Share

02. Usia Ramalan

Iris itu terbuka perlahan menampilkan amber beningnya.

Franie, gadis itu sedikit menyerngit tak suka mendapati sinar matahari menerobos gordennya.

Ia mengerang sesaat sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya.

Dilihatnya sisi ranjangnya yang kosong. 'Ah ibu sudah pergi.' gumamnya pelan.

Ibunya adalah seorang bendahara di salah satu perusahaan swasta di Lyon, sebuah kota di Prancis, jadi wajar ia selalu ditinggalkan di pagi hari.

Franie menghela nafasnya pelan, lalu turun beranjak memasuki bilik kamar mandi yang ada guna membersihkan tubuhnya.

Tangannya terhenti mengusap tubuhnya, begitu ambernya menangkap corak merah yang mengelilingi lehernya.

Seketika sekelabat kejadian semalam menghampirinya. Jemari-jemarinya bergerak pelan menyentuh corak-corak tersebut.

Moist pekat malam itu kembali terngiang.

'Kau siapa?'

Pertanyaan itu kembali terulang di dalam benaknya.

Sebuah hembusan nafas kasar menjadi akhir dari ketermenungannya sebelum tungkai ramping itu melangkah keluar dari kamar mandi.

Hari ini ia merupakan hari pertamanya menjadi mahasiswa semester akhir di De Lyon, university. Seusai mandi, ia segera bersiap menuju kampus.

"Huga, kau tidak ke sekolah?" tanyanya begitu mendapati Huga masih bermalasan di ruang tamu. Huga tak menjawab, ia merasakan aura yang tidak biasa dari kakaknya. Jujur, ia tidak membenci Franie, hanya ia sedikit takut dengan keberadaan wanita tersebut.

"Kalau begitu aku pergi dulu, jangan sembarang membuka pintu untuk orang lain." selesai berpesan pada Huga, Franie menuju mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah. Bersiap berangkat ke kampus dan memulai pengalaman baru.

...

Hari ini seperti biasa semuanya berjalan normal, mungkin karena hari pertama masuk setelah liburan musim panas, mahasiswa tingkat akhir banyak yang tidak menampakkan batang hidungnya. Hanya ada segerombolan murid baru yang memenuhi koridor fakultas hukum.

Berpikir tidak ada yang perlu ia lakukan, Franie memutuskan untuk kembali ke rumah.

Drtt..

Sebuah pesan singkat menghentikan langkahnya, oh itu dari ibunya. Dengan cepat jemarinya membuka pesan tersebut.

Sial, ia lupa, hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-20. Hari dimana ia akan masuk usia legal. Ibunya baru saja mengirimkan ucapan selamat ulang tahun untuknya dan memberitahunya agar singgah ke toko kue di ujung blok rumah, ibunya telah memesan sebuah kue ulang tahun untuknya.

Franie tidak dapat menyembunyikan wajah sumringahnya, hari yang indah setelah malam yang mencekam.

....

"Hai Franie, ingin mengambil kue pesanan ibumu?"

"Ya, Marrie. Apakah sudah siap?"

"Tentu dan selamat ulang tahun untukmu. Apakah kau akan pergi berdoa ke gereja sebentar sore?"

"Ya, aku akan. Bagaimanapun aku sudah berumur 20 tahun dan aku harus berterimakasih untuk umur tersebut."

"Ok, Have a nice day and God bless you. Sampai jumpa..!"

"Iya, terimakasih."

Franie melangkah ringan menghampiri pintu masuk rumahnya, apakah Huga masih di rumah? pikirnya penasaran. Ia tidak cukup dekat dengan adik cowoknya tersebut, entah mengapa mereka canggung satu sama lain dan sampai detik ini ia tidak mengetahui alasan Huga menjauhinya.

"Kau sudah pulang?" sambut Huga yang nampak terkejut. Franie mengangguk kecil. "Ya, hari ini hari ulang tahunku. Ibu berencana mengadakan pesta kecil untukku. Aku baru saja mengambil kue yang ia pesan."

Huga tidak berbicara lagi, dalam diam ia langsung masuk ke kamarnya. Franie hanya menghela nafas, tidak ingin terlalu ambil pusing dengan sikap Huga dan memperburuk harinya.

Ia meletakkan kue ulang tahunnya pada meja makan, sesaat ia melirik arlojinya. Disana telah menunjukan pukul tujuh sore, ia harus ke gereja dan memanjatkan doa untuk hari ulang tahunnya.

Tidak sempat mengganti pakaiannya, Franie bergegas pergi ke gereja yang jaraknya sekitar 200 meter dari rumahnya.

Ia berdoa di gereja sekitar satu jam, hingga matahari benar-benar menghilang di telan bumi.

"Franie, selamat ulang tahun. Semoga Tuhan memberkatimu selalu." ucap seorang suster begitu Franie selesai berdoa.

"Terimakasih suster, Tuhan memberkatimu juga." balas Franie.

"Tunggu sebentar, ada sesuatu untukmu."

Suster tersebut memasuki sebuah ruangan dan kembali dengan kotak kecil ditangannya.

"Ini untukmu, anggap saja sebagai hadiah ulang tahun. Ini.. bisa melindungimu dari roh jahat, tolong simpan dengan baik."

Dengan ragu-ragu Franie membuka kotak tersebut dan membukanya, didalam kotak itu ada sebuah kalung bermotif salib yang kecil.

"Terimakasih suster, aku akan menggunakannya nanti. Kalau begitu saya pergi dulu, sampai jumpa."

Sepanjang perjalanan pulang Franie merasakan bulu badannya meremang, padahal saat ini bukan musim hujan maupun salju. Franie menggosok pelan lengannya dan mempercepat langkahnya hingga tiba-tiba kotak yang di genggamnya terlempar jauh, terjatuh dalam trotoar.

Franie shock dengan apa yang terjadi, sekelabat angin baru saja berhembus kearahnya dengan sangat kencang, seperti menampar nya dan membuat ia kehilangan keseimbangan.

Firasat Franie mendadak buruk, segera ia berlari dengan sekuat tenaga. Jantungnya berdegup kencang, ia merasakan seseorang tengah mengikutinya. Ia tidak tahu siapa itu, yang pasti ia tidak ingin berbalik.

"Ibu... tolong buka pintunya!!" Franie menggedor pintu rumah dengan brutal, ia terlalu panik untuk menekan password rumah.

"Kamu kenapa?"

Mengabaikan pertanyaan ibunya, Franie menerobos masuk dan terjatuh dekat sofa ruang tamu.

"Aku... seseorang mengejarku."

"Siapa? Ibu tidak melihat seorang pun di luar sana. Mungkin itu hanya ketakutanmu saja. Ayo bangun, dan tiup lilinnya.." nyonya Netha menuntun Franie untuk bangun.

Franie yang masih lemas, sedikit bergetar bangun dari lantai dan melangkah kecil menuju kue ulang tahunnya yang berada di meja makan.

"Make a wish."

Franie mengatupkan kedua tangannya membuat harapan untuk yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni harapan agar ia terlepas dari mimpi buruknya di setiap malam purnama.

Wushhh....

Baru saja ia ingin meniup lilinya, sekelabat angin kembali lewat dan memadamkan lilin ulang tahunnya. Ini bukan sekali, Franie menyadarinya, angin itu tak biasa.

"Ibu, aku pikir seseorang mengikutiku hingga kesini."

"Apa maksudmu? Jangan buat ibu takut. Tidak ada seorang pun disini selain kau dan ibu, serta Huga di kamarnya."

Franie hanya tersenyum tipis. "Ibu benar, mungkin hanya perasaanku saja."

Tanpa ia sadari, seseorang tengah melihatnya dengan intens tepat di sampingnya. Ya, Neon memiliki kekuatan menjadi tidak terlihat. Selain tidak terlihat, ia juga memiliki kekuatan memasuki mimpi, speed power, dan menjadi manusia. Itu belum seberapa, jika ia menjadi vampir murni maka kekuatannya akan bertambah.

Neon menyeringai, Franie telah mencapai usia tersebut, dengan kata lain ia telah mencapai umur yang di ramalkan. Ini bertanda Franie akan segera bertemu dengannya.

Neon menyeringai samar... setelah penantian yang panjang akhirnya hari itu tiba. Ia sudah tidak sabar menjalankan misi 'anak takdir' tersebut. Franie.. akan segera ia lenyapkan, mimpinya untuk menjadi vampir murni sudah di depan mata.

....

....

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status