Share

7. Tawaran Kedua

Rasa haus yang Xora rasakan mulai berkurang, tapi itu tak cukup untuk membuat Xora berhenti menghisap darah makhluk yang dia temui. Xora juga tak berhenti mengejar Flyor. Dia mengejar Flyor, karena Flyor memiliki aroma darah yang begitu memikat dan menggoda.

"Darah-darah-darah." Xora terus menggumamkan kata itu, sepanjang perjalanan sembari mengejar Flyor. Setiap dia menghisap darah makhluk Hutan di dalam Dungeon, Xora tetap mengumamkan kata itu, seakan dia tak pernah puas. Meski sudah menghisap sebanyak lima liter, bahkan terus naik dan hampir mencapai enam liter pada layar sistem.

***

"Aku pasti sudah cukup jauh," gumam Flyor. Sekarang, Flyor sudah berada di luar hutan. Dia membalikkan tubuh, menatap ke arah hutan. Keningnya mengernyit, saat merasakan gairah membunuh yang begitu kuat. Bahkan itu terus mendekat ke arahnya.

"Eh?" Flyor mengukir ekspresi terkejut pada wajahnya, ketika sosok Xora mulai terlihat. "Dia mengejarku?!" tanya Flyor dengan nada tak percaya. Flyor melirik ke arah belakang. Ada tempat lain, tapi terpisah oleh jurang yang cukup besar.

Flyor menghela napas sambil menunduk. Dia menggenggam gagang pedangnya dan bergumam, "Tak ada cara lain." Flyor kemudian mengangkat kepalanya dan menarik pedang dari sarung.

"Aku akan melawannya, tapi dengan tangan kosong," sambung Flyor yang melemparkan pedangnya, hingga menancap dan menembus satu pohon. Bersamaan dengan itu, Xora yang semakin mendekat langsung melompat menuju Flyor.

Flyor menyadari hal itu dan langsung menghindar ke arah samping. Boom! Alhasil, Xora menerjang tanah. Pasir dan debu melayang, menutupi udara di sekitar Xora tadi mendarat.

"Tunjukkan semua kekuatanmu!" ucap Flyor.

Dia berkata dengan ekspresi serius. Angin berembus, menyapu pasir dan debu yang melayang di sekitar Xora. Perempuan itu berdiri, menatap Flyor dengan tajam sambil terus menggumamkan kata, "Darah-darah-darah."

Manik mata Flyor terbelalak melihat tubuh Xora yang dipenuhi oleh bekas luka dan darah. Bahkan, pada beberapa bagian tubuh, permukaan kulit Xora melepuh. "Kenapa kauter ...."

Belum sempat Flyor menyelesaikan kalimatnya, Xora kembali melesat sambil merapatkan jari-jemari tangannya. Tangan Xora saat ini sangat mirip seperti Ular Kobra, yang ingin mematuk mangsanya.

Flyor tersenyum dengan ekspresi serius. Dia tak bergerak menghindar ataupun melesat maju ke arah Xora. Flyor hanya terdiam. Xora yang semakin dekat pun mulai mengayunkan jari-jemari tangan kanannya, seperti pedang yang ingin menebas rumput.

Tetapi, itu seperti tak berguna kepada Flyor. Flyor menggunakan gerakan bela diri yang telah dia pelajari, dan menangkis tepat pada pergelangan tangan kanan Xora. 'Dia lebih kuat dari dugaanku,' batin Flyor saat sedang menangkis pergelangan tangan kanan Xora.

Twassh! Di saat pergelangan tangan kanannya ditangkis, Xora menggunakan tangan kiri untuk menghantam tepat di bagian ulu hati. Namun Flyor masih lebih unggul dalam hal teknik dan kekuatan, sehingga Flyor mampu menahan tangan Xora.

Bahkan, di saat yang sama, Flyor melakukan serangan balik dengan menekan titik akupuntur. Titik akupuntur itu membuat tangan kiri Xora lumpuh selama beberapa waktu.

Xora yang tenggelam dalam 'Rasa Haus yang Tak Tertahankan' pun tidak mempermasalahkan hal itu. Malahan, dia semakin menjadi-jadi dengan terus mengayunkan tangan kanannya secara tidak beraturan.

Flyor tersenyum dan menangkis ayunan tangan Xora. Di dalam hati, Flyor berkata, 'Ternyata, Miss U belum mengetahui apa-apa tentang bela diri. Dia hanya mengandalkan kekuatan saja.'

Hap! Tak ingin terus-menerus menangkis tangan Xora, Flyor menangkap tangan Xora. Dia dengan cepat menjatuhkan tubuh Xora ke tanah, dan menekan titik akupuntur yang membuat Xora tidak sadarkan diri dalam sekejap mata.

"Yah, aku sudah mengetahui bagaimana dan seperti apa kemampuan Miss U. Mari kita sudahi hal ini, lagi pula, aku harus mencari penyebab kenapa Miss U tiba-tiba mengamuk. Dan lagi, aku sempat mendengarnya menggumamkan kata 'darah-darah-darah' secara terus menerus," gumam Flyor.

Dia mengangkat tubuh Xora dan meletakkannya di pundak, kemudian berjalan menuju rumah. Saat berjalan menuju rumah, tentu saja Flyor melalui jalan yang dia lewati tadi.

Flyor terkejut saat melihat bangkai makhluk yang hanya menyisakan kulit dan tulang saja. Flyor memeriksa salah satu bangkai. Ada bekas gigitan di sana. "Bekas gigitan ini seperti gigitan manusia," ucap Flyor sembari meraba bekas gigitan.

"Aku akan memeriksanya di rumah nanti." Flyor meletakkan bangkai itu di tanah dan kembali melangkah, atau lebih tepatnya berlari menuju rumah. Sesampainya di rumah, Flyor meletakkan tubuh Xora di atas kasur. Kemudian, dia kembali ke tempat tadi untuk mengambil salah satu bangkai. Tetapi anehnya, bangkai-bangkai tadi telah menghilang.

Tak ada satu bangkai pun yang tersisa di tempat tadi. "Apa yang terjadi di sini?" tanya Flyor dengan nada pelan. Dia bertanya kepada dirinya sendiri sambil mengepalkan kedua tangan.

"Cih, lebih baik aku kembali saja," sambung Flyor yang mengawali kalimatnya dengan decihan. Di setiap langkah menuju rumah, Flyor kembali memikirkan hal yang tadi.

'Bagaimana bisa bangkai-bangkai Fire Bird tadi menghilang?'

Itulah pertanyaan yang terus berulang di dalam benak Flyor. Mau berapa kalipun dia memikirkannya, Flyor tetap tidak mendapatkan jawaban pasti. Semuanya hanyalah dugaan.

"Dunia ini menjadi lebih aneh, melebihi ekspektasiku," gumam Flyor dengan nada yang mengandung kesedihan di dalam kalimatnya. Sampai di rumah, Flyor menarik sebuah kursi, untuk duduk di samping kasur.

Di atas kasur itu, ada Xora yang terbaring tidak sadarkan diri karena titik akupuntur yang ditekan Flyor tadi. "Apa yang harus kulakukan? Dunia ini ... bukan lagi tempat yang kukenal," lirih Flyor sambil tersenyum kecut.

Waktu kembali berlalu, waktu penalti yang didapat oleh Xora telah habis. Sementara Flyor tak beranjak dari tempat duduknya, dan terus menjaga Xora dari samping kasur.

Xora perlahan mengerjabkan kedua matanya. Dia menengok ke arah kiri, di mana Flyor tertidur dengan lelap. Xora bangun dari posisi tidurnya dan memegang kepala yang terasa pusing.

"Apa yang sebelumnya terjadi denganku?" tanya Xora dengan sangat pelan.

Ingatan ketika dia hilang kendali karena penalti dari sistem, kini sedang berputar tanpa melewatkan sedikitpun adegan. Mata Xora terbelalak. "Itu aku?" Xora bertanya dengan nada tidak percaya.

Usai ingatan-ingatan itu selesai berputar dalam kepalanya, Xora langsung melihat ke arah panel sistem yang menampilkan biodatanya. Manik mata Xora tertuju pada skill Fire Resistance yang didapat ketika menghisap darah Fire Bird, sebanyak lima liter.

'Itu benar-benar aku,' batin Xora.

Kepalanya langsung menunduk. 'Aku kehilangan kendali karena penalti dari sistem ... itu berarti, kemungkinan besar akan mendapat penalti seperti ini lagi, jika aku menolak Quest dari sistem?' tebak Xora menduga-duga dalam hati.

"Kausudah bangun?"

Xora langsung menoleh ke arah Flyor yang mengusap kedua matanya. "Apa kausudah merasa sedikit lebih baik?" tanya Flyor. Dia bangkit dari posisi duduk dan berjalan menuju jendela kamar yang tertutup. Flyor membuka jendela, membuat udara segar menerobos masuk memenuhi ruangan.

"Maaf karena kejadian kemarin," ucap Xora.

Nada bicara Xora terdengar seperti sangat amat menyesal. Xora menundukkan kepala dan meremas selimut lembut yang entah terbuat dari apa. Flyor tersenyum. Dia melirik ke arah Xora yang masih mengenakan topeng.

"Itu tak apa, lagi pula, aku telah mengukur kemampuanmu. Dan sekarang aku menawarkan untuk yang terakhir kalinya, apa kamu mau menjadi muridku dan belajar dariku?" tanya Flyor membalikkan tubuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status