Share

DHAMPYR BESIDE ME
DHAMPYR BESIDE ME
Author: Alara1004

01. Rose Blood

"AKH.."

"Franie, kau baik-baik saja?" teriakan wanita paruh baya dibawah sana tak ayal menghentikan aksi seorang gadis berumur 19 tahun tersebut.

Gadis itu, Franie Rosetta. Ia terus mencengkram erat sisi ranjangnya begitu dirasakannya sesuatu tak kasat mata kembali mencekiknya. Ingin sekali Franie membuka matanya, namun sepasang hazel pekat, di alam bawah sadarnya itu seakan terus menariknya, menatapnya nyalang.

"UHUK-UHUK."

BRAK.

"Kau Baik-baik saja nak?"

Nyonya La Netha, wanita itu dengan cepat menghampiri sang putri.

Franie menggeleng pelan, nafasnya menderu. Irisnya membesar menampilkan jelas ambernya yang bergetar ketakutan.

"T-Tidak ibu. I-ia kembali mencekikku." bersamaan dengan itu pula sepekat cairan kental menyembur keluar dari mulutnya.

Sang bunda terkejut, ia hampir saja menjerit. Ditariknya Franie, mendekap anak gadisnya itu erat. Membiarkan bajunya ternoda oleh cairan pekat tersebut.

Ringisan tangisan yang tertahan mulai terlantun pelan dari bibir Franie, dibalik dekapan sang bunda irisnya perlahan bergulir melirik gorden kamarnya.

"Apa hari ini bulan purnama?" tanyanya parau.

Sang Ibu mengangguk pelan. "Ya. Maaf, ibu lupa." sesal nyonya Netha sembari mengecup pucuk kepala Franie.

Franie diam tak bergeming. Pikirannya jauh melambung memikirkan moist dalam alam bawah sadarnya.

Sedikit khawatir, nyonya Netha menunduk menatap wajah Franie.

"Kenapa? Apa cekikannya masih terasa?" tanyanya cemas.

Franie mendongak, tersenyum lemah pada sang ibu.

"Tidak."

Singkat. Namun sebagai seorang ibu, nyonya Netha tahu masih ada sesuatu yang menganggu pikiran sang anak.

Ditepuknya punggung Franie lembut. "Kembalilah tidur, ibu disampingmu."

Tanpa bersuara Franie bergerak, mematuhi perkataan ibundanya, kembali menyandarkan kepalanya pada benda empuk tersebut.

Tubuhnya bepaling, memunggungi sang ibu. Ambernya jauh memandang. 'Siapakah geranganmu?' gumamnya pelan.

...

Disisi lain, seseorang dengan manik pekatnya menatap puas jendela yang tertutup tersebut.

Disandarkannya tubuhnya pada ujung kuburan pemakaman umum yang ada.

Matanya menelisik setiap roh-roh yang berjalan, menyeringai pelan pada kawanannya itu.

Sebuah seringai kemenangan terukir dibibir pucatnya.

"Raja, aku sudah menjalankan tugasku seperti hari-hari sebelumnya."

Seketika semiliar angin malam berhembus menjawab gumamannya.

Neon Valient, itu namanya.

Seorang Dhampir, sebuah mahluk yang terbentuk akibat dari perkawinan Vampir dan Manusia. Pada umumnya Dhampir juga memiliki kekuatan khas Vampir namun tidak dengan kelemahan-kelemahan yang biasanya.

Dhampir merujuk kepada seorang anak yang terlahir akibat perkawinan antara orang tua Vampir dan Manusia; mereka adalah mahluk campuran, bukan vampir dan juga bukan manusia.

Neon tak akan menyakiti seseorang jika seseorang itu tak memiliki hal sakral.

Ya gadis tersebut, Franie ia memiliki sesuatu yang sakral ditubuhnya.

Garis bergambar rasi Chepeus terbentuk di garis tangan gadis tersebut. Itu menandakan sebuah kuasa dan kekuatan besar meliputi gadis tersebut dan kelak perempuan itu berusia 20 tahun, Jika ramalan Demriasi benar, maka sebuah kutukan besar akan melimpahi kaumnya oleh karena gadis itu. Terlebih gadis itu merupakan keturunan terakhir dari Blood Rose.

.

.

.

Franie terduduk dikamarnya, ia nampak lesu. Ia masih memikirkan kejadian tadi pagi. Ia bahkan masih bisa merasakan sentuhan-sentuhan yang sosok itu berikan padanya. Tapi Franie mencoba menghapusnya, dan melupakan trauma masa lalunya. Ia segera meraih laci nakasnya dan mengambil sebotol obat disana.

"Makan dulu!" suara itu membuat Franie batal menelan obatnya. Ia memasukkan nya kembali dalam botol.

"Mau ibu suapi?"

"Tidak perlu bu. "

"Baiklah, kalau begitu ibu akan bersiap dan berangkat ke kantor. Kau bisa sendiri dirumah kan?

"Bisa bu, tenang saja." Franie tersenyum lalu meraih nampan yang diberikan ibunya

….

….

….

Malam kembali menjemput. Bulan purnama masih nampak penuh, walau malam ini adalah malam kedua bulan purnama namun cahayanya tidak kalah terang untuk menyinari lorong-lorong gelap di sepanjang jalan.

Franie segera berlari ke luar kamarnya ketika mendengar suara bantingan benda pecah diatas lantai, ketika kakinya sampai pada anak tangga terakhir, ia terpaku. Disana ada Huga, La Huga Orchidian, adik laki-laki bungsunya yang berdiri dengan tangan terkepal sedangkan ibunya berdiri di balik meja dengan ketakutan.

Mata Franie menuju ke arah piring-piring yang berserakan dan Huga yang berdiri dengan nafas terengah-engah.

"A..ada apa ini?" tanya Franie takut, suaranya bahkan terdengar gemetar diawal, tapi ia berusaha terlihat tangguh di depan adiknya.

"F-franie..." suara La Netha melemah, ia menatap putrinya seolah meminta pertolongan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Franie sedikit tegas, sorot matanya menampakkan kebencian, mendadak wajah tegang Huga berubah, ia menatap Franie dengan wajah terkejut dan ketakutan.

"Aarrgghh.." Huga segera berlari menuju kamarnya. Franie terduduk dilantai ketika entah dengan atau tanpa sengaja Huga berlari ke arah kamar dan menabrak pundaknya. Franie terdiam dan ia menatap ibunya sebentar seolah meminta penjelasan.

"Ia pulang kerumah sehabis bermain bersama temannya dengan keadaan marah, ibu bertanya tapi ia tidak menjawab, ibu pikir dia tidak dengar, tapi ketika ibu kembali bertanya, dia semakin marah. Dan.. dan kau tahu sendiri apa yang terjadi setelahnya. Piring-piring itu ia jatuhkan dengan kasar ke lantai." ucap Netha dan Franie hanya menghela nafas.

"Dia semakin besar tapi ia tetap tidak pernah bisa mengendalikan emosinya. Ibu, aku takut."

"Tidak sayang. Kau tidak perlu takut. Dia hanya sedang dalam masa pubertasnya, dia akan mengerti kelak." ucap Netha sambil mengelus surai kehitaman milik anaknya.

"Ini semua salahku ibu."

"Tidak sayang. Ini bukan salah siapa-siapa, ini adalah takdir." ucap Netha lagi sambil memeluk tubuh putra sulungnya.

Dari atas tangga, Huga berdiri menyaksikan bagaimana kakak sulungnya berpelukan dengan ibunya. Huga menampakan wajah kecewa. Ia menatap tangannya kesal, lalu kembali menutup pintu kamarnya.

Namun tanpa Huga sadari sebuah sosok menatapnya dari luar jendela. Sosok bersayap dengan jubah berwarna abu-abu. Sosok itu menatap Huga dalam dari sana, tubuh sosok itu melayang di udara dalam kegelapan dan kemudian mengepakan sayap abunya untuk pergi.

Franie masih memeluk Netha. Meskipun statusnya saat ini adalah seorang kakak tetapi mentalnya tidak menunjukkan bahwa ia pantas menyandang status tersebut. Semenjak mimpi-mimpi mengerikan itu merasukinya, ia selalu ketakutan. Ia tidak bisa tidur dengan benar, ia selalu berteriak setiap malam dan menganggu ketenangan di dalam rumah.

Franie sadar, Huga emosi dengan kondisinya yang sangat berisik.

"Semua akan baik-baik saja, tenanglah..." bisik Netha.

Franie menyeka air matanya dalam diam, ia juga berharap semua akan baik-baik saja, meskipun kenyataannya mimpi itu tak kunjung melepaskannya dan selalu membelenggunya di setiap malam, mencekik lehernya, dimana.. tanda lahir bergambar bunga mawar terlukis disana. Ya, ia memiliki tanda lahir berbentuk kelopak bunga mawar, berwarna merah kehitaman, yang tercetak di ceruk lehernya. Setiap kali iblis itu datang ke mimpinya, sasaran pertama adalah tanda mawar tersebut.

"Ibu... iblis itu, bisakah kau singkirkan?"

La Netha tak menjawab, bibirnya kelu. Ia menyimpan semua kata-katanya dalam hati.

"Pasti... Suatu hari nanti kamu akan menyingkirkan iblis itu. Jadi, bertahanlah.. sebisa mungkin."

....

….

....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status