Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa
“Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad
Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian
Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob
Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu
Pagi yang sibuk kembali menyapa Yandi dan keluarganya. Semua anggota keluarga pun sibuk bersiap untuk pergi. “Ma, nanti Yeri ke sekolah bareng sama mama, ya,” pinta Yeri dengan suara imut. “Yeri, mama gak bisa antarin kamu ke sekolah. Nanti kamu minta diantarin sama kak Yani atau kak Yandi aja, ya” ucap sang Mama menolak permintaannya. Namun Yeri tak menyerah dan terus mencoba. “Kalau gitu papa aja, ya.” Kali ini, ia beralih ke papanya. “Papa gak bisa. Minta kakak-kakak kamu aja yang antarin.” Hati anak itu langsung hancur saat mendapat penolakan dari kedua orang tuanya. Wajah Yeri menjadi kusut setelah mendapat penolakan. Ia segera meninggalkan ruang tamu dan bergegas menuju kamarnya sambil menahan air matanya. Setelah semua orang pergi, kini Yandi bersiap untuk berangkat ke sekolah. Saat sedang bersiap, Yandi mengkhawatirkan adik kecilnya. “Yeri udah ke sekolah belum, ya?” tanya Yandi pada dirinya sambil mengenakan seragam. “Apa gue cek aja ke kamarnya. Siapa tahu dia masih n
Kini Yandi harus berurusan lagi dengan kepala sekolah. Memang bukan sekali atau dua kali ia datang ke ruang kepala sekolah. Bisa di bilang, ia seperti pelanggan yang tak bosan masuk ke ruangan ini.“Yandi, kamu kenapa selalu buat masalah? Kamu nggak bosan buat masalah terus?” Tanya kepala sekolah. “Saya nggak buat masalah, pak,” sahut Yandi santai, karena ia merasa dirinya tak bersalah.“Kamu ini udah salah, terus nggak mau ngaku gitu?” tanya kepala sekolah menaikkan suaranya.“Pak, saya emang gak buat masalah. Bu Dina aja yang berlebihan.” Bukan Yandi jika tak mebantah perkataan para guru.Pernyataan Yandi benar-benar menghabiskan tabungan kesabaran kepala sekolah. “Kamu sekarang ke lapangan, hormat bendera sampai jam pulang!” ucap kepala sekolah memberi hukuman. Siswa itu pun tak merasa keberatan saat diberi hukuman. Malahan ia menerima hukuman itu dengan senang hati. “Oke pak. Kalau gitu saya permisi,” terima Yandi, dan segera melaksanakan hukumannya.Di tengah teriknya matahari,
Sekolah telah berakhir, dan kini Yandi tengah berjalan menuju rumahnya. Jarak rumahnya dan sekolah terbilang cukup jauh, tetapi ia selalu berjalan kaki saat ingin berangkat maupun pulang sekolah. Walaupun jarak rumah dan sekolahnya tak dekat, ia tetap memilih berjalan kaki sekalipun ia terlambat.Setelah menempuh jalan yang melelahkan, Yandi segera berbaring di kasur kesayangannya tanpa mengganti seragamnya. Ia yang lelah karena perjalanan yang cukup jauh pun hampir menuju alam mimpi. Saat hampir menuju alam mimpi, Yandi tersadar karena suatu suara. Ia pun segera menghampiri sumber suara itu yang tepat berada di sebelah kamarnya.“Lo kenapa lagi? Udah tua, gak usah cengeng!” ujar Yandi saat menghampiri adiknya.“Kalian semua jahat!” teriak Yeri sambil menangis.Jawaban Yeri langsung saja membuat darah kakaknya mendidih. Yandi yang sudah terlanjur kesal karena harus terbangun dari tidurnya, kini semakin kesal begitu melihat tingkah adiknya. “Lo kenapa, sih? Gak ada kerjaan apa gimana? K