Elena menatap sepasang manusia di hadapannya dengan sorot mata tak percaya. Baru satu jam yang lalu Bella, adik tirinya, terlihat bersedih dan turut bersimpati atas musibah yang menimpanya, namun kini perempuan itu menatapnya dengan sorot mata angkuh dan penuh kemenangan.
Pandangannya beralih pada Lucas yang hanya menatapnya datar. Tidak ada lagi sorot memuja di sana. Pria itu bahkan membiarkan Bella memeluk lengannya dengan seringai mengejek.Ia menatap pakaian Bella yang terlihat seksi untuk ukuran pekerja kantoran. Roknya terlalu ketat dan panjangnya hanya sampai di tengah-tengah paha. Blazer yang dikenakannya juga sangat ketat hingga membuat dada wanita itu terlihat membusung.Hatinya berdenyut nyeri. Bella seperti wanita yang dulu menemani Lucas di apartemen pria itu. Apakah selama ini kekasihnya, tidak, mantan kekasihnya lebih menyukai perempuan seksi dengan pakaian terbuka seperti mereka?Tiba-tiba ia terkekeh geli, menertawakan kebodohannya. Tentu saja tidak ada laki-laki jaman sekarang yang berminat dengan wanita berpenampilan tertutup seperti dirinya. Tapi mendadak ia tidak peduli lagi sekarang.Tubuhnya adalah haknya. Ia tidak akan merendahkan dirinya dengan memamerkan tubuhnya hanya demi seorang laki-laki. Ia terlalu berharga untuk itu. Meskipun ia sudah tidak gadis lagi. Lagi-lagi dada kirinya berdenyut nyeri."Ternyata kalian memang pasangan yang cocok. Sama-sama pengkhianat," ucap Elena dingin.Bella tertawa terbahak-bahak. Wanita itu tidak pernah menampilkan sisi ini sebelumnya di depan Elena. Tapi sekarang semua topeng perempuan itu terbuka."Kau saja yang terlalu bodoh. Oh, kakakku yang malang. Kau pikir Lucas benar-benar mencintaimu?" ejek Bella.Kedua tangan Elena mengepal erat, berusaha keras untuk menahan dirinya agar tidak memukul wajah menyebalkan adik tirinya yang dulu berpura-pura baik dan polos."Kuakui kau memang pintar. Tapi kami jauh lebih pintar darimu. Kau bekerja keras bagai kuda untuk memajukan perusahaan, dan sekarang ayah menendangmu jauh-jauh."Suara tawa Bella kembali menggema, menarik perhatian beberapa karyawan yang melewati lobi."Kau pikir bisa menikmati kerja kerasku begitu saja?" Elena mendengus. "Kau salah memilih lawan, perempuan jalang. Akan kupastikan kau dan ibu pelacurmu itu kembali ke jalanan.""Kau!" Bella mengangkat tangannya hendak menampar Elena, namun Jack menahan lengan perempuan itu dan menekannya dengan kuat. "Aduh! Lepaskan aku!"Kali ini ganti Elena yang menyeringai. Pandangannya beralih pada Lucas yang sejak tadi hanya diam. Masih ada rasa cinta di hatinya untuk pria itu, namun lama-lama rasanya hambar. Mendadak pria itu tidak lagi menarik di matanya."Kau masih saja melakukan kesalahan yang sama," ucap Elena lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mungkin memang aku saja yang bodoh sudah percaya padamu."Ia mengangkat bahu tak peduli, lalu melewati mereka untuk keluar dari perusahaan itu. Urusannya di sini sudah selesai untuk saat ini. Nanti ia akan membuat pelajaran pada para pengkhianat itu. Hatinya benar-benar tidak rela jika harta keluarga Pierce jatuh ke tangan dua lintah itu.***Sudah 2 jam Elena menangis di dalam mobil. Ternyata ia tidak setegar itu. Setelah ibunya meninggal, ia berjanji untuk tidak lagi menangis dan fokus pada perusahaan keluarganya. Ia dedikasikan hidupnya untuk kemajuan perusahaan yang dirintis oleh kakeknya dari 0.Tapi apa yang menimpanya saat ini, serta wajah asli dari keluarganya dan mantan kekasihnya, tak ayal membuatnya merasa kembali sakit. Sudah lama Alan mengingatkannya, tapi ia selalu mengabaikan. Ia tidak percaya jika suatu saat ayahnya akan berubah.Dan sekarang sudah terbukti."Kau baik-baik saja?"Jack tidak lagi berbicara formal pada Elena karena ia benar-benar memaksa."Antarkan aku ke apartemenku saja," jawabnya di sela-sela tangisan.Tangannya memukul-mukul dada kirinya yang terasa sakit sekali. Dikhianati oleh ibu tiri, adik tiri, bahkan kekasihnya tidak sebanding dengan dikhianati oleh ayahnya sendiri.Dia mungkin bisa melupakan perbuatan ketiga orang itu seiring berjalannya waktu, tapi tidak dengan ayahnya. Darah tidak bisa putus begitu saja. Selamanya ia akan tetap memiliki hubungan darah dengan pria itu. Dan saat ini hatinya patah."Apa memang sesakit ini disakiti oleh ayah sendiri?" tanyanya dengan suara menyayat hati. Tenggorokannya seperti tercekat.Jack tidak menanggapi. Pria itu masih fokus pada kemudi dan jalanan di depannya. Sampai apartemen Elena terlewati begitu saja."Kenapa kau melewati apartemenku?" tanya Elena ketika ia mendongak dan apartemennya sudah terlewat jauh."Kau tidak aman berada di sana.""Apa? Apa maksudmu?"Jack sekali lagi hanya diam, membuat Elena jengkel bukan main. Ia mengusap air matanya dengan kasar dan melempar pria itu dengan kotak tisu."Kenapa kau susah sekali menjawab pertanyaanku? Apa aku memang semenyedihkan itu hingga kau pun enggan untuk menanggapiku?" teriaknya dengan nafas terengah-engah.Pria itu tetap tidak merespon. Tangan kanannya justru menyalakan pemutar musik dan mengalunlah sebuah lagu yang terdengar asing di telinga Elena.Keningnya berkerut ketika menemukan lagu itu ternyata enak didengarkan. Tapi ia tidak tahu lagu itu milik siapa. Liriknya mengenai seorang pria yang diam-diam mencintai seorang wanita dengan begitu dalamnya sampai menjadi bodoh.Tanpa sadar Elena melirik Jack yang terlihat berbeda. Lelaki itu terlihat...sedih. Apakah lagu ini tentang Jack? Pria itu sedang mencintai seseorang secara diam-diam dan berencana akan memberitahukan wanita itu setelah semuanya terlambat?Apakah wanita itu...Claire?Tiba-tiba ia melupakan kesedihannya dan penasaran dengan kisah cinta pria tampan di sampingnya. Rasanya jauh lebih menyakitkan ketika kita mencintai seseorang dengan begitu dalamnya, namun semuanya terlambat. Elena bisa melihat kesedihan yang mendalam di mata pria itu."Lagu milik siapa ini? Aku belum pernah mendengarnya," tanyanya setelah mereka saling diam sambil mendengarkan lagu itu."Saybia. The day after tomorrow.""Apa lagu ini tentangmu?"Lagi-lagi Jack hanya diam. Dan Elena sudah tahu jawabannya. Ia jadi penasaran dengan wanita bernama Claire itu. Sehebat apa perempuan itu sampai bisa membuat Jack Peterson bertekuk lutut? Lucas bahkan tidak sampai seperti itu padanya. Beruntung sekali wanita bernama Claire itu.Andai ia dicintai oleh pria seperti Jack, maka ia akan langsung menerimanya. Pria itu sepertinya begitu setia. Bahkan setelah kejadian besar kemarin malam, pria itu bahkan tidak meliriknya sama sekali. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka."Kau mau membawaku kemana?" tanyanya penasaran.Kendaraan terus melewati kota dan menuju ke daerah yang dipenuhi dengan pepohonan."Sepertinya...."BRAK!Tiba-tiba mobil oleng dan suara keras benturan membuat Elena memekik kaget. Kepalanya menoleh ke belakang dan matanya membelalak ketika melihat sebuah mobil berwarna hitam sedang berusaha untuk menabrak mereka lagi."Apa yang terjadi?" teriaknya bingung."Kenakan sabuk pengamanmu! Cepat!" teriak Jack sambil menekan gas dan sesekali menghindari mobil di belakangnya.Beberapa kali mobil mereka ditabrak dan aksi kejar-kejaran terus berlanjut sampai mereka memasuki hutan."Jack!"Mobil Elena akhirnya berhasil terguling setelah ditabrak dengan keras oleh mobil lain yang lebih besar. Elena merasa kepalanya begitu pusing karena posisinya terbalik. Ia bisa merasakan Jack yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari sabuk pengaman dan kini beralih pada sabuk pengaman miliknya."Elena!"Pandangan Elena mulai buram dan kepalanya semakin berdenyut nyeri."Sialan! Kenapa susah sekali?"Setelah mendengar makian Jack, pandangan Elena menggelap sepenuhnya. Apakah akhirnya ia meninggal?Suara orang berbisik-bisik memasuki telinga Elena, membuat keningnya mengernyit. Dengan pelan ia membuka matanya dan langsung mendesis ketika merasakan nyeri dan perih di beberapa bagian tubuhnya."Kau sudah sadar?"Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, pandangan Elena yang semula buram mulai terlihat jernih. Ia melihat seorang gadis berambut brunette lurus tengah berdiri di samping ranjang yang ditempatinya."Siapa kau? Aku berada dimana?"Pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan yang serba putih. Ia mengenal betul ruangan ini karena dulu ia sering ke tempat seperti ini ketika ibunya sakit keras menjelang ajal."Namaku Nikolina Re... Peterson. Kau bisa memanggilku Nina. Aku adiknya Jack," jawab gadis itu dengan senyum ramah.Elena menatap gadis itu dengan seksama. Wajahnya memang mirip dengan Jack, tapi lebih feminin. Kulitnya putih dan tubuhnya proporsional. Secara keseluruhan, gadis itu memenuhi standar kecantikan yang selama ini diagung-agungkan oleh kaum wanita."Dimana Jac
Pandangan Nina lurus ke depan dan terlihat begitu dingin, sampai-sampai Elena beringsut menjauh tanpa sadar. Perkataan yang terucap dari mulut gadis itu membuatnya diserang oleh banyak pertanyaan.Siapa yang penjahat? Lucas? Kalau hanya selingkuh, ia kira tidak sampai membuat lelaki brengsek itu masuk ke dalam kategori penjahat. Lalu kenapa Nina seolah-olah tahu mengenai Lucas? Siapa sebenarnya gadis di sampingnya ini? Selain Jack yang misterius dan tertutup, ternyata adiknya pun sama. Hanya saja Nina seperti bunglon."Apa maksudmu, Nina? Siapa yang penjahat?"Gadis itu tidak menjawab. Nina malah menyalakan mesin mobil dengan pandangan tetap lurus, membuat Elena akhirnya penasaran. Siapa yang membuat gadis yang lebih muda darinya itu terlihat begitu marah?Begitu kepalanya mengikuti arah pandang Nina, jantung Elena seperti diremas.Lucas dan Bella berjalan di hadapan mereka dengan senyum menghiasi bibir keduanya. Hal yang tidak pernah dilihatnya ketika Lucas sedang bersamanya.TIN! T
"Kau terlihat seperti dia.""Apa?"Nina mengerjap dan langsung mengubah ekspresinya. Elena bisa mendengar gumaman itu meskipun terdengar lirih. Dia? Dia siapa?"Ayo kita makan dulu. Kau pasti kelaparan. Aku juga," ajak gadis itu sambil menarik lengannya keluar dari salon kecantikan.Ia meringis menahan sakit di kedua kakinya ketika Nina berjalan dengan cepat. Tapi ia tidak akan protes. Entah kenapa ia tidak mau membuat gadis yang terus menggenggam tangannya itu marah.Mereka berhenti di food court dan langsung memesan makanan cepat saji. Nina bahkan memesan dua buah hamburger dan seloyang pizza."Kenapa kau makan sebanyak itu?" tanya Elena heran ketika pesanan mereka datang dan gadis di hadapannya langsung memakan burger itu dengan lahap. Ia hanya memesan satu burger dan air mineral. Itupun ia meminta sayurnya diperbanyak. Melihat bagaimana Nina melahap semua makanan itu tanpa berpengaruh pada berat badannya membuatnya iri.Sejak dulu ia menjaga pola makannya karena takut gemuk. Buka
"Memilihku? Apa maksudmu dengan memilihku?" tanya Elena sambil mengejar Nina yang sudah melenggang pergi dengan banyak paper bag di kedua tangannya."Kenapa kau dan kakakmu sok misterius sekali? Tinggal menjawab saja apa susahnya, sih?" gerutunya ketika gadis itu bahkan terus melanjutkan langkah sampai ke mobilnya.Nina menatapnya sejenak, lalu mengibaskan rambutnya yang baru disadari Elena kini berwarna coklat dan bergelombang."Kau adalah pebisnis, seharusnya paham kenapa tidak semua pertanyaan harus langsung dijawab."Ia hanya bisa mengangakan mulutnya ketika gadis itu memasuki mobil dan menyalakan mesinnya. Klakson yang terdengar keras membuatnya terlonjak."Cepatlah. Kakakku akan membunuhku jika sampai kau tidak kunjung sampai di rumahnya."Tanpa banyak protes lagi, Elena segera masuk ke sisi penumpang di sebelah Nina. Gadis itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membuatnya kembali berpegangan pada jok di belakangnya."Kenapa kau sepertinya tahu banyak tentangku
"Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"Elena tidak mau jika harus berada di posisi ini terus-menerus. Sebelum kejadian memalukan di kamar hotel itu, ia bahkan tidak begitu peduli dengan Jack. Selama ini ia hanya fokus pada pekerjaannya dan Lucas. Ia bahkan tidak merasa harus didampingi oleh seorang bodyguard meskipun ayahnya memiliki banyak musuh. Itu karena Alan yang menjabat sebagai asistennya selalu menemaninya kemana-mana.Jadi kehadiran Nathan sebagai bodyguardnya selama setahun ini ia anggap sebagai teman. Begitu pula dengan Jack yang menggantikan Nathan ketika pria itu tiba-tiba mengundurkan diri dua bulan yang lalu.Dan sekarang, tiba-tiba ia harus menghadapi sisi lain dari Jack yang membuatnya berkali-kali merasa...rendah diri.Reaksi Jack setelah mereka tidak sengaja tidur bersama membuatnya berpikir. Apakah ia memang sangat tidak menarik? Apakah Jack merasa jijik padanya? Sejelek itukah dirinya sehingga lelaki itu bahkan tiba-tiba pergi dari hadapannya?"Elena, ma
Cerita Nina mengenai kisah cinta kakaknya yang suram membuat Elena ikut merasakan sakit. Ternyata mereka berada di posisi yang sama. Sama-sama patah hati.Bedanya, ia dikhianati oleh kekasihnya dan adik tirinya. Sementara Jack? Kasihan sekali pria itu. Kalah sebelum berperang. Pukulan telak bagi kaum laki-laki yang lebih mengedepankan egonya.Sekarang Elena tahu kenapa Jack begitu dingin dan irit bicara. Ia mengerti kenapa pria itu terlihat seperti baru saja mendapatkan hadiah tak terduga ketika mereka sama-sama tak sadar di kamar hotel itu.Pria itu mengira bahwa ia adalah Claire. Hal yang tentu saja tidak akan pernah terjadi di dunia nyata jika Jack dalam keadaan sadar. Rasa ibanya pada pria itu meningkat.Meskipun Jack terlihat keras dan menyeramkan di luar, tapi hati pria itu rapuh. Entah kenapa Elena tidak rela jika pria itu berkubang dalam rasa cinta yang tak akan pernah bisa diraih. Jack berhak mendapatkan kebahagiaan. Seperti dirinya.Apa yang menimpa Jack memang tidak separah
Tusukan di lengan Elena membuatnya sedikit terlonjak, namun kedua matanya tetap terpejam. Ia merasa sekujur tubuhnya nyeri luar biasa dan rasanya seperti terbakar."Dia sedang stres dan tertekan. Ditambah dengan benturan akibat kecelakaan itu, membuatnya demam tinggi. Dia akan merasakan nyeri di sekujur tubuhnya selama beberapa hari."Suara seorang laki-laki memasuki indra pendengarannya, namun setelah itu ia kembali terlelap.Tiba-tiba ia melihat ibunya berdiri tak jauh dari ranjangnya. Kedua matanya langsung membelalak tak percaya."Mama!" pekiknya sambil berlari mendekati wanita kesayangannya itu dan memeluknya dengan erat.Kedua matanya menumpahkan air mata dengan deras. Ia menangis sesenggukan."Mama, ayah mengusirku. Aku dijebak oleh seseorang dan semua orang mempermalukanku. Hidupku hancur, Mama. Aku tidak kuat menanggung beban ini sendirian. Aku membutuhkanmu."Belaian di rambutnya membuat tangisnya semakin keras. Ia bukanlah putri konglomerat yang manja, tapi ia tidak pernah
Segelas susu sudah tandas. Sepiring macaroni schotel sudah bersih tanpa sisa. Elena membanting gelas di tangannya ke atas meja, menimbulkan suara yang cukup keras di malam yang semakin beranjak."Aku sudah menuruti kemauanmu untuk menghabiskan semuanya. Sekarang ceritakan padaku. Aku benci tidak tahu apa-apa," ujarnya dengan mata menatap tajam pada dua pria yang sejak tadi memperhatikannya.Selama menjadi CEO di usia yang terlalu muda, ia dituntut untuk selalu tahu dan sigap setiap kali ada masalah. Beban yang terlalu berat itu mempengaruhi cara berpikirnya.Ia menjadi dewasa sebelum waktunya, hingga ia lupa bagaimana caranya menikmati hidup. Tapi Elena tetaplah seorang perempuan muda yang mengedepankan emosi. Sekali terkena masalah yang begitu besar, ia langsung tumbang dan kehilangan arah. Seperti sekarang ini. Ia mendadak menjadi seorang wanita labil seperti gadis remaja. Ia bahkan tidak lagi pusing memikirkan kelangsungan perusahaan milik keluarganya. Seolah-olah beban berat yan