Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
"Kau wanita yang baik menurut kedua orang tua ku." Suara tertawa pria itu, begitu sangat keras, tepat di daun telinga, wanita yang sedang berdiri di depannya."Kau wanita yang begitu sangat baik, menurut mereka, kau wanita polos, yang suci. Tidak sama seperti wanita lain." Tatapan mata pria itu, seakan ingin membunuh wanita muda nan berparas cantik tersebut. Masih teringat olehnya, bagaimana mama dan papanya membujuk, agar mau menikah dengan Hana. Gadis polos nan dinilai baik oleh kedua orang tuanya. Tujuan lain dari kedua orang tuanya, sudah pasti untuk menyelamatkan nama baik keluarga.Wanita muda itu hanya diam tanpa mampu berkata apa-apa. Air matanya menetes dengan sendirinya. Hana sangat takut, ketika pria itu menatapnya dengan sorot mata yang penuh amarah dan kebencian. Pipinya terasa sakit, ketik telapak tangan lebar itu, menekan keras kedua belah pipinya. "Bagiku, kau sama saja dengan wanita yang lain. Kau, sama saja dengan kakak mu." Pria itu tersenyum mengejek istrinya. M
"Maafkan Hana, Hana sungguh tidak tau mengapa kak Berlin pergi. Tolong lepaskan rambut Hana bang, sakit sekali." Kepalanya terasa begitu sangat sakti dan pusing. "Jangan berpura-pura polos." Daffin tertawa lepas. "Aku ingin melihat seperti apa sucinya dirimu. Bila ternyata kau sudah kotor, besok pagi aku akan mempermalukanmu." Daffin tertawa lepas. Pria itu melepaskan tangannya di rambut Istrinya. Dengan sangat kasar, mendorong tubuh kurus Hana, hingga terjatuh ke lantai. Tulang ekornya terasa sangat sakit, ketika suaminya mendorong tubuhnya dengan sangat kuat. "Bang, Hana mohon, jangan lakukan ini. Biarkan Hana pergi ," Hana berkata dengan Isak tangisnya. "Jangan harap." Daffin tersenyum dengan sudut bibir terangkat sebelah. Kaki pria itu berada di atas punggung istrinya hingga tubuh wanita yang berukuran mungil itu membungkuk kedepan. Ia menekankan kuat punggung istrinya dan memutar-mutar telapak kakinya yang masih memakai sepatu pantofel yang berbahan keras tersebut."Sakit ba
"Aku akan mengecek terlebih dahulu. Apakah kau masih suci atau tidak?" lirih Daffin."Kenapa aku tidak pernah berpacaran? Bila tahu takdir hidupku akan seperti ini, aku akan menjadi gadis gampangan, hingga kehilangan keperawanan. Dengan seperti itu, dia akan membuang aku secepatnya." Untuk pertama kalinya, Hana mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia sungguh berharap menjadi gadis yang sudah rusak. Melihat ekspresi istrinya, sudut bibir Daffin sedikit naik ke atas dan dengan cepat membuka pakaian sang Istri. Daffin sadar bahwa Hana sepertinya belum pernah disentuh pria manapun.Benar saja, apa yang dilakukan Daffin, sungguh membuat Hana malu. Perempuan itu hanya bisa memejamkan matanya, ketika melihat Daffin mulai menyentuh tubuhnya.Sayangnya, tindakan hati tidak membuat Dafin berbaik hati sama sekali. Dengan sangat kasar, pria itu mulai menjamah tubuh sang Istri. Ia bahkan tersenyum penuh kebahagian dan rasa bangga, setelah berhasil memiliki Hana.Hana masih saja diam. Rasa sakit
Sayangnya, hingga sore, tidak ada satupun pegawai hotel yang datang ke kamarnya. Hana hanya menagis merasakan perut yang begitu sangat perih. Belum ada yang dimakannya sama sekali. "Apa dia sudah tidak pulang lagi ke sini? Apa dia sengaja tinggalkan aku di sini? Tapi mengapa dia tidak memberikan aku pakaian, agar aku bisa pergi." Hana mengusap air matanya. Tubuhnya sudah mulai gemetar ketika menahan rasa pedih di perutnya. Bising ususnya sudah berbunyi setiap saat. Hana hanya makan sedikit ketika acara resepsinya, masih berlangsung. Setelah itu, dirinya tidak makan hingga sampai sekarang. ****Jam menunjukkan pukul 22:00, Hana mulai memejamkan matanya dan berharap, ketika bangun nanti sudah ada makanan yang bisa disantapnya. Ia tidak memikirkan ke mana suaminya pergi. Bahkan, bila pria itu tidak kembali lagi, tidak akan Hana mempermasalahkannya. Satu hal yang membuatnya sangat panik dan juga bingung adalah dia tidak memiliki pakaian dan tidak dapat membuka pintu kamarnya!Hana
Setelah beberapa saat, Hana akhirnya membuka matanya secara perlahan dan melihat suaminya dengan panik. Namun, dia kembali mengelak setelah melihat ekspresi suaminya yang begitu marah."Makan!" perintah Daffin kemudian.Hana hanya diam tanpa menjawab."Kau tidak dengar, ya? Aku memerintahkan kau untuk makan!" bentak Daffin. "Apa kau tidak mendengar perintah aku?" Daffin kembali bertanya saat istrinya hanya diam memandangnya. Tatapan mata wanita itu, sungguh tidak bisa di tebaknya."Bodoh!" Ia memaki dirinya sendiri saat menyadari bahwa mulut Hana sedang diikatnya dengan dasinya. Tangan istrinya juga masih terikat. Daffin bergegas membuka tangan Hana dan melepaskan ikatan di belakang kepala istrinya."Makan!" perintah Daffin.Hana diam memandang wajah suaminya."Mengapa kau melihat aku seperti itu, apa mau aku congkel matamu?" bentak Daffin.Hana merasa ngeri, ketika mendengar ancaman dari suaminya. Bagaimana ia bisa kabur, bila sudah tidak bisa melihat? "Kau tidak mendengar apa yang
"Tidak tuan, saya hanya minta tolong," Hana menjawab dengan terbata-bata.Daffin menjangkau handuk yang di minta istrinya. Dilihatnya handuk berwarna putih yang banyak menempel bercak berwarna merah. Daffin memberikan handuk tersebut."Terima kasih tuan," jawab Hana yang melilitkan handuk di tubuhnya. Hana kemudian berjalan ke kamar mandi dengan sangat lamban ketika rasa perihnya masih sangat terasa.Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi, ia kembali naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping suaminya. Melihat pria itu sudah tidur, membuat dirinya senang. Hana merangkak naik ke atas tempat tidur dengan sangat berhati-hati. Ditariknya selimut dan tidur membelakangi pria yang sudah menjadi suaminya itu."Apa kau tidak dengar apa yang tadi aku ucapkan?"Suara itu membuat Hana sangat terkejut. Hana membalikkan tubuhnya dan menghadap suaminya. Saat ini ia memandang wajah tampan milik Daffin."Berbalik!"***Hana terbangun dan merasakan tangan kekar suaminya yang berada di at