“Kau tahu? Pembunuh Shen Juan adalah Wu Xia. Ibunda Wei Fang.”Namjun berbalik dan menatap Luo Han. Dari sekian banyak berita yang ia harap sama sekali ia tidak pernah mengharapkan kabar buruk seperti itu."Shen Juan tidak mungkin melakukan itu." Namjun tetap bersikukuh untuk menampik hal tersebut. Lan Huo meletakkan kembali map berkas yang ia pegang. "Aku pun tidak ingin mempercayainya. Namun begitulah hasil penyelidikan." Pria itu menepuk pundak Namjun. Ia tahu, pasti sulit untuk menerima. "Aku juga seperti itu. Tetapi bukti demi bukti yang ada terlalu jelas. Shen Juan sudah melanggar kode etik dan merugikan kesatuan kita." Lan Huo kemudian melenggang keluar, meninggalkan namjun yang termenung. Pemuda itu tahu, Namjun pasti perlu waktu. Seperti tersadar akan sesuatu Namjun merogoh ponselnya di saku. Perangkat jemala itu bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Namjun bergegas setelah selesai membaca pesan tersebut."Kau mau kemana?" Namjun hanya melengos pergi tanpa ingin menang
Keheningan yang pekat memenuhi atmosfer ruangan yang berukuran enam kali empat meter tersebut. Terlihat dua orang wanita yang berdiri sedikit gemetar menghadap sebuah meja besar yang sedikit penuh dengan tumpukan map sewarna dengan yang sedang di baca oleh seorang wanita muda di balik meja. Embusan napas panjang wanita itu semakin membuat dua pegawai wanita tadi was-was. “I’m done. Bukankah saya bilang berkali-kali jika kita tidak bisa menambahkan biaya produksi? Jika masih belum bisa menentukan berapa target minimum dengan benar, seharusnya kalian tidak mengambil keputusan serampangan begini.” Wanita itu mengentak map di atas meja. Tidak peduli tatapan takut-takut dua pegawai wanita di depannya. “Perbaiki dan serahkan kembali sebelum pukul empat sore ini,” ujarnya dingin tanpa mengalihkan pandangan dari layar elektronik yang berpendar lembut di hadapannya. Salah satu dari pegawai itu mengambil benda persegi berwarna hitam itu kemudian pamit undur diri. “Ternyata rumor yang meny
Wanita itu membuka matanya, napasnya memburu. Butir-butir keringat menghiasi wajahnya yang seputih porselen. Ada napas lega saat ia sadar bahwa dirinya berada di kamarnya. Berkas sinar yang masuk melalui celah gorden menyadarkan dirinya bahwa matahari telah bertugas. Getar ponsel di atas meja membuatnya bangkit ke arah benda persegi itu ia letakkan. Senyum tipisnya terkembang kala melihat siapa yang menghubunginya.“Ya, Miss Moore?”Su Li menjauhkan ponsel dari telinganya, mengaktifkan mode loudspeaker sambil berjalan menuju pantry.“Pelan-pelan saja,” ucapnya santai.“Bagaimana bisa anda setega ini dengan saya?”Su Li terkekeh, ia bisa membayangkan bagaimana ekspresi sekretarisnya saat ini. Manik keabuan itu pasti sedang berkaca-kaca.Su Li sedang mengambil cangkir ketika, Ms. Moore kembali menambahkan, “Bahkan anda tidak memberikan kesempatan untuk saya mengucapkan perpisahan dengan benar.”“Dan membuatmu tidak konsentrasi dengan pekerjaanmu?”Su Li mengambil beberapa apel di dala
“Jadi dia lebih memilih untuk menginap di hotel?”Tuan Su menyesap kopinya dengan tenang mendengarkan seorang wanita paruh baya mengomel. Perpaduannya memang tidak cocok, tetapi ia mencoba menahan diri dan tidak mengacuhkannya.“Mau sampai kapan dia tidak menerimaku? Sikap kekanakannya itu tidak sesuai dengan usianya.”Wanita itu memotong toast di hadapannya dengan sedikit kesal. Tuan Su hanya diam-diam melirik dan kembali fokus dengan bacaannya.“Kau begitu memanjakannya sampai ia tidak memiliki sopan santun seperti itu, aku penasaran mirip dengan siapa sikap tidak sopannya itu.”“Wu Xia. Perhatikan ucapanmu,” ucap Tuan Su dengan dingin.“Jika sikapmu setidaknya sedikit saja ada kehangatan, mungkin anak itu mau pulang rumah ini.”Wu Xia membanting alat makan yang sedang ia pegang. “Jadi kau menyalahkanku karena anakmu tidak pulang ke rumah? Siapa yang menyuruhmu untuk menikahiku?” ucapnya menggebu kemudian bangkit meninggalkan Su Liang yang masih tenang dengan kopi dan juga laporan y
“Su Li kesal denganku. Ia tidak mau mengangkat panggilanku sekali pun.” Ziang Chen tersenyum tipis sambil memperhatikan Su Liang yang sibuk memangkas bonsai dengan wajah yang mengkerut akibat ulah sang Putri. “Usianya sudah pas untuk menikah. Apakah aku salah membantu mencarikan pasangan yang layak untuknya?” “Anda tahu bagaimana temperamen Nona Muda, Tuan. Saya yakin Nona Muda saat ini sedang sangat kesal dengan anda.” Su Liang menghentikan aktivitasnya dan duduk di bangku taman diikuti oleh Ziang Chen. “Setelah anak Presdir Wang, ia sama sekali tidak mau bertemu dengan yang lain. Padahal mereka semua adalah pemuda yang hebat.” Ziang Chen menuangkan teh dan memberikannya kepada Su Liang. Cahaya redup matahari yang berhasil menembus atap kaca transparan itu membuat udara di dalam rumah kaca menghangat. Mendiang istri pertamanya sangat menyukai bunga, sehingga ia membangun sebuah rumah kaca agar sang Istri bisa berkebun walau di luar tertutup salju. Seperti sekarang, walau bera
Suasana perusahaan dimanapun itu bagi Su Li tidak memiliki banyak perbedaan. Karyawan yang berlalu lalang dengan menggunakan name tag dan membicarakan pekerjaan, satu dua orang yang membawa setumpuk berkas, hingga beberapa karyawati yang sedang bergosip di ujung pantry. Hanya saja, konsep perusahaan Liang Tech agak berbeda dengan Ubex Corporation tempatnya dulu mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Setiap divisi memiliki ciri khasnya masing-masing. Desain interior yang berbeda cukup menjelaskan bidang apa yang divisi itu kerjakan.Tapak langkahnya yang mengikuti ketua HRD memasuki sebuah ruangan. Sebuah papan yang bertuliskan Investor Relation terpampang di atas pintu masuk. Tidak ada meja bersekat yang memisahkan karyawan satu dengan yang lain, konsep open space yang begitu apik. Ruangan yang tidak bisa disebut kecil itu dihuni oleh delapan orang karyawan yang terlihat sedikit sibuk sehingga tidak menyadari kedatangan mereka. Tepukan tangan dari Tuan Shen mengalihkan atensi semua ora
Pintu darurat menjadi tempat favoritnya beristirahat. Setelah proyek dengan investor Perancis itu selesai, Su Li mengira bahwa tugasnya sudah selesai. ia tidak menyangka bahwa ia harus menyelesaikan beberapa proyek besar lagi.“Apakah aku terlalu serius bekerja?” gumamnya. Ia merasa sedikit demi sedikit mulai teralihkan dari tujuan utamanya. Getar ponselnya membuat dirinya beranjak. “Ada apa?” tanyanya sambil berjalan keluar.Xiao Lu memberikan kabar bahwa mereka diminta untuk menemui Su Liang sekarang. Ketika keluar, ia berpapasan dengan seorang pria. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas karena pria itu menunduk sambil menerima panggilan.“Aku akan segera kesana.”Percakapan itu saja yang sempat ia dengar sebelum pria itu menghilang di balik pintu. Su Li terdiam, kemudian ia berbalik cepat menuju pintu tangga darurat tersebut. Derap langkah lirih yang menaiki tangga terdengar olehnya membuat jantungnya ikut berpacu.Untung saja ia menggunakan sepatu flat hari ini, jadi bisa dengan ce
Su Li membawa tungkainya ke lantai delapan. Tapak kakinya menggema memenuhi lorong bergaya futuristik tersebut, bagai berjalan di atas catwalk, Su Li menyadari puluhan pasang mata memperhatikan dirinya. Sampai di bagian ujung lantai ia berdiri di depan pintu kaca yang tidak tembus pandang dan kemudian mengetuk pintu. Mendorongnya ketika suara di dalam mempersilakannya masuk.“Selamat pagi, Direktur.”Direktur Lin yang melihat kedatangan Su Li melepaskan kacamata bacanya. “Ada apa Nona Su?” ucapnya sambil beranjak menuju sofa. Su Li menyamankan diri di salah satu sofa yang dipersilakan oleh Direktur Lin.“Divisi kami membutuhkan laporan cash flow perusahaan selama tiga tahun terakhir. Tetapi entah mengapa, sepertinya bagian keuangan lupa menyerahkan beberapa laporan. Kami mendapatkan beberapa yang missed. Terutama bagian operating activities. Jadi saya kemari karena ingin meminta dokumen tersebut.”“Permintaan saya seharusnya tidak terlalu banyak, kan?” Su Li menatap lurus Direktur Lin