Share

LIMA

Suasana perusahaan dimanapun itu bagi Su Li tidak memiliki banyak perbedaan. Karyawan yang berlalu lalang dengan menggunakan name tag dan membicarakan pekerjaan, satu dua orang yang membawa setumpuk berkas, hingga beberapa karyawati yang sedang bergosip di ujung pantry.

 Hanya saja, konsep perusahaan Liang Tech agak berbeda dengan Ubex Corporation tempatnya dulu mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Setiap divisi memiliki ciri khasnya masing-masing. Desain interior yang berbeda cukup menjelaskan bidang apa yang divisi itu kerjakan.

Tapak langkahnya yang mengikuti ketua HRD memasuki sebuah ruangan. Sebuah papan yang bertuliskan Investor Relation terpampang di atas pintu masuk. Tidak ada meja bersekat yang memisahkan karyawan satu dengan yang lain, konsep open space yang begitu apik. Ruangan yang tidak bisa disebut kecil itu dihuni oleh delapan orang karyawan yang terlihat sedikit sibuk sehingga tidak menyadari kedatangan mereka. 

Tepukan tangan dari Tuan Shen mengalihkan atensi semua orang kepada mereka berdua. Perlahan semuanya mendekat dengan tampang bertanya-tanya.  “Baiklah, karena semuanya terlihat sibuk. Saya akan mempercepat ini semua. Perkenalkan ini Nona Su Li, ketua Tim Investor Relation yang baru.”

Su Li maju selangkah dan memperkenalkan dirinya. “Saya Su Li. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik.” Tepukan tangan menyambut kedatangan Su Li di hari pertamanya bekerja. Acara perkenalan dan formalitas berakhir dalam sepuluh menit, semuanya kemudian kembali tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Su Li diberikan meja yang membelakangi kaca jendela besar menghadap delapan meja yang berada di kanan dan kirinya.

Ia memang diberitahu bahwa Ketua Tim sebelumnya mengundurkan diri karena suaminya pindah tempat bertugas. Pekerjaan yang ditinggalkan lumayan banyak. Untungnya ia memiliki anggota tim yang cekatan.

“Ketua Tim, ini laporan proyek kerja sama dengan Areva salah satu distributor kita di Perancis. Mereka menjadwalkan pertemuan besok siang.”

Su Li yang sedang menganalisis laporan yang diserahkan kepadanya mengangguk mengerti. Setelah anggota timnya itu meninggalkan meja, Su Li memijat pangkal hidungnya. Entah mengapa rasanya ia telah dimanfaatkan oleh sang Ayah.

Rasanya ia sangat jelas mengatakan bahwa tidak ingin berurusan dengan bidang keuangan, tetapi ia malah ditempatkan di Investor Relation dimana divisi ini bertanggung jawab untuk merilis dan menyajikan informasi tentang keuangan perusahaan kepada calon investor agar investasi dapat tetap terjamin.

Sepertinya satu kaleng minuman soda dapat menjernihkan kepenatannya. Ia pun beranjak keluar menuju vending machine yang berada di sebelah pintu darurat. Setelah air soda itu dengan lancar menuruni kerongkongannya, gadis berkemeja floral itu mengembuskan napas lega.

“Akhirnya aku bisa hidup,” gumamnya. Ia memutuskan untuk beristirahat di tangga darurat. Ketenangan adalah yang paling ia butuhkan sekarang. Sambil meneguk sodanya sedikit demi sedikit, Su Li berpikir mengenai petunjuk terakhir yang ia terima. Apa maksud dari foto itu? Mengapa harus perusahaan Ayahnya? Apakah pelakunya ada sini? Beberapa pertanyaan itu berseliweran di kepalanya.

Tegukan terakhir sodanya menandakan waktu untuk beristirahat sudah habis. Saatnya kembali menuju kenyataan, setumpuk pekerjaan sudah menantinya.

Baru saja ia melangkah masuk, sapaan dari anggota timnya membuat langkah Su Li terhenti. “Ketua Tim, ada telepon dari pihak Areva. Apakah anda bisa menerimanya?”

Su Li mengangguk dan bergegas menuju mejanya. “Bonjour, je suis Su Li en charge de ce projet à partir de maintenant.” (Halo, Saya Su Li yang bertanggung jawab dengan proyek ini mulai sekarang.) Ia mencatatkan beberapa hal yang menjadi catatan poin penting yang harus disiapkan untuk pertemuan mereka esok hari.

Setelah beberapa saat, pembicaraan itu pun selesai. “Bien. Merci. A demain pour en parler plus.” (Baik. Terima kasih. Sampai ketemu besok untuk kita bicarakan selengkapnya). Su Li kemudian meletakkan gagang teleponnya. “Xiao Lu bisa kau membantuku menyiapkan ini?”

Seorang pemuda menghampiri mejanya, memperhatikan beberapa catatan yang diberikan oleh Su Li. “Baik, akan saya siapkan.” Su Li berterima kasih. Setidaknya ia bisa menyelesaikan pekerjaan lainnya dengan tenang. Walaupun sepertinya penyelidikannya akan sedikit tertunda.

***

 “Xiao Lu, terima kasih untuk hari ini. Kau bisa ke kantor lebih dulu.”

Pemuda itu mengangguk dan meninggalkan Su Li yang masih berkutat dengan ponselnya. Melihat tidak ada jadwal penting yang menunggunya, gadis itu memutuskan untuk mempelajari struktur perusahaan. Melalui jabatan dan juga privilege sebagai anak pemilik perusahaan, Su Li dapat mengakses semua informasi mengenai Liang Tech.      

Ternyata perusahaan sang Ayah sekarang sudah sangat berkembang. Titel perusahaan raksasa di Tiongkok itu bukanlah hanya isapan jempol belaka.

Ia menyesap dalam ice americano sambil membaca baris per baris kata yang ditampilkan oleh layar persegi di depannya. Senyum kecutnya tersungging kala menemukan sang Ibu sambung ternyata masuk ke dalam jajaran direksi. Seingatnya pun Wu Xia sebelumnya adalah salah satu karyawan di Liang Tech. Hanya saja ia tidak terlalu tahu jabatan apa yang wanita paruh baya itu emban saat itu.

“Su Li.”

Ia mendongak, ternyata Ziang Wu yang menghampirinya. “Aku tadi melihatmu dari sana, sedang menunggu seseorang?” ujarnya sambil menunjuk beberapa meja dari tempat Su Li berada.

“Tidak. Baru selesai bertemu dengan klien.”

“Boleh bergabung?”

Su Li mengangguk, Ziang Wu kemudian menarik kursi di seberangnya. “Bagaimana rasanya pulang?”

“Setiap mengawali pembicaraan denganku selalu pertanyaan ini yang disodorkan. Apakah topik ini sangat membuat penasaran?”

Ziang Wu terkekeh sambil memperbaiki letak kacamatanya. “Hanya mencari topik awal pembicaraan.”

“Kau mengapa disini?”

Tidak mungkin pemuda itu menghabiskan waktu di kafe pada jam kerja. “Kau harus bertanggung jawab Nona.” Su Li mengernyitkan dahinya bingung. “Karena Ayahmu, sekarang aku harus mengikuti kencan buta yang diatur Ayahku.”

“Jadi kau bernasib sama sepertiku?” Su Li tergelak. Terkadang ia penasaran bagaimana sang Ayah dan sekretaris pribadinya itu bisa kompak dalam segala hal. “Selamat datang di kehidupan yang keras ini, Bro,” candanya dengan masih diiringi gelak tawanya.

“Hentikan. Apa yang kau lakukan sekarang?”

Melihat Ziang Wu yang kepayahan merupakan salah satu hiburannya di penghujung hari seperti sekarang. Sambil meredakan tawa, Su Li memperbaiki posisi duduknya. “Mempelajari lingkungan kerja.”

“Kau riset perusahaan Ayahmu?”

Su Li mengangguk. Memang tidak ada yang aneh jika ia ingin mengetahui mengenai perusahaan sang Ayah. Hanya saja ia masih berusaha menutupi apa yang sedang ia kejar saat ini. Su Li masih belum mempercayai siapapun.

Ziang Wu memperhatikan waktu di jam tangannya. “Aku masih memiliki waktu dua jam sebelum kembali, jadi kau bisa menanyakan apapun itu padaku.” Tawaran Ziang Wu berhasil membuat Su Li tertarik. Memang akan lebih mudah jika mengetahui dari orang yang sudah lama berada di perusahaan. 

“Sebentar, Tuan Ziang,” ucapnya kemudian beranjak dari tempat duduknya. Pemuda itu sedikit bingung dengan apa yang akan dilakukan gadis muda itu. Ia memilih untuk mengabari koleganya bahwa ia ada sedikit urusan di luar jadi akan sedikit terlambat untuk kembali ke kantor.

Senyum tipis terpatri kala ia melihat kedatangan Su Li yang membawa se-nampan penuh di kedua tangannya.

“Kau tidak bermaksud membuat acara makan dessert kan?”

Su Li meletakkan nampan pesanannya di atas meja. “Dessert di sini ternyata sangat enak. Aku tidak pernah menemukan hal seperti ini di London. Jika tahu aku akan menetap lebih cepat.”

Sepotong strawberry shortcake, sepiring pancake, dua buah croffle dan dua gelas affogato berjubel sesak di nampan yang Su Li bawa, Ziang Wu terkekeh. “Kau tidak takut dengan persen kalori setiap dessert itu Nona Muda?”

“Jangan mengejekku terus. Ini bayaranmu, dan ceritakan tentang Liang Tech sekarang.” Su Li menyodorkan sebuah gelas berisi gelato yang disiram dengan espresso, "Kau  masih menyukai affogato, kan?". Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum, teman kecilnya itu ternyata tidak pernah lupa kesukaannya.

Berdasarkan cerita dari Ziang Wu, Su Li bisa mengambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa orang pemegang saham terbesar di Liang Tech. Su Liang sebagai Founder dan CEO merupakan pemegang saham tertinggi, diikuti oleh beberapa jajaran direksi termasuk Wu Xia.

“Kau dan Wei Fang berada di posisi yang sama. Tetapi kau tidak perlu khawatir, Tuan Su pasti menunjukmu sebagai pewaris.”

Dibandingkan dengan ucapan Ziang Wu, Su Li lebih tertarik kepada para jajaran Direksi yang membuatnya curiga. “Jika terjadi sesuatu dengan Ayahku dan belum ditentukan siapa pewarisnya, menurutmu dari mereka siapa yang akan paling diuntungkan?”

Sebenarnya Ziang Wu sedikit terkejut dengan pertanyaan yang Su Li lontarkan, ia tidak menyangka bahwa ketertarikan gadis muda itu bukan ke arah siapa yang akan menjadi pewaris Liang Tech. Pemuda itu berusaha menimbangnya dengan cermat. “Melihat kondisi perusahaan yang stabil dan besarnya pengaruh yang mereka punya, maka semuanya berpeluang besar.”

Ziang Wu menyuap sesendok es krim vanila sebelum melanjutkan, “Tetapi ceritanya akan berubah jika salah satu diantara mereka bisa mengontrol yang lain. Kedudukan CEO tidak akan mudah tergantikan, Su Li. Pendapat para pemegang saham sangat berpengaruh. Selama aku bekerja, aku belum menemukan rasa tidak puas atas kepemimpinan Tuan Su dari pihak pemegang saham maupun direksi.”

Su Li mengangguk paham, “Berapa lama kau sudah bekerja di Liang Tech?”

“Tiga tahun yang lalu. Segera setelah menyelesaikan program Master.”

“Apakah selama periode tersebut ada sesuatu yang terjadi di perusahaan?”

Ziang Wu berpikir sejenak, “Selain kematian Ibumu, tidak ada kejadian luar biasa yang terjadi. Memang kuakui, setelah kematian Ibumu dan pernikahan kedua Ayahmu, perusahaan jadi sedikit repot karena      mengubah struktur, tetapi setelahnya tidak ada hal spesial. Perusahaan tetap berjalan dengan baik bahkan berkembag pesat. Seperti yang kau lihat saat ini.”

Ziang Wu merasakan ada sesuatu yang janggal dari obrolannya bersama Su Li saat ini. Tetapi ia berusaha maklum karena menurutnya Su Li memang perlu mengenal satu persatu terkait apa yang gadis itu miliki saat ini.

***

Siulan teko listrik mengejutkan Su Li. Gadis berpiyama satin itu berjalan menuju dapur, menyeduh coklat panas favoritnya. Suasana malam yang sedikit berawan tidak melunturkan kemegahan dari The CCTV Headquarters pada malam hari.

Su Li membawa tungkainya ke depan jendela balkon yang ia buka lebar tirainya. Nyalinya masih belum sebesar itu untuk membuka serta siding kaca jendelanya. Suhu malam masih belum bersahabat.

Sudut matanya menangkap keberadaan papan kaca penuh coretan tangan. Seirama dengan sesapannya, Su Li mulai berpikir apakah ini semua hanyalah jebakan sang Ayah untuk menggiringnya kembali ke Tiongkok?

Hanya beberapa orang yang menyadari betapa licik sang Ayah jika menyangkut hal yang ia inginkan. Ia masih belum bisa menemukan apa motif yang menjadi alasan pembunuhan sang Ibu. Kematian mendadak tidak aneh bagi penderita penyakit jantung seperti sang Ibu. Beragam fakta mulai membombardir pikirannya, catatan rumah sakit pun tidak ada yang janggal.

Perusahaan pun terlihat baik-baik saja. Wu Xia tidak akan mungkin menyiakan kesempatan begitu saja, apalagi wanita paruh baya itu termasuk ke dalam jajaran direksi. Bukankah akan lebih mudah sebelum ia kembali?

“Apakah ini hanya emosi sesaatku?” pikirnya. Bersama dengan tegukan terakhir cokelat yang sudah mulai mendingin itu, Su Li mengakhiri harinya dan beranjak untuk menyelami mimpi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status