Raya menggandeng Noval keluar dari bandara. Dia menghela nafas. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya dia kembali ke sini. Tempat yang pernah dia tinggalkan dengan membawa luka.Dalam lima tahun, ada banyak tempat baru yang tidak Raya kenali. Namun tentu saja banyak tempat lama yang familiar bagi Raya.Setelah ragu-ragu sesaat, pada akhirnya Raya berkata pada teman Doni yang menyetir, “bisakah kita berputar melewati jalan S?”Meski Raya tidak begitu yakin tentang tujuan mereka, karena Kal telah meyakinkannya bahwa semua hal sudah diurus, maka dia tidak perlu memikirkan apapun lagi. Dengan begitu, pikirannya yang tidak sibuk memiliki waktu luang memikirkan masa lalu.Tentu saja masa lalu ini dia pilah. Hanya kenangan bahagianya saja yang dia pikirkan.“Oke.” Sahut Hari, supir yang dikirim Kal menjemput Raya yang juga merangkap sebagai salah satu bodyguard Raya kedepannya.Sebenarnya Raya agak tidak nyaman dengan pria-pria baru yang Kal tempatkan disekitarnya. Bersama Doni, dia sedang be
Suara lembut Kal yang membacakan dongeng untuk Noval menjadi lebih pelan. Kemudian, saat pria itu melirik si kecil yang meringkuk dipelukan Raya dengan mata terpejam dan nafas teratur, dia berhenti membaca.“Dia tertidur.” Gumam Kal lembut. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium puncak kepala Noval.“Ya. Karena kau pintar membacakan cerita dengan berbagai suara dan emosi.” Puji Raya sambil menggaruk lembut rambut Noval.Setelah mencium kepala Noval, Kal mendongak. Sehingga posisinya kini satu garis lurus dan ambigu dengan wajah Raya. Senyumnya mengembang main-main terutama saat melihat rona malu-malu Raya.“Karena kau ada disini sehingga membuatnya merasa aman. Raya, kau ibu yang baik.” Ucap Kal.Dia ingin memberi segala jenis pujian untuk wanitanya ini, sehingga Raya bisa penuh percaya diri dalam mengasuh putranya. Melepaskan apapun yang membelenggunya dan menghalangi kasih sayangnya untuk secara utuh diberikan kepada Noval.Mendengar ucapan Kal, senyum Raya menegang. Dia yang pa
“Kau mengatakan untuk bersikap sopan? Betapa lucunya!” Gin dengan ceria mengangkat dagu Raya menggunakan ujung jarinya. Gadis ini baru ditandatangani oleh perusahaan hiburan kelas dua yang biasa memberi Gin semacam 'upeti' demi mendapatkan keuntungan. Terlihat kecil, murni, polos dan rapuh. Sangat cantik dan menarik. Inilah mengapa Gin menyukai calon bintang ataupun bintang kecil. Mereka kebanyakan masih murni dan menyegarkan. Sangat enak dilihat. Raya cepat-cepat mundur. Menjauh dari sentuhan Gin yang membuat nalurinya diserbu oleh rasa takut. Dia ingin berlari, cepat pergi menjauh dari tempat ini. “Tolong jangan sentuh aku.” Bisik Raya. Gugup, kesal dan sedikit gemetar. “Aku sudah membelimu. Bagaimana mungkin aku tidak menyentuhmu?” gumam Gin penuh godaan. Raya ingin mundur, tapi punggungnya sudah menempel dengan pintu. Tubuhnya gemetaran. Bagaimanapun dia mengepalkan tangannya ingin meredakan getaran tubuhnya, itu tak berhasil. Raya takut. Sangat takut dengan apa yang dideng
Raya mengingat kejadian tragis yang baru saja menimpanya. Seketika rasa sesak menyeruak didadanya. Membuatnya nyaris tidak bisa bernafas.Diiringi rasa sakit seolah tubuhnya remuk, Raya terduduk dan menangis histeris. Dia menjambak rambutnya, meratap kesakitan.“Ibu... aku sakit... Ibu... Tolong...” Ratap Raya pilu.Dia tak ingin mengeluh pada ibunya yang sudah meninggal dan membuat roh ibunya mungkin khawatir, tapi dia tidak tahu lagi bagaimana melampiaskan rasa sakitnya.“Ibu... Aku takut... Aku sakit.... Ibu... Aku ingin bertemu denganmu...” Ratapan Raya berubah menjadi rintihan yang menyayat hati.Tak lama kemudian rintihannya kembali berubah menjadi tangisan histeris. Raya menjerit, menjambak rambutnya, memukuli dadanya yang sesak, mencakar dan mengacak-acak hal-hal yang bisa dia jangkau demi melampiaskan rasa frustasinya. Dia merasa akan menjadi gila karena rasa marah, takut, benci dan semua emosi negatif melebur menjadi satu tanpa tempat untuk melampiaskan.Dia kesal pada kebod
“Bagaimana itu bisa menjadi sepuluh kali lipat?! Aku membacanya dan itu adalah tiga kali lipat!” marah Raya.“Yang kau baca tiga kali lipat, tapi yang kau tanda tangani adalah sepuluh kali lipat. Kau juga bisa memilih tidak membayar dan tetap bekerja disini.” Goda Beni. Beni akan untung bahkan jika Raya pergi. Namun jika Raya tinggal, itu adalah keuntungan yang lebih besar. Jadi tentu saja dia berharap Raya tetap tinggal.Mendengar ucapan santai Beni, Raya tercengang. Dia ingat saat itu memang tak langsung menandatanganinya ketika selesai membaca karena berbicara dengan Soni. Lalu saat dia menandatanganinya, tentu saja dia tidak memeriksa berkas itu lagi.Dengan jantung kesakitan seperti diremas, Raya melihat jumlah ganti rugi yang memang sepuluh kali lipat. Wajah Raya pucat pasi. Seperti bisa pingsan kapan saja.“Kalian menipuku!” Raya menggelengkan kepala tak percaya. Matanya mulai buram karna air mata yang menggenang.“Tidak ada yang menipumu. Kau hanya kurang teliti.” Beni terkek
“Raya, siapkan pesanan buket ini. Akan diambil jam dua siang nanti.” Nila, teman kerja Raya meletakkan kartu pesanan di meja.Raya yang sedang membuat buket bunga untuk pelanggan yang menunggu di hadapannya melirik jam tangannya, masih ada waktu empat jam. Kemudian menoleh ke arah Nila, “oke.”Toko bunga ini memiliki konsep rumah kaca. Jadi ketika masuk, pelanggan bisa memilih duduk di lounge saat mendiskusikan buket yang diinginkannya, atau bisa juga bicara sambil berjalan dirumah kaca dimana bunga hidup dalam perawatan yang teliti.Ada banyak karyawan disini. Dari yang bertugas merawat bunga, merangkai bunga, menerima pesanan sampai mengantar bunga.Raya adalah satu dari tiga orang yang bertugas merangkai bunga. Setelah mengantar pelanggan yang sudah mendapatkan buket bunganya pergi, Raya kembali masuk. Dia membaca kartu pesanan dan bersiap merangkai bunga selanjutnya.“Raya, apa yang kau makan akhir-akhir ini?” tanya Hani, teman kerjanya yang sedang merangkai bunga pesanan lain.
“Katakan.” Nada bicara Kal tidak panas atau dingin. Dia mendengarkan sambil tetap menatap naskahnya. Seolah-olah yang mendapatkan masalah bukanlah kakaknya, melainkan orang asing yang lewat.Yah, masalahnya adalah kakaknya terlalu sering memiliki masalah. Kal sudah terlalu terbiasa.“Kau tahu dia memiliki kebiasaan meniduri bintang kecil atau calon bintang kan? Nah kali ini calon bintang yang nyaris diperkosanya tenyata putri Grup Sendayu. Jadi orang tuanya bersikeras menjebloskan Gin ke penjara.”Kal terdiam sejenak sebelum bertanya. “Bagaimana dengan Ayah?”“Meskipun sangat marah pada Gin, tuan tidak bisa kehilangan wajahnya dengan memiliki anak kriminal. Jadi tentu saja tuan melawan.”“Kalau begitu biarkan saja ayah membela Gin sesukanya. Selama hal-hal tidak menjadi terlalu besar dan mempengaruhi perusahaan,” ucap Kal.“Oke.”Mereka berbicara tentang beberapa hal lainnya sebelum Kal memutuskan sambungan dan beranjak dari duduknya saat sutradara memanggilnya. Saat ini adalah gilira
Lima tahun kemudian...“Semua orang sudah berkumpul?” Sutradara itu memperhatikan sekeliling dan mengangguk puas saat tidak ada yang kurang. “Kalian melihat keranjang ubi didepan? Nah, tugas setiap tim adalah membawa ubi itu ke pasar dan melakukan barter. Apapun yang kalian dapat dari barter itu akan menjadi bahan makan malam kalian. Jadi lakukan yang terbaik!”Setelah Sutradara menyelesaikan ucapannya, Rivano segera mengangkat tangannya.“Yak, apa yang ingin ditanyakan aktor muda menjanjikan kita ini?” Sutradara berucap dengan nada bercanda.“Bisakah kita barter dengan uang?” tanya Rivano dengan ekspresi polos yang dibuat-buat.“Apa itu masih disebut barter? Lewati pertanyaan tidak masuk akal ini. Yang lain bagaimana?” Sutradara melambaikan tangannya.“Oh, sepertinya kita akan sengsara disini. Sutradara Danang sangat kejam.” Keluh Rivano.“Kau yang sengsara. Kami sangat patuh pada sutradara, jadi tidak akan sengsara.” Sahut Dena, seorang anggota grup idol populer yang debut hampir du