuk membayar bensin dari restoran ke sini?" Briana berkata sambil memandang uang tersebut.
Briana masih sangat ingat saat Gian melemparkan uang padanya pada malam itu. Malam ketika ia kehilangan segalanya, malam yang membuat Ethan hadir dalam hidup Briana. Malam yang memaksa Briana untuk menghadapi kenyataan bahwa ia harus membesarkan anaknya seorang diri dengan bayang-bayang wajah yang selama ini dibencinya.
"Bri, apakah kamu masih dendam padaku? Saat itu aku sangat mabuk, Bri. Aku tidak tahu kalau kamu masih perawan," ucap Gian dengan suara pelan.
Briana tidak bisa menahan air mata yang mulai menetes, tetapi dia segera mengusapnya.
"Kalau kamu tidak membukanya, aku akan membukanya dengan paksa." Briana meraih sepatu hak tingginya dan bersiap untuk memukul kaca mobil Gian.
"Baik, baik, Bri. Aku akan membukanya, tapi besok aku akan datang lagi untuk menemui kamu," kata Gian.
Briana tidak peduli, dia segera keluar mobil setelah berhasil membuka pintunya.
"Aku akan menunggu di sini sampai kamu mendapatkan taksi." Kata Gian.
Dengan penuh kemarahan, Briana membanting pintu mobil Gian dan bergegas berjalan ke arah pangkalan ojek, bukan ke arah halte yang berada di belakang mobil Gian.
"Kemana dia akan pergi?" gumam Gian sambil terus mengamati Briana.
Tidak lama kemudian, Briana menaiki ojek, dan Gian mengikutinya. Gian sangat penasaran tentang laki-laki bernama Ethan yang membuat Briana begitu khawatir.
Gian terus mengikuti Briana, tetapi dia kehilangan jejaknya saat berhenti di lampu merah. Itu membuatnya semakin kesal dan penasaran. Ke mana Briana pergi untuk bertemu dengan Ethan?
"Siapa sih Ethan? Ini sungguh menjengkelkan!" gerutu Gian.
Kemudian, ia mencoba menghubungi Daffa, berniat menanyakan tentang Ethan. Namun, Daffa tidak tahu siapa Ethan yang dimaksud oleh Gian.
"Apa aku harus meminta bantuan Faris? Dia kan memiliki hubungan dengan intelijen. Pasti dia bisa menyelidiki Briana, dan aku bisa tahu siapa Ethan itu."
Gian kemudian menghubungi sepupu jauhnya, Faris. Meskipun awalnya ragu, Gian akhirnya berhasil meyakinkan Faris untuk membantunya. Ia mengiming-imingi hadiah berupa mobil sport terbaru jika Faris berhasil mendapatkan informasi tentang Briana.
"Kenapa kamu tidak memberikan pekerjaan seperti ini sejak dulu? Kalau aku tahu hadiahnya sebagus ini, pasti aku akan membantu," kata Faris yang masih berbicara dengan Gian melalui telepon.
"Aku tidak punya uang saat itu. Bahkan hadiah ini merupakan hasil kerja kerasku selama di luar negeri," curhat Gian pada Faris.
"Apa kabarmu, Gi? Kamu adalah pewaris tunggal Salman Grup, kenapa kamu tidak bisa membeli mobil itu?" ejek Faris yang kemudian menertawakan Gian.
"Aku bahkan belum kembali ke perusahaan sama sekali. Yang pasti, dapatkan informasi tentang perempuan itu secara lengkap!" pinta Gian.
***
Setelah memastikan bahwa mobil Gian tidak mengikuti, Briana langsung bertemu dengan Davira, yang berada bersama Ethan. Anak kecil itu menunduk, takut bahwa ibunya akan marah karena perilakunya sebelumnya.
"Sudah, tidak apa, Bri. Ethan masih kecil, aku panik tadi, dan aku yang salah," Davira langsung meminta maaf sebelum Briana bisa memarahi anaknya.
Briana melihat anaknya yang menunduk, menyembunyikan wajahnya, sementara masih menjilati es krim di tangannya.
"Maaf Mommy, Ethan salah. Ethan minta maaf." Ethan mengulurkan tangannya ke arah ibunya, tetapi wajahnya masih tertunduk, penuh ketakutan.
"Apakah begitu cara meminta maaf? Tidak berani menatap mommy? Apakah ini cara yang benar?" tanya Briana yang sebenarnya mencoba menahan tawanya.
Ethan mengangkat wajahnya. Wajah polosnya sudah memerah karena ketakutan. Ia memang salah, dan dia seharusnya tidak pergi begitu saja tanpa memberi tahu Davira. Hingga membuat Davira khawatir mencarinya.
"Maaf, Mommy. Janji, Ethan nggak akan ngulangi lagi. Ethan salah, maafin Ethan," ucap bocah itu sambil mengulurkan tangannya. Ia berusaha menahan tangis ketika memandangi wajah ibunya, tetapi air mata tak terbendung dan pun mulai menetes. "Maafin Ethan ya, Mommy, Ethan emang nakal. Mommy jangan tinggalin Ethan, ya."
Briana sebenarnya ingin tertawa melihat putranya yang menangis, meski sambil menjilati es krim yang mulai meleleh. Ia meraih tangan Ethan dan duduk di sampingnya.
"Oke, kali ini mommy maafkan, tapi lain kali, no way!" Briana memeluk Ethan dan menghapus air mata di pipinya. "Sekarang, ceritain sama mommy, kenapa Ethan meninggalkan Tante, padahal Tante Vir bilang tunggu! Iya kan, Tante?"
"Iya, Tante kan udah bilang, Tante mau pipis bentar. Eh, malah Ethan ninggalin Tante, sampai Tante nangis-nangis nyari Ethan," kata Davira, yang membuat Ethan menatapnya dengan ekspresi sedih.
"Maaf, Tante. Tadi Ethan lihat badut, terus badutnya buka kepala. Ethan lihat kayaknya nggak serem. Terus, Ethan ikutin. Ethan kira itu Daddy atau temennya Daddy, ternyata bukan," jawab Ethan, membuat Briana dan Davira saling memandang.
Briana merasa bingung, mengingat bahwa Ethan sangat takut pada badut. Mengapa dia menduga bahwa badut itu adalah ayahnya?
"Kenapa Ethan ikutin badutnya? Kan Ethan takut sama badut?" tanya Davira yang sangat penasaran.
"Kata Om Dirga, daddynya Ethan kerja jadi badut," jawab Ethan dengan jujur. Ia pernah bertanya kepada Dirga mengenai pekerjaan ayahnya, dan Dirga mengatakan bahwa ayahnya bekerja sebagai badut, karena Dirga tahu bahwa Ethan sangat takut pada badut.
"Om Dirga bilang begitu?" tanya Briana dengan rasa terkejut. Ia selalu mengatakan kepada Ethan bahwa ayahnya bekerja di tempat yang jauh, karena ia tahu suatu hari nanti Ethan akan bertemu dengan ayahnya. Karena itu, ia selalu menghindari mengatakan bahwa Gian sudah meninggal, meskipun sebenarnya ia sangat ingin mengungkapkannya.
"Iya, kata Om Dirga, daddy itu selalu seperti badut yang sering mengganggu Ethan saat tidur." Kata Ethan.
Briana tidak bisa berkata-kata lagi. Ia masih terkejut karena baru saja bertemu Gian, dan sekarang Ethan juga membicarakan laki-laki itu.
"Kalau begitu, Ethan nggak boleh ikutin badut atau orang lain seperti tadi. Hanya mommy yang tahu wajah daddy. Jadi, kalau nggak bersama mommy, jangan mencari daddy, ya!" nasehat Davira.
Ethan hanya mengangguk, bibirnya sedikit mengatup. Es krim di tangannya telah mencair, tetapi ia sekarang tidak peduli. Meskipun ia sangat ingin bertemu dengan ayahnya, namun karena ucapan Davira, Ethan menjadi ragu untuk mencari tahu lebih lanjut tentang ayahnya.
Setelah bertemu Briana, Gian datang ke kantor karena panggilan dari ayahnya. Hari ini, ayahnya akan mengumumkan kepada seluruh karyawan bahwa Gian akan menjadi direktur utama menggantikan ayahnya.Setelah acara selesai, Gian langsung menduduki posisinya. Ia mulai dihadapkan dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang tidak main-main. Namun, yang pertama kali Gian lakukan malah memasang foto Briana saat SMA yang berhasil ia dapatkan dari teman kelas Briana."Kamu masih cantik, Bri, dan aku masih jadi pengecut yang tidak bisa mengungkapkan perasaan aku," ucap Gian yang berbicara dengan potret lama Briana."Kalau saja dulu kamu tidak pacaran dengan Saga, aku pasti tidak akan mengganggumu dan membuatmu kesal padaku. Aku memang bodoh, Bri, semua yang kulakukan malah membuatmu membenci aku. Malam itu juga, kalau saja aku tidak mabuk, dan tidak melihat kamu bersama laki-laki tua itu, aku pasti tidak akan melakukan hal bodoh itu, Bri. Maafkan aku."Gian memejamkan mata sambil mengepalkan tangan.
Briana benar-benar mengusir Gian, tidak mau menjelaskan apa pun pada Gian meski laki-laki itu melibatkan Daffa. Briana bahkan mengancam akan menghubungi Dirga kalau Gian terus mengganggunya di jam kerja.Gian akhirnya kembali ke kantor dan menunggu waktu pulang untuk kembali menemui Briana. Saat perjalanan ke kantor, tanpa sengaja ia bertemu Davira dan Ethan yang sedang menyeberang di lampu merah, tepat di depan mobil Gian.Tentu saja Gian sangat syok melihat wajah Ethan yang sangat mirip dengannya waktu kecil. Akan tetapi, saat melihat Davira, ia jadi ragu karena ia tidak pernah mengenal Davira. Gian menepikan mobilnya, lalu mengejar Davira yang masih menunggu taksi."Maaf, permisi," Gian berusaha menetralkan napasnya yang tersengal-sengal.Davira melihat wajah Gian dan langsung menyembunyikan wajah Ethan yang ada dalam gendongannya."Ya, ada apa?" tanya Davira dengan tenang, ia sudah sangat pandai berakting. Apalagi, sekarang ia mendapat tawaran
Briana menatap Gian dengan pandangan benci saat ia dengan seenaknya mengakui Ethan sebagai putranya. Meskipun dia adalah ayah biologisnya, selama ini dia telah absen dari hidup mereka. Tiba-tiba saja, Gian muncul dan mengklaim dirinya sebagai ayah biologis Ethan."Empat tahun ini, kamu kemana, Gi? Di mana kamu saat aku hamil? Di mana kamu saat aku dan Ethan harus menjalani hidup tanpamu?" Briana melepaskan amarahnya dengan banyak pertanyaan yang selama ini hanya terpendam di dalam hatinya.Gian meraih tangan Briana, tetapi ia langsung menepisnya dengan kasar."Aku minta maaf, Bri. Saat itu aku sempat datang ke rumahmu, tapi kamu tidak ada. Lalu, aku pergi kuliah dan bekerja di LA. Ketika aku kembali, kamu sudah tidak tinggal di rumah itu, dan aku tidak sempat mencarimu karena aku..." jelas Gian."Semua itu hanyalah alasan, Gi. Aku tahu kamu sangat membenciku, tapi tindakanmu sangat keji. Apa yang telah kulakukan sehingga kamu bersedia menghancurkan hidup
Setelah Briana memberi tahu Dirga bahwa Gian sudah kembali, Dirga merasa semakin bingung. Dia belum mendapatkan restu dari neneknya, dan sekarang harus menerima perjodohan dengan wanita yang tidak dia cintai."Bri, ada yang ingin aku bicarakan," kata Dirga dengan ragu."Nanti saja, Pak. Saya memiliki banyak pekerjaan, dan saya sudah terlambat," jawab Briana sambil menyalakan komputernya, mengabaikan Dirga yang ingin berbicara serius dengannya."Silakan nanti siang, datanglah ke ruangan saya. Ini sangat penting!" Dirga memohon.Briana mengangguk, dan Dirga segera meninggalkan ruangannya.Sebenarnya, Briana memiliki perasaan terhadap atasannya itu, tapi dia lebih memprioritaskan hubungannya dengan Ethan di atas segalanya. Terutama jika keluarga Dirga menentang adanya Ethan, maka dia harus bersikap hati-hati.***Di kantor, Gian tampak sangat bahagia. Ia beberapa kali tersenyum bahagia.Faris, yang melihat sepupunya yang juga atas
Akhirnya, Briana menuruti permintaan Ethan untuk mengizinkan Gian ke rumah mereka. Ethan merengek, meminta Briana duduk di depan memangkunya. Ethan terus bertanya pada Briana, apa pun yang Ethan belum pernah lihat sebelumnya."Anak Daddy ternyata pintar banget ya," kata Gian saat mereka berhenti di lampu merah. Briana menatapnya dengan tidak senang."Seperti Mommy," tambah Gian dengan lirih."Mommy tadi di taman ada yang bilang Ethan ganteng, mirip Daddy. Ethan ganteng nggak, Mom?" tanya Ethan yang kini menatap ke belakang ke arah Briana.Briana menjawab, "Em, iya mungkin. Tapi buat Mommy, Ethan yang paling ganteng, di antara semua laki-laki di dunia ini.""Nomor satu?" tanya Ethan."Iya, nomor satu Ethan." Jawab Briana."Berarti nomor dua Daddy 'kan Mom?" tanya kembali Ethan."Daddy nomor seribu," Briana menatap sinis pada Gian yang kini meliriknya."Berarti Daddy jelek? Ethan juga jelek dong?" Ethan memasang raut muka
Gian masih mengakui dosa-dosanya pada mama dan neneknya. Meski sang mama sudah sangat geram ingin menghajar putranya itu, tapi masih berusaha ditahannya.“Kamu nggak berusaha cari dia?” tanya nenek.Gian menggeleng.“Jadi perempuan itu benar-benar wanita malam?” Mama kembali bertanya.“Dia masih suci saat aku ngelakuinnya, tapi sumpah Ma, aku nggak tau bedanya gadis suci sama nggak. Aku baru tau pas temenku di LA cerita, beneran aku nggak tau.” Jelas Gian.“Dasar anak nakal.” Mama memukul Gian dengan bantal, Gian menahannya, tapi nenek langsung mencubit pinggang dan menjewer telinga Gian bersamaan.“Ampun Ma, ampun Nek. Aku nggak sengaja, beneran nggak sengaja. Ampun.” Gian berusaha menghindar tapi mama dan neneknya terus menghajar Gian.Sampai akhirnya mereka lelah, dan mulai penasaran dengan Ethan, cucu mereka.“Jadi perempuan itu menikah dengan laki-laki lain?
Gian sangat ingin menyampaikan pendapatnya dan menjelaskan perspektifnya mengenai situasi ini. Namun, tangan neneknya menghalanginya untuk berbicara, sehingga ia terpaksa diam dan mendengarkan apa yang Briana katakan.Gian menggeser kotak tisu yang terletak di depannya, karena Briana tengah menunduk, sehingga wanita itu tidak dapat melihatnya dengan jelas. Neneknya bertanya, “Apa yang terjadi setelah dia menodaimu?” sambil meraih tisu untuk membantu Briana menghapus air mata.Briana menjawab dengan suara yang parau karena menangis, “Saya sengaja tidak pergi segera karena saya tahu dia dalam keadaan mabuk, dan saya berharap dia akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tetapi, keesokan paginya, dia malah menawarkan untuk mengganti pakaian yang telah dirusaknya. Padahal, harga diri saya juga telah rusak, tetapi dia sama sekali tidak merasa bersalah. Saya tahu, dia sangat membenci saya. Tetapi, apakah pantas dia menghancurkan hidup saya hanya karena saya
Briana tertawa sinis mendengar penawaran Gian. Menikah? Semudah itu sakit hatinya diselesaikan dengan menikah?"Tidak, Gi. Aku tidak bisa, bahkan demi Ethan. Suatu hari nanti, Ethan juga akan mengerti mengapa orang tuanya seperti ini," tolak Briana."Kamu bisa melaporkan aku ke polisi, Bri. Asalkan kamu mau memaafkanku, sungguh, aku tidak tahu bahwa semuanya akan berakhir seperti ini," mohon Gian."Aku tidak sekejam itu, Gi. Itu hanya akan menyakiti hati Ethan. Penyesalan selalu datang di akhir." Ucap Briana dengan bijak."Apa yang harus aku lakukan lagi, Bri? Bagaimana aku bisa menebus kesalahanku padamu?" tanya Gian yang sudah prustasi."Jangan tanyakan padaku, pikirkan sendiri!" Briana meletakkan kotak berisi kenangan masa lalu di meja di samping Gian. Lalu, Briana berjalan masuk untuk melihat Ethan.Ketika sampai di kamar Gian, Briana melihat mama dan nenek Gian berada di sana."Tadi mama melihat kamu sedang berbicara dengan Gian,