Share

Weton

“Kalian tidak bisa melanjutkan ke jenjang pernikahan!”ucap Pak Candra dengan wajah lesu.

Air mata Alena tumpah, ketakutan yang ia rasakan menjadi kenyataan. Rama masih terdiam ,ia berusaha tenang dan mencerna baik-baik uacapan Pak Candra.

“Weton kalian tidak cocok, kalian tidak bisa menikah!”lanjut Pak Candra.

“Maksudnya tidak cocok gimana pak?saya masih belum bisa mengerti,”tanya Rama penasaran.

“Weton Alena Minggu Wage dan Rama weton kamu itu Rabu Pahing, jumlah dari weton kalian berdua tidak bagus yaitu 25, kalau kalian nekat untuk menikah hubungan kalian tidak berlangsung lama dan kita semua akan mendapatkan musibah. Ini sudah menjadi kepercayaan di kampung kita, dan bapak tidak berani menentang ini,”ungkap Pak Candra yang terlihat menahan tangis.

Alena dan Bu Candra sudah tidak bisa lagi menahan tangis mereka, tangis mereka pecah. Hati mereka begitu hancur. Alena merasa tidak bisa menerima semua kenyataan ini, ia merasa ia harus menentang semua ini.

“Bapak, Alena nggak mau ngikutin tradisi ini, Alena tetap mau menikah dengan Rama!”teriak Alena dengan sesenggukan.

“Alena jaga ucapanmu!!”bentak Pak Candra.

“Pak,Alena ini hidup di zaman modern, dan Alena juga tidak menetap disini, Alena sama Rama bakalan tinggal dikota, jadi tradisi itu tidak berlaku buat Alena dan Rama,”ucap Alena.

“Kamu terlahir di kampung ini, kamu akan selalu mengikuti tradisi ini!!”tegas Pak Candra.

Rama masih terdiam, hatinya hancur air matanya ikut menetes. Ia masih tidak percaya kalau pernikahan yang sangat ia dambakan dengan perempuan yang sangat ia cintai gagal hanya karena tradisi yang sama sekali tidak ia mengerti.

“Pak apa tidak ada cara lain untuk saya tetap menikah dengan Alena?”tanya Rama dengan tubuh yang gemetaran.

“Tidak ada, kalian tidak boleh menikah, dan dengan berat hati Bapak tidak merestui hubungan kalian berdua. Maafkan bapak!”jawab Pak Candra yang juga berlinang air mata.

Alena kemudian berlari ke kamar, tangisnya pecah,dadanya begitu sesak. Alena kemudian meraih handphonenya. Dia pun lalu menelfon Sarah.

“Halo Alena, kenapa?’’tanya Sarah

“Pesenin tiket buat gue sama Rama balik besok, kalau ada yang flight pagi!”pinta Alena dengan sesenggukan.

“Eh loe nangis?loe kenapa?kalian katanya mau semingguan disana kenapa tiba-tiba besok mau balik?”tanya Sarah dengan panik.

“Gue ceritain pas gue uda balik, yang penting gue butuh tiket buat besok,tolongg!!”pinta Alena dengan tangis yang semakin menjadi.

Tak lama kemudian Sarah mengirim e-ticket ke email Alena. Malam ini begitu pahit begitu sakit dan sangat tidak ia harapkan.

Keesokan harinya.

Alena dan Rama sudah membereskan semua barang mereka. Rama mencoba mencegah Alena untuk pulang hari ini, tapi Alena kekeh dengan pendiriannya. Alena sudah sangat hancur dan ia tahu saat orang tuanya sudah berkata seperti itu tandanya memang sudah tidak bisa lagi ditentang. Alena dan Rama kemudian menghampiri Bapak dan Ibu nya yang ada di didepan rumah.

“Bapak, Ibu, Alena sama Rama mau pamit,”ucap Alena sambil membawa koper.

“Kamu mau kemana?kenapa mendadak?katanya mau seminggu dirumah?”tanya Bu Candra yang kebingungan melihat anaknya sudah membawa koper dan berpamitan.

“Alena harus berangkat sekarang, sebelum terlambat,”tegas Alena dengan wajah yang lesu dan mata yang sembap.

“Tapi Alena,”ucap Bu Candra

Alena kemudian meraih dan mencium tangan kedua orang tuanya. Tak lama kemudian mobil untuk menjemput Alena dan Rama sudah datang. Alena bergegas memasukan semua barangnya ke dalam bagasi,dan segera masuk ke mobil. Bahkan tanpa menghiraukan ibunya yang mencoba menahan kepergian mereka. Mereka semua hancur dan larut dalam kesedihan, tapi tradisi tetaplah tradisi Bapak dan Ibu Candra juga tidak berani menentang tradisi itu, walaupun sebenarnya mereka juga telah menerima Rama sebagai calon menantunya.

Sepanjang perjalanan Alena hanya diam dan menangis, Rama mencoba menenangkan kekasihnya,tapi tetap saja tidak berhasil. Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, Alena sampai dirumah.

“Kamu langsung pulang aja ya, aku mau langsung istirahat!”ucap Alena kepada Rama.

“Kamu istirahat ya, kalau ada apa-apa kamu hubungi aku!”pinta Rama sambil mengusap rambut Alena.

Alena kemudian segera masuk ke rumah, pembantu Alena pun terkejut melihat Alena yang sudah sampai rumah.

“Mbak Alena sudah pulang? Mau saya buatkan minum apa mbak?”

“Tak perlu bi, saya mau langsung tidur!”jawab Alena dengan wajah yang pucat.

Malam ini masih sama dengan malam sebelumnya, dia tidak bisa beristirahat dengan nyaman. Matanya susah untuk terpejam. Pikirannya selalu terbayang dengan semua kenangan dan perjalanan cintanya dengan Rama, tak pernah terbesit sebelumnya kalau ia akan mengalami ini.

Pagipun tiba,tidak seperti biasanya yang selalu datang ke kantor dengan senyum yang lebar,kali ini Alena hanya menampakan muka lesu dan tidak sedikitpun senyum terukir dibibirnya. Ucapan selamat pagi dari para karyawannya saja tidak ada yang dibalas olehnya.

Alena langsung masuk ke ruanganya dan diikuti oleh Sarah.

“Loe kenapa sih,kenapa dari tadi malam loe nggak angkat telfon gue,dan kenapa sama sikap loe hari ini?”tanya Sarah penasaran.

Alena masih terdiam,dia mencoba untuk tenang dan berusaha untuk tidak meneteskan air mata lagi. Setelah dia merasa tenang dia menceritakan semua yang terjadi padanya dan Rama ke Sarah. Sarah hanya bisa terdiam dan menatap sahabatnya itu dengan perasaan sedih yang mendalam. Ia merasakan betapa beratnya ujian yang Alena hadapi. Sarah memeluk erat tubuh Alena ,dipeluknya tubuh yang sudah lemas itu dengan kuat, dan air mata Sarah pun ikut menetes.

“Terus loe mau gimana?”tanya Sarah denga nada sendu.

“Gue nggak tahu lagi mesti gimana Sar, gue nggak sanggup nglepasin Rama tapi gue nggak mungkin nentang orang tua gue kan?”jawab Alena dengan penuh tangis.

“Emang nggak ada jalan tengahnya, apa nggak ada pengecualian dari tradisi keluarga loe itu?Loe kan hidup disini bukan di kampung!”kata Sarah.

“Gue uda coba tanya ke orang tua gue tapi nggak ada yang bisa dilakuin, jalan satu-satunya gue harus pisah sama Rama, gue nggak bisa nikah sama Rama,”tegas Alena.

“Nggak mungkin loe pisah sama Rama, gue nggak setuju. Kalian pasti bisa dapat jalan keluarnya,”ujar Sarah.

Sarah kemudian duduk di kursi depan meja Alena, ia terus menatap wajah Alena yang berlinang air mata dan juga pucat.

“Gue ambilin loe makanan ya,loe pasti nggak makan dari semalem,”ucap Sarah.

“Gue nggak nafsu makan,”tegas Alena.

Tak lama kemudian Sarah keluar dari ruangan Alena dan membiarkan Alena sendiri. Alena berusaha memfokuskan pikirannya pada pekerjaan supaya dia bisa melepaskan kesedihannya.

Jam menunjukan pukul lima sore, Alena bersiap-siap untuk pulang. Tapi tiba-tiba ada yang masuk ke dalam ruangannya, dan tak lain tak bukan itu adalah Rama.

“Kita keluar makan ya sayang,”pinta Rama.

“Kenapa nggak ngabarin dulu kalau kamu mau kesini?”jawab Alena dengan wajah yang nampak tidak senang dengan kehadiran Rama.

“Biasanya juga aku langung kesini kan?”tanya Rama.

“Aku nggak mau pergi, aku mau langsung pulang aja,”ucap Alena sambil meraih tas yang ada dimeja.

“Kamu kenapa? Kamu jangan ngehindar dari aku gini, kalau kayak gini terus kapan kita bisa cari jalan keluar untuk masalah kita ini?”tanya Rama sambil memegang tangan Alena.

“Kamu yakin bisa cari jalan keluar?”tanya Alena dengan menatap mata Rama.

“Untuk saat ini belum ada,tapi siapa tahu dengan kita bicarakan lagi dengan kepala dingin kita bisa menemukan jalannya,”ucap Rama meyakinkan Alena.

“Ini bukan masalah antara kamu dan aku saja Ram, ini masalah kita dengan tradisi keluarga aku, yang bahkan aku sendiri nggak tahu bagaimana caranya untuk melawan tradisi ini!”tegas Alena.

Alena berlari keluar dan meninggalkan Rama sendiri terdiam dalam ruangan yang sepi dan hampa itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status