Share

Benih Rahasia Sang Pewaris
Benih Rahasia Sang Pewaris
Author: Vanilla_Nilla

Bab 1. Dilema Diantara Dua Pilihan

Seorang wanita paruh baya duduk di depanku. Wajahnya tampak berbeda dari biasanya seakan menyoroti sosok yang selama ini telah tersembunyi di balik kelakar dan senyum yang ramah selama lima tahun ini.

Dia meletakkan selembar cek kosong dan sebuah pena di atas meja, lalu mendorongnya ke arahku. Napasnya tersengal-sengal. "Tulis berapapun yang kamu mau, asalkan kamu meninggalkan putraku," katanya dengan suara yang tegas.

Aku menatapnya dengan raut wajah bingung. "Apa maksud, Tante?" tanyaku ragu, tidak mengerti akan perkataannya.

"Aku mau kamu meninggalkan putraku," ujar wanita itu dengan tegas sekali lagi.

"Kenapa?" tanyaku dengan raut wajah sedih dan begitu bingung.

"Karena kamu bukanlah orang yang tepat untuknya. Kamu hanya wanita miskin yang datang dari desa, sama sekali tidak pantas untuk anakku," jelasnya.

Aku begitu terkejut dan hatiku teramat sesak. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu? Selama ini, dia tak pernah menunjukkan rasa tidak suka denganku. Kenapa dia tiba-tiba berbalik seperti itu?

Aku telah menjalin hubungan dengan Keenan selama lima tahun. Selama itu pula, tante Belinda selalu menjadi sosok yang baik bagiku. Aku bahkan sudah menganggapnya seperti ibu kandungku sendiri. Namun, perkataan yang baru saja diucapkannya membuatku bingung dan mulai bertanya-tanya.

Mengapa dia meminta aku untuk meninggalkan Keenan? Apa yang telah aku lakukan sehingga membuatnya berpendapat seperti itu?

Perkataan tante Belinda terasa menyakitkan dan membuatku merasa takut akan keputusannya. Dia memperingatkan bahwa hubunganku dengan Keenan tidak akan membawa kebahagiaan. Aku merasa kebingungan karena Keenan adalah seseorang yang sangat aku cintai. Namun, apabila memang hubunganku dengan Keenan tidak sehat, akankah lebih baik untuk menyerahkannya dan mengakhiri semuanya?

"Aku membutuhkan penjelasan, Tante. Kenapa Tante meminta aku untuk meninggalkan Keenan?" tanyaku dengan lembut, memastikan bahwa perkataan wanita paruh baya itu tidaklah benar.

"Apa kamu tahu? Selama ini almarhum suamiku telah menjodohkan Keenan dengan Marissa. Tapi, tiba-tiba kamu muncul begitu saja dan merebut Keenan. Apakah kamu tidak merasa malu? Apa kamu ingin suamiku tidak tenang di alam sana?" Wanita itu menjelaskan dengan tegas.

Ya, aku memang tahu bahwa selama ini Keenan sudah dijodohkan dengan Marissa dan kami juga sangat dekat satu sama lain. Aku sempat ingin berpisah dari Keenan saat mengetahui hal itu. Namun, Keenan bersikeras bahwa dia mencintai aku dan tante Belinda pun memberikan restu untuk hubungan kami.

Tapi, setelah lima tahun berlalu, mengapa tiba-tiba tante Belinda berbicara seperti ini? Jika dia tidak menyukai aku karena aku seorang wanita miskin, mengapa dia tidak memberikan ketidaksetujuannya dari awal?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku. Aku merasa kebingungan karena selama bertahun-tahun aku merasa bahwa aku sudah diterima oleh tante Belinda sebagai bagian dari keluarganya. Akan tetapi, sekarang dia berkata bahwa Keenan seharusnya bersama Marissa dan aku seakan-akan merebut Keenan darinya.

Aku sangat sedih karena aku sangat mencintai Keenan, tapi di sisi lain aku merasa bersalah juga. Mungkin tidak adil bagi Marissa jika Keenan tetap bersamaku. Aku akhirnya memutuskan untuk memahami situasi ini dengan lebih baik dan berbicara terus terang dengan tante Belinda.

"Maafkan aku, Tante. Aku tidak bermaksud untuk merebut Keenan dari Marissa. Aku mencintainya dengan segenap hatiku dan aku berharap bahwa aku bisa bersama dengannya. Akan tetapi, jika ini salah dan tidak adil bagi Marissa, aku lebih baik pergi dan memberikan kesempatan pada Keenan untuk kembali pada jalur yang sudah ditetapkan sejak dulu." Aku memberanikan diri untuk mengucapkan kata-kata itu, walau sebenarnya begitu sakit hati ini.

"Baguslah, bila kamu sadar. Sekarang kamu tulis berapapun yang kamu mau, lalu setelah itu pergi dari kehidupan putraku!" Wanita paruh baya itu menatapku dengan tatapan dingin, membuat hatiku terasa perih dan sedih.

Aku merasa sangat mencintai Keenan dan tidak ingin meninggalkannya. Namun, aku juga membutuhkan uang untuk membayar biaya pengobatan ayahku yang menderita kanker hati. Keluarga kami berada dalam situasi finansial yang sangat buruk dan rumah orangtuaku bahkan sudah disita oleh bank karena kami belum melunasi hutang untuk berobat ke rumah sakit.

Aku yang hanya bekerja sebagai sales promotion dengan upah yang tak seberapa, membuatku bingung untuk membayar biaya pengobatan ayahku. Terlebih lagi, aku enggan memberitahu Keenan tentang penyakit ayahku karena tidak ingin membebani dirinya.

"Kenapa kamu diam? Cepat tulis berapapun yang kamu mau. Aku tidak punya waktu banyak!" titahnya lagi.

Aku terdiam, rasanya hatiku hancur menjadi serpihan. Sudah lima tahun hubungan kami terjalin, namun kini hancur di antara keputusan yang sulit ini. Tante meminta aku untuk pergi dari kehidupan putranya, dan sebagai gantinya, aku boleh menentukan harga yang akan kuterima. Apakah cinta dapat dinilai dengan seberapa tebal uang? Apakah harga diriku lebih kecil dari sebuah pertemuan keluarga?

"Baiklah, Tante. Aku akan menulis apa yang aku inginkan," ucapku dengan suara yang gemetar. Hatiku terasa hancur dan tubuhku begitu lelah.

Aku menerima tawarannya dan menuliskan apa yang aku inginkan di atas cek tersebut. Sambil menarik napas panjang, aku meraih pena dari meja dan mulai menulis. Tangan yang gemetar membuat tulisan di atas kertas menjadi goyah.

Tante Belinda tersenyum sumringah ketika melihat aku yang sedang menulis. Dia adalah seorang wanita yang terkenal kaya raya dan selalu memegang kendali atas bisnis keluarganya, Wardhana Group. Aku merasa sangat rendah diri di hadapannya karena aku hanya seorang sales promotion dengan upah yang sedikit.

Namun, senyum tante Belinda terhenti ketika membaca apa yang sudah aku tulis di atas cek tersebut. Suasana ruangan berubah menjadi canggung dan hening ketika tante Belinda menatapku dengan tatapan sinis.

"20 persen saham Wardhana Group. Apa kamu sudah gila?!" ucapnya dengan nada yang begitu lantang.

Aku merasa seperti orang terluka dan kehilangan segalanya. Aku memahami bahwa nominal yang aku tulis terlalu besar dan mustahil untuk dipenuhi. Tapi, keadaan keluargaku yang membutuhkan biaya pengobatan membuatku terpaksa melakukan hal ini.

"Aku minta maaf, Tante. Aku tahu nominal itu sangat besar dan mustahil untuk dipenuhi. Tapi, kondisi keluargaku sedang sangat sulit dan aku butuh uang untuk membayar pengobatan ayahku yang sedang sakit," ucapku dengan suara gemetar.

"Benar-benar wanita tidak tahu malu! Jadi selama ini benar, kamu mendekati putraku hanya menginginkan hartanya saja!" Wanita paruh baya itu membentakku dengan suara yang keras.

Sejujurnya, aku merasa tersinggung dengan perkataan tante Belinda. Aku bukanlah wanita yang hanya ingin menginginkan harta atau uang. Aku mencintai Keenan dengan segenap hatiku dan berjanji untuk tetap bersama dengannya, apa pun yang terjadi. Tapi kini, tante Belinda menawarkanku sebuah keputusan yang begitu sulit, membuatku dilema dengan keputusan yang harus kupilih.

Aku tersenyum sambil menatap tante Belinda dengan tegas. "Terserah Tante mau berkata apa, bila Tante tidak mau, ya sudah, aku juga tidak akan meninggalkan Keenan. Dan mungkin saja, aku bisa menguasai seluruh harta Wardhana Group bila aku menikah dengannya," kataku dengan nada penekanan.

Tante Belinda semakin marah kepadaku ketika mendengar aku mengucapkan kata-kata seperti itu. Tatapannya tajam dan kedua tangannya telah mengepal dengan hebatnya.

"Dasar wanita miskin! Untung aku tahu kalau kau hanya ingin mengambil uang dari putraku. Paling tidak, aku bisa melihat kebusukanmu!" ucapnya dengan nada tajam.

Aku merasa terluka dengan kata-katanya. Aku tahu keadaan finansialku tidak baik, tapi aku tidak pernah sekali pun mengambil uang dari Keenan. Aku benar-benar mencintainya dengan tulus dan berjuang agar hubungan kami dapat bertahan lama.

Aku tidak peduli bila tante Belinda menganggapku wanita gila harta atau apa pun itu. Aku melakukan itu untuk ayah. Aku tidak ingin ayah menderita terus menerus karena penyakitnya, meskipun hatiku sakit bila harus kehilangan sosok lelaki yang sangat aku cintai seperti Keenan.

"Ada apa ini?"

Suara bariton yang begitu familiar menghentikan perdebatan kami. Aku menoleh ke arah pintu, dan melihat Keenan telah berdiri di sana. Aku terkejut, dan bisa kulihat tante Belinda juga sama terkejutnya seperti diriku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status