Share

5. Terpuruk

Suara orang berbisik-bisik memasuki telinga Elena, membuat keningnya mengernyit. Dengan pelan ia membuka matanya dan langsung mendesis ketika merasakan nyeri dan perih di beberapa bagian tubuhnya.

"Kau sudah sadar?"

Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, pandangan Elena yang semula buram mulai terlihat jernih. Ia melihat seorang gadis berambut brunette lurus tengah berdiri di samping ranjang yang ditempatinya.

"Siapa kau? Aku berada dimana?"

Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan yang serba putih. Ia mengenal betul ruangan ini karena dulu ia sering ke tempat seperti ini ketika ibunya sakit keras menjelang ajal.

"Namaku Nikolina Re... Peterson. Kau bisa memanggilku Nina. Aku adiknya Jack," jawab gadis itu dengan senyum ramah.

Elena menatap gadis itu dengan seksama. Wajahnya memang mirip dengan Jack, tapi lebih feminin. Kulitnya putih dan tubuhnya proporsional. Secara keseluruhan, gadis itu memenuhi standar kecantikan yang selama ini diagung-agungkan oleh kaum wanita.

"Dimana Jack?" tanyanya sambil berusaha untuk bangkit.

Nina langsung membantunya untuk bersandar di kepala ranjang.

"Dia ada urusan. Kakakku memang seperti itu. Selalu sibuk sampai-sampai tidak ada waktu untuk sekedar mengunjungi keluarganya. Ini saja dia menghubungiku karena membutuhkan bantuan," jawab gadis itu lalu terkekeh geli.

Elena memperhatikan raut bahagia di wajah Nina, membuatnya diam-diam merasa iri. Ia tidak pernah merasakan interaksi seperti itu bersama Bella, karena mereka memang bukan saudara kandung.

"Bisa tolong panggilkan dokter? Aku ingin segera keluar dari kamar ini. Hanya luka ringan dan aku bisa menahan rasa nyeri," pinta Elena.

Nina mengangguk dan bergegas menekan tombol di sebelah ranjang yang ditempati oleh Elena.

"Kau yakin ingin segera pulang? Apa tidak sebaiknya kau menginap dulu di sini?"

Setelah kejadian ia dan Jack ditabrak oleh mobil asing, mau tidak mau ia mulai merasa curiga pada apapun yang dilihat dan didengarnya. Termasuk bagaimana ekspresi Nina ketika mengatakan kalimat itu.

"Memangnya kenapa? Apa ada yang mengincarku lagi?"

Gadis itu langsung gelagapan dan matanya menatap ke arah lain ketika ia menatapnya tajam. Sebelum Elena kembali bertanya, seorang dokter datang bersama dengan perawat.

Elena bisa melihat gadis itu menghembuskan nafas lega, membuatnya semakin curiga.

Setelah perdebatan yang cukup alot, Elena akhirnya diijinkan untuk keluar dari rumah sakit. Padahal kaki dan lengannya memar di beberapa bagian. Bahkan pelipis dan dahinya terdapat luka gores meskipun tidak parah.

"Bisakah kau mengantarku pulang ke apartemenku?"

"Jangan!" teriak Nina dengan refleks, namun langsung gelagapan setelah itu. "Eh, maksudku, kau tinggal di rumah kakakku saja. Di sana lebih aman."

Elena menyipitkan matanya, menatap gadis itu semakin curiga.

"Kenapa kau terlihat mencurigakan sekali? Jack juga melarangku untuk pulang ke apartemenku, sekarang kau juga. Memangnya ada apa?"

Gadis itu buru-buru melambai-lambaikan tangannya dengan cepat. "Tidak ada apa-apa. Bagaimana kalau kita ke pusat perbelanjaan setelah ini? Kau pasti tidak memiliki baju ganti."

"Baru kali ini ada bodyguard yang mengatur-atur atasannya. Jack tidak berhak melarangku untuk pulang ke apartemenku sendiri. Dia sekarang juga bukan lagi bodyguardku asal kau tahu. Kami sudah putus hubungan kerja begitu aku diusir dari rumah."

Tidak ada tanggapan. Elena melihat gadis itu hanya meringis dan membantunya untuk turun dari ranjang. Kedua matanya melihat ke atas nakas dan tidak menemukan apapun. Kopernya juga tidak ada di manapun.

"Nona sedang mencari apa?" tanya Nina dengan wajah heran.

"Ponsel dan koperku. Kenapa tidak ada?"

"Ah, itu. Aku tidak tahu Nona. Jack hanya memintaku untuk menjagamu. Dia tidak pernah membahas tentang barang-barangmu."

"Panggil saja aku Elena. Aku bukan lagi majikan kakakmu," sahut Elena mulai emosi.

Dia mengumpat dalam hati. Niat hati ingin menghubungi Alan dan memintanya untuk menjemputnya di rumah sakit ini, ternyata ponselnya malah hilang.

Ia hanya ingin pulang ke apartemennya, satu-satunya aset yang tidak akan bisa diotak-atik oleh ayahnya karena itu adalah hasil dari uangnya sendiri.

Kenapa semuanya terasa sulit sekarang? Apakah memang ia tidak bisa hidup tanpa harta dari orangtuanya? Elena menggeleng pelan. Ia masih punya saham di Greenlake group dan untungnya ia dulu cukup cerdas untuk membeli saham dari beberapa perusahaan lain tanpa sepengetahuan ayahnya.

Tentu saja itu semua tak luput dari paksaan Alan yang sempat membuat mereka bertengkar hebat. Ia dulu menganggap bahwa Alan selalu berpikiran buruk tentang ayahnya, padahal hubungan mereka baik-baik saja.

Ah, sekarang Elena merindukan pria itu. Satu-satunya keluarga yang masih mendukungnya. Alan akan memarahinya jika ia bertindak ceroboh. Pria itu sudah seperti kakak kandungnya saja.

"Nona...maksudku Elena? Kau tidak ingin berganti pakaian dulu? Kau bilang ingin segera keluar dari sini."

Pertanyaan Nina membuyarkan lamunan Elena. Dengan cepat ia merenggut pakaian di tangan gadis itu dan berlalu menuju ke kamar mandi. Ia meringis menahan sakit ketika memasukkan kakinya ke dalam celana jeans ketat yang seperti menempel di kulitnya.

Keningnya mengernyit melihat bagaimana celana itu memperlihatkan bentuk kakinya yang terlihat jenjang. Belum pernah ia memakai pakaian seperti ini dan sekarang ia merasa seperti telanjang.

"Elena? Kau tidak apa-apa? Perlu kubantu?" tanya Nina di balik pintu setelah mengetuknya beberapa kali.

Elena berdecak. Gadis itu benar-benar mirip seperti Jack, begitu menyebalkan. Hanya saja Nina adalah versi cerewet, sedangkan Jack adalah versi dingin dan kaku seperti patung es.

"Sebentar lagi selesai!" teriaknya sambil memakai kaos lengan pendek berwarna hitam dan lagi-lagi begitu ketat di tubuhnya.

Begitu ia keluar dari kamar mandi, Nina menatapnya sambil meringis.

"Maaf, aku tidak tahu ukuranmu, jadi aku membawa bajuku saja ketika Jack memintaku untuk membawakanmu baju. Tapi kau terlihat lebih muda dan segar," kata gadis itu dengan wajah antusias, namun kembali murung ketika melihat lengan Elena yang terbuka.

Elena menunduk dan jantungnya langsung mencelus ketika melihat warna ungu kehitaman di kedua lengannya. Ia terlihat seperti korban kekerasan alih-alih korban kecelakaan.

"Jangan khawatir. Pakai saja hoodie-ku," kata Nina sambil mengangsurkan jaket yang dipakainya ke arahnya.

Ia menerima jaket itu dan langsung memakainya. Tinggi tubuh mereka kebetulan sama, sehingga jaket itu terasa pas. Mereka keluar dari kamar rawat itu setelah yakin Elena sudah siap.

Mereka berjalan lurus hingga akhirnya sampai di tempat dimana banyak perempuan hamil tengah duduk berjejer di kursi tunggu. Langkah Elena langsung terhenti beberapa meter sebelum mencapai tempat itu, ketika matanya melihat dua orang familiar di depan sana.

Tanpa bisa dicegah, kedua matanya langsung berkaca-kaca. Ternyata tidak semudah itu melupakan lelaki yang pernah ia cintai. Bahkan mungkin sekarang masih ada di hatinya meskipun tidak sekuat dulu.

Tapi tetap saja, rasa sakit akibat diselingkuhi tidaklah semudah itu untuk dihilangkan. Rasa sakitnya seperti goresan pisau yang tajam dan dalam, namun tidak bisa diobati karena tidak tampak wujudnya.

"Elena? Ada apa? Kenapa berhenti?"

Buru-buru ia memakai tudung di hoodie milik Nina untuk menyembunyikan wajahnya. Matanya kembali menatap dua insan yang dulu begitu baik padanya, namun sekarang mengkhianatinya sampai sejauh itu.

Lucas dan Bella. Mereka sedang antri di depan maternity room dan terlihat bahagia. Apakah itu artinya mereka sudah sejak lama berselingkuh di belakangnya? Ia bisa memaafkan perselingkuhan Lucas dengan perempuan lain, tapi tidak dengan adik tirinya.

"Elena, kau baik-baik saja?" tanya Nina dengan wajah khawatir

Elena langsung membalikkan badannya dan berjalan mendahului Nina meskipun dengan sedikit tertatih karena rasa nyeri di kedua kakinya.

"Kita lewat jalan lain saja," jawabnya dengan suara bergetar.

Begitu sampai di mobil milik Nina, Elena langsung menangis untuk yang kesekian kalinya. Ia benar-benar emosional sekarang. Ia membutuhkan ibunya untuk mengadu dan meluapkan semua masalahnya.

Ketika tangisnya tak kunjung reda, ia melihat Nina yang dengan sabar menunggunya tanpa sekalipun menanyainya macam-macam.

"Bisakah kau memelukku? Aku sangat...aku butuh..."

Tanpa berkata apapun, Nina langsung menuruti keinginannya. Ia kembali menumpahkan air matanya tanpa ditahan-tahan lagi. Kedua tangannya membalas pelukan Nina dengan erat, mencari tumpuan di sana.

"Rasanya sangat sakit. Benar-benar sakit. Pernahkan kau dikhianati oleh kekasihmu? Sialnya lagi, dia mengkhianatimu dengan adikmu sendiri," racaunya di tengah-tengah isakannya.

Seharusnya Alan di sini untuk menenangkannya. Menemaninya di saat-saat terpuruk dalam hidupnya. Tapi bahkan ponselnya hilang entah kemana. Sekarang ia tidak memiliki apa-apa selain baju pinjaman yang melekat di tubuhnya.

Sedangkan Lucas dan Bella bersenang-senang di atas penderitaannya. Bella merebut semuanya darinya. Ayahnya, kekasihnya, dan jabatannya di perusahaan keluarganya sendiri.

"Aku benar-benar membenci perempuan jalang itu. Dia dan ibunya masuk ke dalam keluargaku dan merebut posisi ibuku. Sekarang mereka merebut semuanya dariku."

Tiba-tiba sebuah pemikiran menyusup ke dalam otaknya. Apakah jangan-jangan ini semua adalah ulah Bella dan Miranda? Ia dan Jack dijebak di sebuah kamar hotel dalam keadaan tidak sadar, itu semua adalah ulah mereka?

Ia ingat Alan berkata bahwa ada seseorang yang memapahnya masuk ke dalam kamar hotel. Itu artinya ada orang lain yang tahu mengenai kejadian ini, kan?  Apakah dia adalah orang yang sama yang memfoto dirinya dan Jack?

"Sudah merasa baikan?" tanya Nina sambil membelai rambutnya.

Entah kenapa kehadiran Nina benar-benar membantunya. Tidak pernah ia mencurahkan hatinya pada perempuan lain selain ibunya. Dan sekarang ia merasa lega setelah melakukannya pada wanita asing yang baru dikenalnya.

"Terima kasih. Kau benar-benar membantu," jawabnya sambil melepaskan pelukan mereka.

Dalam hati ia merasa malu karena terlihat berantakan di hadapan gadis cantik yang terlihat seperti model itu. Buru-buru ia mengusap wajahnya dengan tisu.

"Aku heran kenapa kau mencintai penjahat seperti dia."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status