Share

setelah

Setelah percakapan malam itu aku mulai kehilangan rasa hormat dan cintaku kepada Indra, Aku kehilangan sisi romantis dan hasrat untuk memadu asmara dengannya. Aku mulai menjaga jarak dan tidak berminat untuk berdiri dekat-dekat dengannya. Apa yang dia tanyakan hanya aku jawab seperlunya dan ketika dia menginginkan sesuatu maka aku akan melayaninya jika aku bisa.

"Bisa buatkan aku kopi tidak?"

"Tentu." Kuantarkan kopi kemeja kerjanya tanpa mengatakan apapun, lalu membalikkan badan untuk kembali ke dapur, juga tanpa membicarakan apapun. Biasanya aku akan menggodanya, memeluknya dari belakang lalu mencium telinganya mengalihkan perhatiannya dari berlembar-lembar kertas yang cukup untuk membuatnya mengernyitkan alis dan nampak tegang.

Sekarang aku kehilangan kepedulian dan sudah masa bodoh dengan dirinya, aku tidak berminat sama sekali, jangankan memandang matanya melihat rambutnya saja tidak.

"Terima kasih," ucapnya menahan langkahku.

"Iya," jawabku dingin.

Beberapa saat kemudian, ia kembali memanggil, saat kudatangi, ia menggodaku dengan senyum nakalnya, tapi aku jijik memandangnya. Merasa aku tidak menanggapinya pria itu nampak gugup dan langsung menundukkan wajah.

"Mau apa?" Tanyaku dingin.

"Kamu kasar sekali, ya udah ga jadi," ucapnya pura pura merajuk, biasanya aku akan membujuk tapi hari ini aku tidak akan sudi lagi membujuk.

"Fine," jawabku santai.

"Kamu kenapa sih?"

"Udah jelas aku bete sama kamu," jawabku ketus.

"Kok ucapannya gitu banget. kemana istriku yang penuh lemah lembut dan cinta."

"Kau menyakitinya dengan perselingkuhan dan membunuh mentalnya dengan tamparanmu, apa kau paham!"

"Aku minta maaf."

"Gaun yang berguguran tidak akan kembali ke pohon sama seperti perbuatanmu yang tidak akan bisa dikembalikan, hati ini terlanjur sakit dan rasa ini perlahan menguap hilang begitu saja tercerai-berai seperti es batu yang mencair oleh panas."

"Astaga ..." Dia hanya mendesah.

"Katakan padaku apa yang kau butuhkan akan ku ambilkan secepatnya," ucapku sambil menekannya.

Dia menggeleng sambil meletakkan kaca matanya di meja. Pelan pelan ia bangun, mendorong sedikit kursi agar bisa beranjak lalu pergi ke dapur.

Dari ruang Tv aku bisa memandang kalau dia tengah membuat roti lapis dengan keju, mungkin dia lapar atau butuh kudapan. Biasanya di jam 03.00 sore seperti ini aku akan siapkan cemilan dan teh hangat tapi hari ini aku enggan melakukannya, buat apa juga aku berusaha, ia tetap menyakitiku setelahnya.

"Nadira, aku rindu kamu yang kemarin," ucapnya lirih, ia duduk di meja makan yang hanya berjarak semeter dari sofa tempatku berbaring.

"Aku juga kehilangan suamiku yang kemarin, aku tahu suamiku romantis setia dan penuh cinta aku tidak pernah sadar bahwa suatu hari ia akan berubah perasaannya terbagi dan cintanya menghilang dariku."

"Aku masih tetap orang yang sama."

"Tapi hatimu tidak, Mas."

"Aku mohon...."

"Percakapan sudah usai aku akan ke kamar!"

"Jika kau berbuat seperti ini maka dirimu seakan membentangkan jarak diantara kita berdua kau membangun tembok pemisah yang akan membuatku semakin sungkan untuk mendekatimu."

"Anggap saja demikian, sekarang sudah tidak ada bedanya."

"Baiklah."

"Terserah kau," jawabku sambil mematikan tv dan naik ke lantai dua. Daripada sibuk memikirkan dia, lebih baik aku merebahkan diri sambil membaca novel online.

*

Rupanya diri ini tertidur hingga tiba-tiba kutemukan diriku sudah meringkuk di bawah hawa AC yang dingin. Kulirik jam weker di atas meja dan waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam.

Astaga, aku lupa belum memberi makan anak dan Mas Indra. Tapi khusus untuk dirinya aku tidak terlalu peduli, toh dia sudah dewasa Jadi kalau lapar tinggal makan sendiri.

Kususuri koridor di sekitaran ruang tengah lantai 2 dan kudapati bahwa anak-anak sudah tertidur dengan pintu yang masih terbuka di kamar masing-masing. Aku yakin kalau sudah tertidur begitu berarti mereka sudah makan.

Sambil menahan perutku yang juga lapar, aku turun ke bawah dan lamat-lamat kudengarkan suara mas Indra tengah berbicara melalui video call di meja kerjanya.

"Iya, aku ini lagi bingung, situasi kita tidak menyenangkan, aku butuh waktu," ucapnya. Entah dengan siapa Dia berbicara tapi sepertinya percakapan itu terdengar dalam sekali.

"Aku juga punya perasaan yang sama sepertimu tapi aku juga memikirkan Nadira dan anak-anak."

Oh, fix, Dia sedang berbicara dengan kekasihnya, masa bodoh!

Aku buka lemari dapur lalu mengambil selembar roti dan mengoleskan selai ditambah dengan madu, kuambil gelas untuk menuangkan jus dari kulkas dan siap untuk menikmati makan malamku. Hari ini aku tidak memasak jadi apa yang ada saja kumakan.

"Cerai, mana mungkin?!"

Prang!

Saat aku mendengar Mas Indra mengucapkan kata cerai di line telepon tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang dan apa yang ku pegang di tangan terlepas. Gelas itu jatuh dan menumpahkan isinya ke lantai sementara Mas Indra langsung gelagapan dan mematikan ponselnya lantas membalikkan badan ke arahku.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Dyah Astri Andriyani
baru awal2 cerita, nama karakternya sudah berubah
goodnovel comment avatar
simon
bhs nya baku banget ya
goodnovel comment avatar
chika.dputri2018
yunita apa nadira namanya? koq berubah? apa nadira yunita?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status