Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.
Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis
Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad
Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
"Kau wanita yang baik menurut kedua orang tua ku." Suara tertawa pria itu, begitu sangat keras, tepat di daun telinga, wanita yang sedang berdiri di depannya."Kau wanita yang begitu sangat baik, menurut mereka, kau wanita polos, yang suci. Tidak sama seperti wanita lain." Tatapan mata pria itu, seakan ingin membunuh wanita muda nan berparas cantik tersebut. Masih teringat olehnya, bagaimana mama dan papanya membujuk, agar mau menikah dengan Hana. Gadis polos nan dinilai baik oleh kedua orang tuanya. Tujuan lain dari kedua orang tuanya, sudah pasti untuk menyelamatkan nama baik keluarga.Wanita muda itu hanya diam tanpa mampu berkata apa-apa. Air matanya menetes dengan sendirinya. Hana sangat takut, ketika pria itu menatapnya dengan sorot mata yang penuh amarah dan kebencian. Pipinya terasa sakit, ketik telapak tangan lebar itu, menekan keras kedua belah pipinya. "Bagiku, kau sama saja dengan wanita yang lain. Kau, sama saja dengan kakak mu." Pria itu tersenyum mengejek istrinya. M
"Maafkan Hana, Hana sungguh tidak tau mengapa kak Berlin pergi. Tolong lepaskan rambut Hana bang, sakit sekali." Kepalanya terasa begitu sangat sakti dan pusing. "Jangan berpura-pura polos." Daffin tertawa lepas. "Aku ingin melihat seperti apa sucinya dirimu. Bila ternyata kau sudah kotor, besok pagi aku akan mempermalukanmu." Daffin tertawa lepas. Pria itu melepaskan tangannya di rambut Istrinya. Dengan sangat kasar, mendorong tubuh kurus Hana, hingga terjatuh ke lantai. Tulang ekornya terasa sangat sakit, ketika suaminya mendorong tubuhnya dengan sangat kuat. "Bang, Hana mohon, jangan lakukan ini. Biarkan Hana pergi ," Hana berkata dengan Isak tangisnya. "Jangan harap." Daffin tersenyum dengan sudut bibir terangkat sebelah. Kaki pria itu berada di atas punggung istrinya hingga tubuh wanita yang berukuran mungil itu membungkuk kedepan. Ia menekankan kuat punggung istrinya dan memutar-mutar telapak kakinya yang masih memakai sepatu pantofel yang berbahan keras tersebut."Sakit ba
"Aku akan mengecek terlebih dahulu. Apakah kau masih suci atau tidak?" lirih Daffin."Kenapa aku tidak pernah berpacaran? Bila tahu takdir hidupku akan seperti ini, aku akan menjadi gadis gampangan, hingga kehilangan keperawanan. Dengan seperti itu, dia akan membuang aku secepatnya." Untuk pertama kalinya, Hana mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia sungguh berharap menjadi gadis yang sudah rusak. Melihat ekspresi istrinya, sudut bibir Daffin sedikit naik ke atas dan dengan cepat membuka pakaian sang Istri. Daffin sadar bahwa Hana sepertinya belum pernah disentuh pria manapun.Benar saja, apa yang dilakukan Daffin, sungguh membuat Hana malu. Perempuan itu hanya bisa memejamkan matanya, ketika melihat Daffin mulai menyentuh tubuhnya.Sayangnya, tindakan hati tidak membuat Dafin berbaik hati sama sekali. Dengan sangat kasar, pria itu mulai menjamah tubuh sang Istri. Ia bahkan tersenyum penuh kebahagian dan rasa bangga, setelah berhasil memiliki Hana.Hana masih saja diam. Rasa sakit