Keenan terdiam dalam kebingungannya, setelah seperkian detik, kemudian dengan suara tegas ia berkata, "Bercandamu tidak lucu, Sayang."
Ya Tuhan, bahkan dia mengira aku sedang bercanda. Aku terkejut, sedih, dan juga panik. Keenan mengira kalau ini semua adalah lelucon. Aku ingin membuat lelucon, apabila hanya itu saja masalahnya. Namun, saat ini yang terjadi adalah kenyataan yang pahit. Tante Belinda menyuruhku untuk pergi dari kehidupan Keenan. Terlebih lagi, Keenan sudah dijodohkan dengan wanita lain.Kuusap air mata yang menetes di pipiku dengan kasar. Lalu aku menatap Keenan yang masih berjongkok di hadapanku dengan tatapan tegas."Aku tidak bercanda, Keen. Aku ingin kita berpisah," kataku dengan suara lirih.Keenan tampak bingung dan tidak mengerti kenapa aku harus mengambil keputusan itu. "Kenapa?" tanyanya lirih dengan suara bergetar.Aku diam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat dan tak menyakiti perasaannya terlalu dalam. Aku merasa hatiku yang sesak dan teramat pedih ketika batinku memutuskan hubungan kami.Aku tertunduk, tak berani menatap matanya yang sudah memerah. "Aku sudah tidak mencintaimu lagi," alibiku, bahkan aku sendiri mencoba menguatkan hatiku yang teramat sesak.Rasa sakitnya sangat mendalam, hatiku berdebar keras sambil mencoba menatap Keenan yang menjadi bulan-bulanan kata-kataku. Aku bisa merasakan kekecewaan di matanya yang semakin memerah. Aku tidak pernah menyangka bahwa hubungan kami akan berakhir seperti ini. Kami pernah memiliki impian dan rencana di masa depan, tetapi hari ini impian kami harus pupus begitu saja.Keenan menutup kotak cincin itu dengan kasar, kemudian berdiri dan menatapku dengan tatapan tajam. "Apa maksud ucapanmu? Kamu tidak mencintaiku lagi?" ucapnya dengan suara yang terdengar marah dan kesal. "Kamu lupa dengan janji kita dulu? Apa kamu lupa, bahwa seberat apa pun masalah yang kita lalui, kita tidak akan pernah saling meninggalkan satu sama lain? Apa kamu lupa dengan semua itu, Ara?!"Aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat saat ia menggoyangkan bahuku, dengan suara gema pasir langsung masuk ke dalam telingaku. Air mataku kembali menetes, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.Saat air mataku kembali jatuh, aku menyadari betapa sulitnya melupakan semua kenangan kami bersama sekaligus menerima kenyataan bahwa aku dan Keenan tak bisa bersama lagi. Aku tahu hatiku sangat sakit, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.Namun, Keenan tidak bisa mengerti perasaanku dan terus menuntut jawaban dariku. "Ayo jawab! Kenapa kamu diam saja?!" desaknya sambil menggoyangkan bahuku berkali-kali. Urat-urat di lehernya terlihat menonjol, ia tampak sangat marah kepadaku.Aku tahu Keenan sedang kesal dan bersedih karena keputusan ini, tapi aku tidak bisa membuat diriku untuk bertahan lebih lama lagi. "Maafkan aku, Keen. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Aku tidak bisa memaksa perasaanku terlalu jauh."Keenan melepaskan bahuku dengan kasar, ia memalingkan wajahnya dari arahku. Aku tidak tahu, apakah dia juga menangis seperti diriku? Terlihat bila kedua bahunya sudah naik turun, sepertinya ia sedang mencoba untuk meredam amarahnya.Lalu, dia mengusap matanya dan melihat padaku lagi. "Kalau begitu, aku akan membuatmu tidak akan pernah meninggalkanku," ucapnya dengan suara kesal dan kemudian menarik tanganku dengan kasar.Aku merasa kesakitan ketika Keenan terus menarik tanganku. "Keen, kamu mau membawa aku ke mana?" tanyaku dengan reaksi panik.Tanpa menjawab pertanyaanku, Keenan membuka pintu mobil dan menyuruhku untuk segera masuk."Masuk!" titahnya."Kamu mau membawa aku ke mana, Keen?" tanyaku sekali lagi."Aku bilang, masuk!" Dia berteriak, menyuruhku untuk segera masuk kembali.Aku bisa merasakan gelisah di dalam dadaku ketika mendengar ucapan dan ulah Keenan. Tapi aku tetap menurutinya sambil menundukkan kepalaku untuk masuk ke dalam mobil.Kemudian, ia mulai mengemudi dengan cepat dan arogan. Aku terduduk dengan kencang di sampingnya, sedangkan Keenan mengendarai mobilnya dengan sangat agresif. Aku hanya bisa menutup mataku dan berpegangan sampai kuku jari telunjukku putih karena menggenggam sabuk pengaman.Aku hanya bisa terdiam, menatap keluar jendela ketika mobil memasuki gerbang apartemen. Aku bisa merasakan aura tegang Keenan di sebelahku. Begitu mobil berhenti, Keenan membuka pintu dan berdiri di samping mobil."Ayo turun!" tegasnya, menatapku dengan tatapan tajam."Tapi, Keen …" jawabku ragu."Aku bilang turun!" potongnya dengan nada yang semakin kesal.Dia menarik tanganku kuat, membuatku terkejut dan ragu-ragu untuk turun. Namun, Keenan terus menarikku hingga aku bergeming di depan apartemen itu.Setelah membanting pintu mobilnya, ia meraih tanganku dengan kuat dan menarikku masuk ke dalam apartemen. Rasa sakit pun kemudian muncul di tanganku, saat ia benar-benar membiarkan genggamannya melekat."Lepaskan, Keen! Sakit!" Aku memohon, mencoba melepaskan tangannya yang semakin mengencang. Namun, ia tidak menghiraukan permohonanku dan tetap menahanku dengan kekuatan yang melebihi batas."Awh …!"Aku merintih kesakitan ketika Keenan menjatuhkan tubuhku ke ranjang ukuran king size. Tubuhku tersentak ketika ia menghempaskannya dengan begitu kasar."Apa yang akan kamu lakukan, Keen?" tanyaku dengan suara gemetar, setelah ia melepas bajunya, ia berjalan mendekatiku. Namun, tindakan kasarnya semakin membuatku terkejut ketika ia langsung menarik tengkukku.Seketika aku merasakan sensasi yang sangat sakit ketika ia menggigit bibirku dengan kasar. Aku mencoba memukul dadanya, tapi tidak ada efek apa pun. Keenan sama sekali tidak memperdulikan sakit yang kurasakan dan langsung meneruskan tindakannya."Aku akan membuatmu tidak akan pernah meninggalkanku," ucap Keenan dengan napas yang sudah terengah-engah. Matanya bersinar seperti kilat perak saat menatapku dengan tatapan tajam yang seolah ingin memberikan pelajaran kepadaku."Jangan, Keen. Aku mohon!"Aku memohon kepadanya untuk tidak melakukan apa yang dia pikirkan. Namun, perkataanku sepertinya tidak berpengaruh sama sekali, ia terus saja memperlakukanku seperti wanita tidak berharga. Rasa sakit yang aku rasakan sangat teramat dalam ketika ia terus saja menghujamiku bertubi-tubi.Aku mencoba untuk menghentikannya dan memohon agar ia menghentikan perlakuannya yang kasar dan kejam, tapi ia sama sekali mengabaikan kata-kataku. Dia terus merobek kesucianku dengan tanpa ampun bahkan air mataku pun tidak membuatnya tergerak sedikit pun.Aku merasa sangat terluka dan terpukul oleh perlakuan Keenan, aku tidak tahu setan apa yang telah merasuki dirinya dan membuatnya gelap mata. Aku merasa seperti aku telah tidak lagi memiliki kendali atas diriku sendiri. Hatiku begitu rapuh dan hancur oleh perlakuan Keenan yang sangat kejam dan mengerikan."Aduh!"Aku membuka mataku, saat merasa tubuhku begitu teramat sakit."Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam?" lirihku, kusentuh kepalaku yang teramat begitu sakit, sinar matahari masuk ke dalam celah-celah jendela. Aku mulai memfokuskan keadaan, di mana aku melihat tubuhku yang polos tanpa sehelai benang pun, dan aku segera melihat ke arah seseorang yang tertidur pulas di sampingku."Ya Tuhan, apa semalam aku tidak bermimpi?" Aku menutup mulutku sendiri, menggelengkan kepala ini, tak menyangka bila kejadian yang menyeramkan semalam itu adalah sebuah kebenaran.Tiba-tiba, air mataku mengalir deras ketika mengingat tentang Keenan yang telah menghancurkan hidupku. Aku tidak pernah menyangka bahwa kekasihku sekaligus orang yang aku cintai dengan sepenuh hati tega merampas kesucianku. Aku merasa terpuruk dan merasa bahwa hidupku sepenuhnya telah hancur.Aku mengusap kedua mataku dengan kasar untuk menghentikan air mata yang terus saja mengalir. Sambil menyibak selimut, aku turun dari tempat tidur untuk mengambil pakaian yang tergeletak di bawah tempat tidur.Namun, begitu aku melihat pakaianku, aku menyesal. Aku lupa bahwa Keenan telah merusak pakaiannya dengan sangat brutal. Rasa putus asa mulai menghampiriku ketika aku menyadari bahwa aku tidak bisa mengenakan pakaian itu."Aku tidak mungkin mengenakan pakaian ini," lirihku.Aku kemudian melihat ke arah lemari pakaian Keenan, dan aku segera mengambil kaos dan celana miliknya. Aku tahu pasti bahwa pakaian Keenan akan kebesaran di badanku, tapi itu lebih baik daripada harus menggunakan pakaian yang sudah sobek.Saat aku hendak keluar dari kamar Keenan, tiba-tiba aku mendengar suara ponsel berbunyi, itu adalah nada dering ponselku. Aku segera menuju ke arah suara dering tersebut, segera kuraih ponsel yang ada di atas meja. Aku melihat nomor ibuku yang menelpon dan segera mengangkat panggilan tersebut."Halo," sapaku."Assalamualaikum, Nak." Terdengar suara ibuku yang terisak di seberang telepon."Waalaikumsalam, Bu. Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis?" tanyaku dengan khawatir."Ayahmu, Nak. Dokter mengatakan bahwa keadaannya sangat serius. Dokter menyarankan kita untuk segera melakukan operasi," jawab ibuku dengan nada cemas."A-apa? Baiklah, Bu. Ara akan segera pulang sekarang," ujarku dengan cepat, aku merasa terkejut dan khawatir akan kondisi ayahku.Setelah enam tahun berlalu, pesawat Singapore Airlines telah mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Aku keluar dari pesawat tepat pukul 11:05 pagi dan berjalan menuju bandara dengan perasaan gugup. Sambil menunggu bagasi dan arloji di tangan kananku, aku melihat ke sekeliling mencari sosok yang begitu aku rindukan selama bertahun-tahun.Aku merasa begitu lelah, tapi aku tidak ingin menunjukkan lelahku pada anakku. "Ken, apakah kamu merasa lelah?" tanyaku sambil menatap ke bawah pada anak kecil itu yang berjalan gontai.Dia menatapku dengan penuh harap sambil mengangguk lemah. "Iya, Mom. Ken sangat lelah," jawabnya.Aku hanya bisa meraih rambutnya dan mengacak-ngacak dengan lembut. "Sabar, ya! Kita hampir sampai di rumah," ujarku dengan nada bersemangat.Akhirnya tas kami berhasil kuterima dan kami berjalan ke luar dari bandara dengan harapan yang tak terbatas. Sinar matahari bertiup lega berpadu dengan angin lembut yang berhembus. Sambil menembus keramaian, aku terus me
Dalam sekejap, aku segera berbalik badan, mengenakan kacamata hitam dan masker untuk menyamarkan wajahku. Tak lupa, aku mengambil topi Kenzie yang tersimpan di tas, meski kecil, namun cukup untuk melindungi identitasku.Dengan hati berdebar, kuamati sekitar sebelum beranjak meninggalkan lokasi itu, berusaha menjauhkan diri dari pandangan Keenan. Aku berdoa ia tidak sempat melihatku.Namun, takdir belum berpihak. Tiba-tiba, langkahku terhenti ketika mendengar suara bariton yang telah lama kurindukan rintihannya."Tunggu!"Jantungku beradu di dada, ketakutan mulai menggerogoti seluruh jiwaku. Keenan akhirnya berada di dekatku, menghentikan langkahku yang sempoyongan. Kubangun dinding mental untuk mengendalikan tubuhku yang terasa beku dan tak berkutik.Suasana di sekitar terasa kelam dan suram, seakan waktu berhenti dan segalanya berpihak pada Keenan. Kini hatiku dipenuhi kebimbangan, haruskah aku melangkah maju atau menghindar dari sisi Keenan? Aku tahu bahwa keputusan ini akan mengub
"Kenapa dengan mereka?"Akhirnya dia melanjutkan ucapannya, "Kabarnya, Marissa dan Keenan telah menjalin hubungan."Jantungku berdebar kencang, perasaan cemburu dan kesedihan menyelimuti diri ini. Hatiku berkecamuk, bagaimana mungkin aku melupakan Keenan? Aku merasa tak rela kehilangan orang yang satu-satunya pernah kucintai.Namun, aku berupaya keras untuk mengendalikan emosi. Marissa dan Keenan berhak untuk mencari dan mendapatkan kebahagiaan mereka, meskipun kebahagiaan itu bukan bersamaku."Sissi, terima kasih sudah memberitahuku." Aku berusaha tersenyum. "Aku harap mereka bisa bahagia."Sambil menguatkan hati, aku berusaha berbicara dengan nada suara yang lebih ceria dan penuh semangat. Perlahan, aku menyadari bahwa kehilangan Keenan bukanlah akhir dari segalanya. Aku belajar untuk lebih menghargai diri sendiri. Aku mencintai apa yang kumiliki dan menjalani kehidupan yang aku pilih. Suatu hari nanti, aku akan menemukan orang yang tepat untuk menyempurnakan hidupku. Dan pada saat
Ken tampak kesal saat menceritakan kejadian tidak menyenangkan itu. "Dia menabrakku, Mom, hingga es krim yang aku pegang terjatuh ke celana dan sepatunya. Namun, bukannya minta maaf, dia malah menyalahkan aku dan memintaku untuk meminta maaf padanya. Aneh sekali!"Aku menghela napas mendengar cerita Ken dan berpikir. Apakah yang dimaksud Ken itu adalah Keenan?Lamunanku tiba-tiba terhenti ketika Ibu memanggilku."Ara ... Ken ... ayo sarapan dulu, Nak," ucap Ibu yang sudah berada di ambang pintu."Iya, Bu," sahutku, menoleh ke arahnya, lalu aku melirik ke arah putraku yang masih asyik dengan tabletnya."Ken, ayo kita sarapan dulu." Ajakku, berusaha menarik perhatiannya dari perangkat yang ia pegang erat.Mendengar perkataanku, Ken langsung mengangguk dan mengiyakan. "Baik, Mom."Kami berdua lantas berjalan menuju dapur untuk menyantap hidangan yang sudah disiapkan.Ketika tiba di dapur, kami dihadapkan dengan berbagai macam lauk pauk yang menarik selera. Terasa aroma sedap dari masakan
Hatiku seperti tertusuk duri sembilu saat Marissa tiba-tiba muncul dan menggandeng lengan Keenan. Seolah ia ingin menyadarkanku bahwa kini Keenan adalah miliknya. "Hai, Kiara, ternyata kamu sudah kembali," sapa Marissa dengan begitu ramah. "Bagaimana kabarmu? Sejak kamu pergi ke luar negeri, kami tidak pernah mendengar kabar darimu."Aku mencoba tersenyum, sambil menjawab, "Aku baik-baik saja, Marissa. Terima kasih sudah menanyakan kabarku."Rahasia telah aku jalani sejak pergi ke luar negeri. Aku tidak ingin semua orang mengenaliku atau melacak keberadaanku. Untuk itu, aku melepaskan semua kartu identitasku, mengganti ponsel dan kartu SIM, serta berhenti memainkan media sosial yang pernah kukenal.Sesungguhnya, hati yang terluka menjadi alasan utama aku melakukan semua perubahan tersebut. Kepergianku ke luar negeri mengharuskanku jauh dari Keenan, dan ia kini semakin dekat dengan Marissa. Bahkan aku menghindari mengabadikan momen-momen kehidupanku di sana, berusaha menjauh dari duni
"Syukurlah, aku harap apa yang kamu katakan benar," ucap Fina dengan senyum smirk-nya. Aku mencoba untuk tersenyum, tetapi hatiku masih terasa sakit.Anggun, sahabatku, mencoba mengalihkan perhatian. "Sudahlah, kita makan saja, tidak perlu membahas yang lain," ujar Anggun sambil menatapku penuh perhatian. Meski Fina merasa kesal, namun aku berusaha untuk tidak terpengaruh olehnya.Fina melanjutkan perkataannya, "Memangnya kenapa kalau membahas yang lain? Tidak ada orang yang kebakaran jenggot, kan?" Sentakanku menjadi semakin nyata. Aku benar-benar kalah menghadapi Fina. Dia terus saja memojokkan aku.Aku tidak mengerti mengapa Fina seolah tidak menyukai kehadiranku. Sejak tadi, dia terus saja mencoba untuk membuatku merasa tidak nyaman. Apakah dia mengira aku kembali ke Indonesia hanya untuk menggagalkan pertunangan Marissa dan Keenan? Sejujurnya, aku sama sekali tidak mengetahui bahwa mereka berdua akan bertunangan. Dan jika memang itu terjadi, aku akan merasa bahagia jika kebahagiaa
Pov Keenan.Setelah menyapa beberapa rekan kerja, rasa gundah muncul begitu saja. Tempat ini, yang kuharap bisa membantuku melupakan masa lalu, kini menjadi saksi kembalinya sosok menyakitkan itu. Wanita yang menghancurkan hidupku hingga hancur berkeping-keping.Aku mengepalkan tanganku, merasakan amarah yang berkobar di dada. Berbagai pertanyaan muncul di benakku. Apakah dia kembali hanya untuk menyakiti perasaanku saja? Mengapa di saat aku mulai melupakannya, dia kembali dengan membawa luka lama? Apakah dia kembali hanya untuk menambah derita? Kenapa dia harus kembali lagi, di saat hatiku sudah membaik?Luka lama mulai terasa membakar kembali. Betapa dulu, aku begitu mencintainya dan ingin menjadikannya pelabuhan terakhirku. Tapi, dia dengan tega menghancurkan semuanya. Kini, dia kembali hadir dan membawa luka-luka itu bersamanya.Kepalaku terasa sakit, seperti akan meledak karenanya. Aku menapakkan kaki keluar, meninggalkan tempat keramaian untuk mencari ketenangan. Meski berulang
"Aku bilang pergi! Apa kau tidak mendengarku?!" bentakku, tak bisa menahan emosi yang memuncak.Prang …!Tak sengaja, kuhempaskan botol minum yang ada di atas meja. Botol itu jatuh dan terpecah belah di lantai, menggambarkan perasaanku yang sudah hancur lebur karena ulah Kiara. Meskipun dia mencoba untuk memperbaikinya, tetap saja tidak akan pernah utuh seperti sedia kala.Aku menahan air mata yang akan mengalir seiring dengan jatuhnya botol minum tersebut. Wajahku bermuram, mencerminkan rasa sakit yang tak mampu terungkapkan. Kiara mulai menangis, tangisnya terdengar pelan dan perlahan menyayat hati. Namun, aku tidak bisa melupakan pengkhianatan yang dia lakukan padaku. Semua kenangan bersama bagai terkoyak oleh pilihan yang dia ambil, membuat cinta yang selama ini kami jalin tak lagi bermakna."Maafkan aku, aku tahu aku salah karena telah meninggalkanmu begitu saja. Mungkin maafku tak bisa menyembuhkan perasaanmu, tapi kuharap kau bahagia bersama Marissa," ucap Kiara.Cebikan sinis