Kini setelah meninggalkan diriku dalam keheningan dan duduk sendirian di atas kasur yang cukup luas ini aku hanya bisa mengelola nafas dan menahan kesedihan yang perlahan kesedihan itu merambat setelah aku menyadari bahwa suamiku rela merusak hubungannya denganku demi intan.
Di sisi lain aku perlahan mulai penasaran dengan siapa dan apa latar belakang wanita itu hingga berhasil mengalihkan perhatian Mas Indra dari keluarga dan fokusnya untuk membahagiakan kami. Aku tahu persis bahwa suamiku bukan tipe orang yang mudah teralihkan ketika dia hanya fokus pada satu hal, kecuali jika hal itu benar-benar sangat menarik dan membuat dia tidak berhenti memikirkannya.Aku juga berpikir, apakah ini berkaitan dengan kepuasan di tempat tidur ataukah kecantikan seorang wanita? Jika Itu masalahnya maka aku tidak akan pernah bisa menyamai kekasihnya, karena Tentu saja aku menakar kemampuan dan menerima seperti apa Tuhan menciptakan diri ini. Aku memang tidak secantik intan tapi setidaknya Mas Indra menghargai hubungan dan bagaimana aku telah berbakti kepadanya selama bertahun-tahun.Ditahan sekuat apapun tetap saja kesedihan itu menyusup dan menyiksa perasaanku, aku ingin marah tapi entah bagaimana dan pada siapa aku meluapkannya. Ingin menangis tapi malu pada diriku sendiri dan juga tidak ingin terlihat lemah, namun seperti yang kukatakan orang yang sudah tidak mampu menangis itu adalah bukti sebuah kelemahan yang terburuk. Lalu pada akhirnya hati ini akan membeku dan mati rasa. Ya, tentu saja trauma itu akan sulit membuatku berdamai dengan kenyataan hingga sulit membuka hati lagi untuk memberikan kepercayaan dan cinta kepada lelaki lain. Setidaknya itu yang aku pikirkan sekarang, aku merasa abu-abu tentang apa yang akan terjadi di masa depan dan masih bingung akan kelangsungan hidupku dan anak-anak. Aku tidak bisa bertahan seperti ini karena mencintai Mas Indra seperti menggenggam bara api di tengah cuaca membeku, aku membutuhkannya tapi dia menyakitiku.Aku juga tidak bisa mengeluh pada siapapun, karena tentu saja orang yang mendengarnya pasti akan memberikan pendapat yang tidak akan sesuai dengan realita. Menggampangkan hal yang seharusnya tidak boleh dipandang sepele."Ya, tinggal berpisah saja kalau sudah tidak sanggup bersama." Paling hanya itu yang akan mereka katakan sementara aku harus mempertimbangkannya.*Cahaya keemasan itu mulai timbul dari ufuk timur ketika aku menyadari diriku sudah meringkuk di atas tempat tidur sendirian, kukerjaplan mata dan menyadari bahwa aku sudah terlambat melakukan ibadah. "Astaghfirullah, maafkan hamba ya Allah."Aku segera keluar dari kamar dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kubuatkan juga kopi untuk Mas Indra Karena aku tahu dia tidak akan menjalani pagi tanpa segelas kopi. Saat hendak menyapu ruang tamu dan ruang keluarga kutemukan dia tertidur di atas sofa dalam posisi telungkup dan setengah selimutnya tidak menutupi kaki.Aku berinisiatif untuk memperbaiki selimut itu karena hawa AC di ruang tengah sangat dingin. Namun baru saja hendak menarik selimut itu tiba-tiba dia menyadarinya dan terbangun.Tidak ingin membuat dia salah paham aku segera bersurut dan mengucapkan kata maaf."Maaf aku hanya ingin membenahi selimutmu.""Kenapa kau harus minta maaf dan hubungan kita berubah menjadi kaku seperti ini Nadira?""Entahlah, bangunlah lalu pergi mandi dan menikmati sarapanmu. Aku akan membangunkan anakku dan memandikannya pantas mengantar dia ke playgroup.""Apa kau masih marah padaku? Aku mau mengantar kalian kemana pun kalian pergi.""Tidak usah repot repot," jawabku.Di momen saat dia mengatakan itulah ponselnya berdering kebetulan benda itu ada di atas meja yang tidak jauh dari kami. Saat benda itu berpendar aku bisa melihat nama intan tertera di sana.Dan foto profil mereka berkedip yang menggambarkan pose suamiku dan dia yang bermesraan. Sungguh sakit hati ini karena sebagai istri dan anggota keluarga saja kami sangat jarang berfoto dengannya, apalagi sampai foto kami dipasang di profil dan akun-akun pribadinya."Angkatlah panggilannya agar aku tidak perlu melihat foto profil itu," ucapku. Suamiku yang merasa gugup dan malu segera meraih ponselnya dan menjawabnya."Mas kamu belum bangun juga ya? bukannya kamu janji mau nganterin aku ke rumah sakit?" tanya wanita itu.Rumah sakit, untuk apa mereka ke rumah sakit? Apakah wanita itu sedang tidak sehat, atau ada kontrol rutin, atau malah butuh pemeriksa kesehatan untuk persiapan pernikahan mereka, entahlah. Yang pasti pilihannya hanya itu."Iya, maaf Intan, aku minta maaf, " jawab Mas Indra sambil melirik diri ini dengan gestur gelisah. Sepertinya, dia ingin mengakhiri panggilan tapi tidak enak dengan kekasihnya."Apa? Kamu panggil aku dengan nama kenapa kamu nggak panggil aku seperti biasa dengan sebutan sayang?!" Entah kenapa aku masih bisa mendengar suara wanita itu dari ponsel suamiku, aku yang sedang mencuci piring langsung menghempaskan sebuah gelas dan itu cukup mengagetkan Mas Indra."Ma-maaf...."Sontak ia mematikan ponselnya dan terlihat mengetik pesan di sana."Aku yakin kekasihmu sangat marah sekali karena kau tidak menyebutnya sayang dan langsung mematikan panggilan, maka kemarahannya akan bertambah dua kali lipat.""Eh, entahlah," jawab Mas Indra dengan senyum gugup."Berselingkuh itu merepotkan ya ... selain harus pandai membagi waktu kau juga harus pandai membuat alasan dan cerdas meyakinkan seseorang juga harus pintar membujuknya saat dia merajuk. Merepotkan sekali," ucapku mengejek."Uhm, se-sebaiknya aku mandi.""Ya, sebaiknya begitu karena kau harus mengantar pacarmu," jawabku dingin.Sontak kopi yang aku buatkan tadi langsung kuambil dan ku tuangkan ke wastafel dengan sakit hati. Sementara dia yang tadinya akan mengesap kopi tersebut hanya bisa terhenyak dengan mulut menganga.Melihat kopinya yang kutuangkan ke wastafel tentu saja suamiku sangat tersinggung, tapi dia tak kuasa mengatakan apapun selain hanya bisa menghela nafas dan beranjak Pergi ke kamar mandi.Benci dan jijik rasanya melihat dia di depanku, aku yakin telah sejauh apa hubungan mereka selama ini, jika sudah memutuskan untuk membeli cincin dan menikah. Lalu aku juga sangat muak mengetahui suamiku melepaskan cincin pernikahan kami lalu memakai cincin inisial wanita yang jelas-jelas belum terikat apapun dengannya.Hah, dobel sakit hati tentunya.Aku yakin, suamiku membiayai wanita itu dengan gaji yang ia sisihkan entah itu mungkin dari bonus atau dari gaji lembur dan perjalanan dia ke luar kota. Harus sebagai rewardnya wanita itu akan memberikan tubuh untuk menghibur Mas Indra.Tadinya aku pikir sebagai istri yang bertanggung jawab atas nama baik keluarga serta berusaha menutup aurat dari penglihatan orang lain, aku telah membahagiakannya dan membuat dia bangga tapi ternyata sesuatu yang lebih
Dan pada akhirnya, hingga malam aku hanya menghabiskan waktu duduk di tepian ranjang sambil berurai air mata dan menghitung kekecewaan yang telah terjadi.Sebenarnya, kalau bisa, Aku ingin menepi semua perasaan sakit ini tapi mengingat betapa bahagianya aku sebelum ini betapa mesra dan harmonisnya rumah tangga kami Aku benar-benar tidak menyangka bahwa suamiku punya selingkuhan dan berniat untuk menikahinya. Lihat tadi bagaimana reaksinya saat aku minta cerai. Dia diam saja dan memasang ekspresi datar seakan tidak terjadi apa apa.Bahkan yang paling membuatku kecewa dia tidak kunjung menyusulku ke kamar untuk minta maaf atau sekedar mengucapkan sepatah atau dua patah kata. Dia tetap berada di ruang keluarga sementara aku masih memungut kepingan hatiku yang hancur sendirian di kamar."Jadi suamiku tetap berkeras dengan kemauannya bahwa ia mempertahankan kekasihnya?" aku menggumam sendiri."Lantas, jika memang begitu untuk apa aku berurai air mata dan menangisi orang yang tidak mencinta
"Apa kau yakin kau tidak akan menyesal dengan keputusanmu seperti ini Nadira?""Loh, yang mengemasi barangnya siapa? Bukannya kau yang berinisiatif untuk segera meninggalkan rumah ini demi kekasihmu?""Nadira, jujur saja aku tidak mau rumah tangga kita berakhir, bisakah kita mempertahannya?""Bisa, asal kau meninggalkan wanita itu, mudah kan?" tanyaku dengan senyuman, koper itu sudah dalam posisi berdiri dan siap di tarik keluar."Dengar Nadira, kalau aku sudah keluar dari rumah ini maka sulit untuk membuatku kembali lagi," ujarnya mencoba menakutiku. Sepertinya dia sendiri yang ketakutan untuk meninggalkan rumah ini merasa belum begitu yakin dengan keyakinannya sendiri.Kupikir aku tidak akan terpengaruh lagi karena rasa yang ada di dalam hatiku sudah terlanjur penuh dengan kekecewaan. Aku masih ingat pertengkaran kami semalam dan sampai pagi ini dia belum minta maaf juga, bahkan ia sudah berkemas sebelum aku bangun.Apakah niatnya sekarang, apakah dia benar-benar ingin pergi atau ha
Aku yakin wanita itu baru saja memperolok diri ini dengan kalimatnya. Aku yakin dia puas mengatakan apa yang ada di hatinya dan sengaja menghina untuk merendahkan mental dan menjatuhkan kepercayaan diriku. Dia ingin aku putus asa sebagai seorang istri lalu memilih untuk bercerai dan mengalah demi kemenangannya.Begitu banyak cacian dan hujatan yang ingin aku lontarkan tapi aku malu kepada penampilanku yang berhijab, kepada akhlakku selama ini dan kepada Tuhan itu sendiri. Aku tidak akan menodai martabatku hanya demi berhadapan dengan pelakor lalu menjadi pusat perhatian semua orang hanya lantaran merebut satu orang pria. Kesimpulannya, tetap saja, sebaiknya merangkum aset-aset yang ada untuk anak ana lalu memilih bercerai.Percuma aku bertahan dalam luka yang mendera bertubi-tubi ini, hatiku sakit tiada terkira ditambah sikap suamiku yang sudah acuh tak acuh saja dia tidak berusaha untuk meminta maaf tapi selalu nampak ingin mencari pembenaran dan mendorong-dorong agar aku yang lebih
"jangan memaksaku untuk melakukan hal yang tidak kuinginkan, aku tidak mau menceraikanmu!""Kalau begitu jangan paksa aku untuk menggenggam bara api dan bertahan dalam luka yang kau timbulkan setiap harinya, aku selalu makan hati dan lama-lama bisa gila karena perselingkuhanmu, jadi tolong jangan paksa aku untuk bertahan dalam rumah tangga ini!"Mas Indra terbelalak, ponsel di pangkuannya terjatuh ke lantai dan anehnya dia tak memperdulikannya. Dia hanya menatap padaku sambil menahan air mata yang kini menganak sungai di pelupuk netranya."Jangan coba-coba untuk menjual air mata dan memasang wajah sedih, aku tidak termakan oleh kesedihan yang kau jual-jual itu. Dengar Mas, ceraikan saja Aku dan semuanya selesai.""Kenapa kau begitu bersih keras tidakkah kau memikirkan masa depan anak-anak kita ketika kita berpisah?""Akan lebih baik bagi mereka hidup denganku dan lepas dari situasi tegang seperti ini. Biarpun kita tidak bersama, tapi jika situasinya kondusif maka aku lebih menyukai ha
"Oh, aku paham, jadi inilah rupanya yang terjadi?" Tanyaku kepada mereka sambil menatapnya secara bergantian, ayah mertua terdiam sementara ibu mertua nampak gelagapan dan sedikit gelisah sambil memegangi tengkuknya dan tersenyum gugup."Uhm, Intan ini adalah keponakan kami, dia adik sepupunya Indra, dia hanya ....""Mustahil Ibu tidak tahu kalau mereka berselingkuh dan punya hubungan khusus?"Mengejutkan sekali saat mengetahui bahwa mertuaku tahu yang sebenarnya dan justru itu adalah keponakannya. Nanti dia pasti tahu detail hubungan mereka dan rencana pernikahan mereka. Lagi pula mereka tidak akan sejauh ini tanpa dukungan keluarga. Tapi bisa-bisanya aku yang selama ini hanya diam di rumah dan setia pada suami diperdaya sedemikian rupa, hingga terlihat sangat tolol di mataku sendiri. Aku benar benar benci situasi ini."Kami akan menikah, iya kan Mas?" desak intan pasa mas Indra."Uhm ... Sebaiknya kita bicara di luar saja Nadira ada beberapa hal yang harus aku jelaskan padamu di man
Aku bangun dari tindihanku di atas wanita itu, aku puas memberinya pelajaran dengan satu cekikan dan dorongan lalu setelah itu, aku bangkit dan membereskan jilbab. Kukenakan kain kain pashmina menutupi rambut dan leherku kemudian mengambil tasku dengan kasar dan melangkah pergi.Herannya mereka tidak mengatakan apa-apa lagi selain hanya bisa tercengang dan diam. Mas Indra yang tadinya ingin marah padaku juga tidak sanggup berkata apa-apa selain Hanya bisa membantu kekasihnya untuk bangkit dan wanita yang sudah tersengal-sengal itu menangis tersedu sambil terbatuk-batuk."Mas, kasih dia pelajaran, dong Dia sudah mukulin aku.""Ya Aku pastikan akan bicara padanya nanti Tapi tolong tenangkan dirimu dan biarkan saja dia pergi," Jawab Mas Indra."Kenapa membiarkan dia pergi, aku harus membalas pukulan ya Mas!""Apa! Membalasku?!" Tanyaku di ambang pintu. Sebuah papan bening berisi mawar segar langsung kuambil dan kulempar ke arahnya. Benda benda berukuran sedang itu langsung berkeping-kep
"Kenapa?""Beraninya, kau melakukan itu pada anakku tanpa alasan dan tidak memberi tahu kami sebagai orang tuanya, lancangnya ingin poligami padahal membahagiakan Nadira dan Ambar aja belum maksimal," ujar Ayah dengan emosi."Saya mohon maaf sebelumnya ...."Plak!Ayah kembali menampar Mas Indra, lelaki yang sudah kucintai selama hampir 5 tahun yaitu menggera marah sambil memegangi pipinya tapi dia tidak kuasa untuk melawan orang tuaku karena, ya ... dia mungkin masih punya rasa malu dan hormat kepadanya."Minta maaf sebelumnya atau minta maaf sesudahnya? Kau sudah melukai hati Nadira dan kau baru minta maaf? Seandainya kami tidak kunjung datang ke sini akankah kau akan minta maaf?""Tentu saja?""Coba pikirkan, andai posisimu berada di posisi Nadira, akankah kau menerima jika orang yang kau cintai menduakanmu tanpa memberitahu dari awal dan baru memberi kabar setelah kalian akan menikah?! parahnya itu pun baru kau katakan setelah ketahuan oleh Nadira! berarti, niatnya kau memang in