Share

Ruang BK (Bimbingan Konseling)

Pukulan demi pukulan terus saja diberikan kepada satu sama lain, dan keduanya semakin memanas. Para siswa yang sibuk menonton terus saja meneriaki nama mereka, alih-alih menyemangati jagoan mereka.

“Kasih dia pelajaran, Rez.” Reza, itulah nama siswa yang sedang berkelahi bersama Yandi. Semua siswa yang ikut menonton terus saja menyemangati siswa bernama Reza itu. Tak ada satu orang pun yang meneriaki nama Yandi atau kelima temannya.

Bagi para siswa, Yandi dan kelima temannya pantas mendapat hal itu karena mereka selalu saja membuat keributan. Mereka beranggapan bahwa ini adalah hukuman yang tepat untuk keenam siswa yang suka berbuat onar.

Teman-teman Yandi yang tadinya berusaha menahannya, kini malah ikut berkelahi dengan beberapa teman Reza. Mereka adalah siswa-siswa yang selalu mengekor ke mana pun ia pergi.

Perkelahian kini menjadi semakin sengit. Wajah Reza sudah mulai membiru, begitu juga teman-temannya. Sedangkan Yandi dan kelima temannya masih terlihat baik-baik saja, tanpa bekas apa pun di tubuh mereka.

“Berhenti...!!” Di tengah perkelahian mereka pak Yanto datang dan menghentikan perkelahian mereka. Pak Yanto adalah guru BK (Bimbingan Konseling) yang di kenal sangat baik. Namun, para siswa akan takut saat ia mulai marah.

“Kalian mau jadi preman?! Kalau mau jadi preman, gak usah sekolah lagi!” ujar pak Yanto memarahi mereka. 

Reza dan ketiga temannya hanya menunduk. Mereka tak berani mengangkat wajah di depan pak Yanto. Namun, lain hal dengan keenam orang ini. Justru mereka dengan tenang menatap pak Yanto seakan tak ada masalah.

Pak Yanto memandang dengan penuh kekecewaan pada Reza dan ketiga temannya. Masih tak habis pikir olehnya, jika Reza dan teman-temannya berkelahi, karena mereka dianggap sebagai siswa teladan di sekolah.

“Ikut ke ruangan bapak sekarang!” perintah pak Yanto, dan mereka segera berjalan dengan teratur menuju ruang BK (Bimbingan Konseling), diikuti pak Yanto dari belakang.

Sesampainya mereka di ruang BK (Bimbingan Konseling), ruangan sudah di penuhi hampir sebagian guru di sekolah itu. Para guru tersebut memandang dengan wajah tak suka saat Yandi dan keenam temannya memasuki ruangan BK (Bimbingan Konseling). Tetapi mereka memandang dengan tak tega saat melihat Reza dan ketiga temannya.

“Kalian suka banget ya buat masalah!” ujar bu Dina membuka obrolan di ruangan itu. 

“Benar banget. Kalian gak bosan? Kenapa malah bawa orang lain? Kalau mau buat masalah, jangan bawa-bawa orang lain,” ucap seorang guru sambil memandang sinis keenam siswa itu.

Pak Yanto yang merasa perkataan itu terlalu berlebihan, menegur guru itu. “Bu Tina. Ibu gak bisa ngomong kayak gitu. Di sini mereka semua salah, gak ada yang benar. Saya juga minta tolong, jangan ada guru yang ikut campur. Biar saya yang urus masalah ini.” Para guru yang hadir di ruangan itu pun terdiam dan membiarkan pak Yanto menyelesaikan masalah di antara mereka. 

Pak Yanto mulai memberikan pertanyaan dari pihak Reza. “Mereka yang mulai duluan, pak. Tadi suasana kelas tuh baik-baik aja. Tapi mereka yang bikin kacau pak,” ujar Reza memberikan pengakuan ketika ditanya awal mula perkelahian itu terjadi. Ketiga temannya, Ino, Diki dan Rian juga mengiyakan pernyataan yang berkebalikan itu.

Agus menjadi naik pitam saat mendengar pernyataan yang keluar dari mulit Reza. Ia menarik kerah baju Reza dengan kedua tangannya. “Lo gak usah putar balikin fakta! Lo duluan yang mukul gue!” teriak Agus marah.

Walaupun mereka telah berusaha membela diri dengan mengatakan kejadian yang sebenarnya, para guru tetap saja tidak percaya dan terus membela Reza dan ketiga temannya.

“Bapak sama ibu Tuhan? Kalian bisa tahu siapa yang bohong? Emang kalian Tuhan?!” tanya Yandi menaikkan suaranya. 

“Kamu gak usah ngebela diri kamu! Kalian itu memang selalu buat masalah! Jadi udah pasti kali ini juga kalian yang duluan. Gak mungkin Reza yang duluan,” ujar bu Tina membalas perkataan Yandi.

Balasan yang diberikan bu Tina pun mengundang keributan dari para guru. Mereka semua terus menyalahkan keenam siswa itu dan memaksa pak Yanto untuk memberikan mereka hukuman. Namun, mereka meminta pengecualian untuk Reza dan ketiga siswa kesayangan mereka.

“Sudah, sudah! Saya kan sudah bilang. Biar saya yang urus, kenapa kalian semua ikut-ikutan? Kalian malah buat saya tambah pusing!” ujar pak Yanto memarahi para guru yang sibuk membela siswa kesayangan mereka.

Kepala pak Yanto serasa pecah karena masalah ini. Akhirnya ia memilih jalan lain untuk menyelesaikan masalah di antara mereka.

“Kalian, ambil ini.” Pak Yanto memberikan kesembilan siswa itu amplop yang sudah diberikan cap sekolah. 

“Kasih ke orang tua kalian, saya harus bertemu dengan mereka sesuai tanggal dan waktu yang ada dalam surat itu. Kalian mengerti?” Mereka pun mengiyakan ucapan pak Yanto tanpa terkecuali.

Setelah memberikan surat pada mereka, pak Yanto melanjutkan waktu bersama mereka dengan memberi nasihat. Ia tahu bahwa mereka malas mendengar ceramahnya, namun ia tetap melanjutkannya. 

Akibat perkelahian itu, kini Yandi harus pulang bersama sebuah surat indah dari sekolah. Ia benar-benar tak takut jika harus memberikan kepada orang tuannya, karena ia tahu betul mereka sama sekali tak akan menyentuhnya, apalagi membaca surat itu.

“Ma, pa. Ada surat dari sekolah, katanya mama sama papa harus ke sekolah sesuai tanggal dan waktu yang ada di surat,” ujar Yandi memberikan suratnya pada kedua orang tuannya yang sedang berada di kamar.

“Yandi, kasih tahu guru kamu, kalau gak penting gak usah minta ketemu. Bikin pusing aja,” ujar Yudi yang sibuk menatap berkas-berkasnya.

“Ya udah. Terserah, sih,” Yandi pun meletakan surat itu di sebuah meja di kamar itu, dan ia segera meninggalkan kamar orang tuannya.

Surat panggilan yang di tunjukkan kepada orang tua mereka, diberikan oleh pak Yanto dengan maksud tertentu. Ia ingin sekali bertemu dengan para orang tua siswa untuk membicarakan masalah itu pada orang tua mereka. 

Selain itu, pak Yanto juga ingin meloloskan mereka dari hukuman agar mereka dapat belajar dengan baik untuk mengikuti perlombaan besok.

Pak Yanto menaruh harapan pada mereka agar dapat membawa kemenangan pada lomba cerdas cermat yang akan dilaksanakan esok hari.

Walaupun tak semua dari mereka yang berbuat onar mengikuti perlombaan besok, namun sebagian dari mereka adalah peserta lomba. Peserta itu adalah, Yandi, Reza, Ino, Dan Diki

Keputusan pak Yanto untuk tak menghukum Yandi dan keenam anak itu, membuat para guru yang kala itu berada dalam ruangan tersebut merasa tak puas. Mereka berharap hanya Reza dan ketiga temannya saja yang diloloskan dari hukuman. Sayangnya, pak Yanto tidak memihak pada satu sisi. Ia memilih untuk berlaku adil dengan tidak memihak pada kubu Reza, maupun Yandi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status