Pagi itu, lebih tepatnya di salah satu SMA yang berada di Jakarta, ada seorang gadis yang bersekolah disana. Dia bukan gadis populer maupun siswi yang mendapat beasiswa untuk masuk ke sekolah tersebut. Dia hanya gadis biasa namun memiliki suatu hal yang dapat membuat seseorang tertarik padanya. Mungkin saja karena dia memiliki mata hitam tajam, tubuh tinggi-langsing, rambut coklat panjang, dan memiliki sabuk hitam. Tak lupa wajah cantiknya yang dapat memikat para siswa yang ada di sekolah itu dan senyuman yang dia miliki, sebuah senyuman yang manis.
Dan sekarang, dia sedang berjalan di koridor menuju kelasnya, XII-MIA. Seperti biasa dia mendapat sapaan ceria dari teman-teman kelasnya. Dia hanya membalas sapaan mereka dengan senyuman. Dia berjalan menuju mejanya lalu menyimpan tasnya di atas meja. Setelah dia duduk, seseorang merangkulnya sambil tersenyum jahil. Gadis itu hanya menatap dia dengan ekspresi malas.
"Ada apa Sofi?" tanya gadis itu ke sahabatnya, Sofi.
"Ndah, lo udah ngerjain PR belom? Anu, gue pengen lihat yang punya lo, gue belum kerjain, hehe," pinta Sofi sambil memasang wajah memelas.
Indah menghela napas melihat tingkah laku sahabatnya yang pegitu pemalas. "Dimana-mana juga kalau ada PR, kerjain dulu sebisa lo bukannya copy-paste punya gue!"
"Please Indah, tolong gue, ya-ya-ya? Lo 'kan cantik, baik hati dan tidak sombong,"
Indah berdecak sambil mengeluarkan sebuah buku di dalam tasnya dan memberikan buku itu di hadapan wajah Sofi, lebih tepatnya buku itu sudah menutupi wajah Sofi. Sofi mengambil buku itu sebelum jatuh ke lantai.
"Nah gitu dong! Makasih mak lampir!"
"Giliran ada maunya muji-muji, sialan,"
"Bodo," Sofi membuka buku miliknya dan langsung mencatat jawabannya.
Indah memutar bola matanya malas dan mengacuhkan Sofi yang mengomentari tulisannya yang seperti ceker ayam. Dia menatap beberapa temannya yang berlari terburu-buru menuju kelas karena 10 menit lagi bel sekolah akan berbunyi dan tentu saja mereka tak ingin mendapat hukuman dari guru karena terlambat, meskipun itu adalah kesalahan mereka karena terlambat.
10 menit kemudian bel sekolah berbunyi dan masih ada beberapa siswa yang baru saja tiba ke sekolah dan untungnya mereka memiliki toleransi keterlambataan maksimal 5 menit. Tak lama, para guru keluar dari Ruang Guru dan pergi menuju kelas.
2 jam telah berlalu, akhirnya jam istirahat pertama tiba. Setelah mendapat ‘pemanasan’ di pagi hari, mereka langsung keluar dari kelas untuk mendinginkan kepala mereka. Ada yang menuju ke kantin ada juga yang hanya sekedar nongkrong didepan kelas. Indah dan Sofi sudah berada di kantin. Indah hanya ikut untuk menemani Sofi sarapan. Indah sedang asik dengan ponselnya membiarkan Sofi menikmati sarapan paginya. Tak lama, Sofi sudah selesai dengan sarapannya dan dia meraih es jeruk yang sudah dia pesan.
"Eh lo mo tahu ga?" tanya Sofi.
"Ga," jawab Indah singkat.
"Sekolah kita bakal ada anak bawang loh!" kata Sofi tidak peduli dengan jawaban Indah yang tidak ingin mengetahui apa yang ingin dia bicarakan.
"Terus?" tanya Indah mengangkat alisnya.
"Cogan loh!"
"Kata?"
"Orang sih,"
"Baru kata orang 'kan? Jadi belum tentu dia cogan,"
"Iya sih. Tapi...,"
"Kebiasaan ya, kalau telinga lo denger soal cogan, otak lo langsung respon kegirangan,"
Sofi memanyunkan bibirnya lalu dia kembali minum. Sofi berpura-pura terisak yang langsung mendapat tatapan sebal dari Indah.
"Teganya membuatku cukit hati,"
"Berisik,"
Sofi semakin memanyunkan bibirnya, "Awas aja kalau tuh cowok bener ganteng, gue tampol lo,"
"Salah gue apa anjir?"
"LO BIKIN GUE CUKIT HATI!"
"Lebaynya dirimu, nak,"
"Au ah!"
Indah melepaskan tawanya karena dia sudah tak sanggup menahannya. Sofi langsung memicingkan matanya karena kesal mendengar sahabatnya menertawakan dirinya dengan puas.
"Tawa lo!"
"Aduh, aduh, perut gue, sakit anjir gegara ketawain lo,"
"Lucunya apa sih?"
"Lucunya itu karena bikin lo pundung!" Lagi, Indah tertawa namun sekarang dia tidak mengeluarkan suara tawanya.
"Terus, terus aja ketawa ngejek gue!" Sofi bersiap akan mencubit lengannya Indah tapi tangannya di tahan oleh Indah.
"Oke, oke, gue berhenti. Aduh..." Indah memijat kedua pipinya karena terasa pegal. Lalu ponsel Indah bergetar, dia melirik ponselnya yang dia simpan di atas meja dan dia mendapat telepon dari seseorang.
Telepon dari
Papa
Indah yang sebelumnya memperlihatkan wajah senang, sekarang berubah menjadi datar. Sofi melirik ponsel Indah dan dia langsung mengetahui makna dari ekspresi Indah sekarang.
"Angkat aja, gitu-gitu juga bokap lo.." kata Sofi sambil mengelus pundak kiri Indah.
Indah menatap Sofi dengan tatapan yang penuh dengan arti. Sofi hanya membalas tatapan itu dengan anggukkan kepala pelan. Indah menghela napas, dia bangun dari kursi tersebut dan menjauh dari Sofi. Setelah cukup jauh dari keramaian kantin, dia langsung menerima telepon dari Ayahnya.
"Apa nelepon?"
"Jaga sopan santunmu ke orang tua kamu sendiri." kata Angga. Indah hanya tersenyum miring tidak berkata apapun dan membiarkan Angga bicara duluan.
"Papa mau minjem uang. Nanti sama papa ganti kok kalau papa ada uang."
Indah menggertakan gigi, dia menahan diri agar tidak mengamuk di sekolah.
"Butuh berapa?"
"1 juta."
"Berani jamin itu uang bakal di pake judi atau bayar pelacur."
"Jangan sok tahu kamu! Uang yang papa pinjem dari kamu buat bayar hutang ke temen papa, ngerti?"
Indah tahu ayahnya berbohong karena sudah berkali-kali dia dibohongi oleh ayahnya. Angga akan selalu meminta uang pada uangnya entah itu untuk berjudi atau untuk memanggil PSK.
"Pem-bo-hong. Kalau iya itu emang buat bayar hutang, ya pakai uang sendiri lah bukannya minta ke aku! Makanya kerja bukan nyusahin anak!" Indah menahan dirinya agar dia tidak meninggikan suaranya dan menjadi pusat perhatian lain.
"Anak durhaka! Kamu di ajarin apa sih sama mama kamu bisa berani sentak ke papa?" tanya
Angga sadis dan membuat Indah terkejut. Dia menahan tangisnya."Ga usah bawa mama! Emang lo sendiri pantes di panggil papa? Gue heran kenapa mama mau-maunya dulu sama laki-laki kayak lo!" Indah mengakhiri pembicaraan tersebut dan mematikan ponselnya karena dia tidak ingin Angga kembali menelepon, dia menghela napas. Dia merasakan air mata mengalir di pipinya. Dia menyeka air matanya dan kembali ke Sofi.
Dia kembali dengan topeng ketika berada di hadapan Sofi. Sebuah topeng untuk menutupi kesedihannya adalah senyuman. Meskipun dia menggunakan topeng itu, Sofi jelas lebih mengerti makna dari senyuman itu adalah senyuman palsu.
"Udah beres masalahnya?" tanya Sofi.
Indah menganggukkan kepala pelan, "Udah. Lo jangan tanya ya, gue males ngebahasnya,"
"Iya iya gue ga akan ikut campur masalah lo. Gue sebagai sahabat lo hanya sebagai pendengar cerita dan pemberi saran. Terserah lo kapan mau cerita yang penting ketika lo butuh seseorang buat jadi pendengar cerita, datang ke gue," kata Sofi.
Indah hanya mengangguk, dia bersyukur dapat memiliki sahabat seperti Sofi. Kali ini Indah tidak memberikan topeng dihadapan Sofi.
Sofi yang melihatnya hanya tersenyum pasrah, "Lo hebat ya, bisa masih senyum walaupun lo banyak masalah tetep aja lo senyum. Lo cewek tangguh Ndah, gue takjub sama lo, di bandingkan gue yang sekali nya kena masalah pasti bakal berubah mood drastis,"
"Itu hal kecil kok,"
Sofi tersenyum miring sambil bangun dari duduknya, "Yu ah balik ke kelas,"
Indah ikut bangun dari duduknya dan keduanya pun pergi menuju kelas. Tak lama setelah itu, bel masuk sekolah yang kedua sudah berbunyi dan para siswa kembali ke kelas untuk melanjutkan pembelajaran selanjutnya.
Jam sekolah berakhir pada pukul 5 sore. Semua murid sudah keluar dari kelas setelah mendengar bel pulang sekolah berbunyi. Indah sudah berada di parkiran motor. Setelah dia menggunakan helm dan sarung tangan, dia menyalakan motornya dan mengendarainya keluar dari sekolah. Jarak dari sekolah ke rumahnya kurang lebih 30 menit menggunakan motor. Jalan raya begitu padat. Selain motor dan mobil pribadi, transportasi umum pun ikut memadati jalan raya. Indah sudah terbiasa dengan kondisi jalan raya di sore hari. Dia menikmatinya karena dia tidak ingin membuat dirinya stress seperti para pengendara yang lain. Bahkan ada beberapa orang yang melanggar peraturan, salah satunya menggunakan jalur busway karena mereka tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan. Polisi pun menghentikan mereka dan bersiap untuk memberikan surat penilangan karena melanggar peraturan.
'Mau dapet surat tilang sampe 100 kali juga kayaknya ga akan bikin mereka jera pak polisi.' Indah pun berkomentar dalam hatinya sambil melihat polisi sedang memberikan teguran sambil memberikan surat tilang ke sang pelanggar.
****
Indah membuka pintu rumahnya. Dia melihat ke sekitar rumahnya yang begitu sederhana. Kosong, seperti biasanya. Dia melangkahkan kakinya menuju ruang TV dan langsung menuju dapur lalu dia melihat sebuah penutup makanan yang ada di atas meja makan. Dia membukanya dan terdapat piring, sendok-garpu, beserta nasi dan lauk pauk yang siap untuk disantap.
"Mama pasti udah berangkat kerja lagi," gumam Indah sambil melihat secarik kertas yang ada di meja makan.
"Mama pulang agak malam. Jangan lupa makan ya. Sayurnya juga di makan. Kalau Indah ngantuk, tidur duluan aja, ga usah nunggu mama,"
Indah tersenyum kecil, "Makasih ma," Dia langsung mengambil ponselnya dan mengirim pesan terima kasih kepada ibunya.
Dia pun bergegas makan tanpa mengganti seragam SMA-nya. Setelah mengisi penuh piringnya, dia membaca doa sebelum makan dan langsung makan.
Setelah dia makan, barulah dia bergegas untuk mandi dan istirahat. Dia tiduran di kasurnya karena dia begitu kelelahan atas pekerjaan dia di sekolah. Para guru memberikan begitu banyak tugas, dia menutup matanya.
Seperti sebuah rekaman ulang yang dia putar kembali, dia mengingat ucapan ayahnya yang membuat ulu hatinya sakit. Kata demi kata yang di tuturkan dari ayahnya membuat Indah merasakan hatinya kembali mendapat sayatan yang sangat dalam. Seketika air mata turun ke pelipisnya, Indah menangis dalam diam, dirinya tak mengeluarkan suara sama sekali.
"Hari yang sangat melelahkan,"
"Dasar wanita jalang! Berani sekali kamu membangkang ke suami kamu!""Wajar saja aku membangkang karena kamu sebagai suami tidak ada gunanya! Kerjaan cuman tidur aja dirumah, ga ada keinginan cari kerja apa?! Yang ada istri yang nafkahi suaminya! Sungguh keterlaluan!""Berani kamu ya!"Suara tamparan itu begitu keras dan membuat sang ibu terkejut. Dia memegang pipi kirinya yang berubah menjadi merah dan terasa panas."Kamu kurang ajar mas! Kamu nampar aku!""Kamu sendiri mancing-mancing emosi suami!""CUKUP! Aku minta cerai!""Bagus! Itu lebih baik!"Dia tak dapat bergerak sedikit pun selain menatap kedua orang tuanya yang saling melontarkan argumen dan dia semakin terkejut ketika ayahnya menampar ibunya. Gadis kecil itu menutup mulutnya karena takut mengeluarkan suara dan hal yang membuat dirinya ketakutan adalah ketika langkah kaki ayahnya mendekat ke
Setelah rekan kerjanya keluar dari ruangan yang pintunya di gantungi oleh sebuah tulisan ‘Manajer’, Indah memasuki ruangan itu sambil berkata, “Permisi.“ dan ketika masuk, dia mencium aroma khas yang berasal dari pengharum ruangan tersebut. Bunga melati adalah aroma yang di sukai oleh manajernya bernama Deni. Indah mendapat senyuman datar yang khas dari pria berumur 40 tahun itu.“Selamat malam, Pak.”“Malam Indah. Maaf ya, karena sekretaris saya tidak masuk jadi kamu dan yang lain harus mengambil gajinya ke saya dan harus masuk ke ruangan saya satu persatu.”“Ga apa-apa, pak. Saya mengerti.”Deni menganggukkan kepalanya dan mengeluarkan amplop dari laci meja kerjanya dan di sisi kanannya bertuliskan nama Indah. Dia menyimpan amplop di atas meja dan mendorongnya dengan jari telunjuk kanannya.“Ini gaji kamu bulan ini.”Indah menggangukkan kepalanya dan menerima amplop te
Reynaldi terdiam setelah Indah menjelaskan mengenai dia akan menjadi tutor pribadi untuknya. Indah yang melihat Reynaldi membeku langsung menjentikkan jarinya. Suara jentikan jari Indah cukup keras mengingat kondisi kelas yang sepi dan hanya mereka berdua yang masih betah di dalam sana.“Bangun, Rey,”Reynaldi mengedipkan matanya berkali-kali dan mengusap kepalanya, “Eh, maaf,”“Lo tuh kenapa? Kaget karena gue bakal jadi tutor lo atau karena lo lagi ngelamun?“Gue denger yang lo bilang dan cukup kaget juga,”Indah mengangkat alisnya bingung sambil memegang botol minuman miliknya, “Alasan lo kaget?”“Lo jadi tutor gue,”“Oh, oke,” Indah membuka botol minumnya lalu meneguk air minumnya. Dia masih tidak mengerti maksud dari ucapan Reynaldi. Reynaldi menggaruk kepalanya karena dia bingung kenapa dia memberi jawaban alasan dia kaget. Dia berusaha untuk mencairkan
Esok pagi, ketika Sofi menyadari bahwa Indah belum masuk sekolah, dia berpikir bahwa sesuatu terjadi padanya. Ketika dia mengirimkan pesan pada Indah menanyakan apa dia akan masuk atau tidak, gadis itu tidak membalasnya. Sofi berpikir mungkin dia akan menunggu hingga bel masuk berbunyi. Namun, ketika bel masuk berbunyi, Indah tidak muncul dan orang yang terakhir masuk ke dalam kelas hanya Reynaldi. Sofi mulai gelisah karena Indah sama sekali tidak ada kabar. Sofi mengambil ponselnya lalu mengirim pesan lagi ke Indah. Ketika dia mengirim pesan ke Indah, seorang guru masuk ke dalam kelas dan mereka memulai pelajaran pertama.Ketika jam pelajaran pertama selesai, Sofi memeriksa ponsel nya untuk memeriksa apa Indah sudah membalas pesannya atau tidak. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. Gadis itu keluar kelas dan berdiri di sebelah pintu masuk kelas bermaksud untuk menelpon Indah. Dia mendekatkan ponselnya ke arah telinga kanannya dan dia mendengar suara dari ponsel tersebut.
Setelah dia selesai mengurusi barang-barang di kamarnya, Indah duduk di pinggiran kasur sambil menatap kamar barunya. Matanya sedang mengenali kondisi kamarnya mulai dari ukuran kamar yang tidak sama dengan ukuran kamarnya dulu, letak dimana dia menyimpan barang-barangnya di kamar seperti lemari, meja belajar, dan warna cat kamar yang berwarna kuning. Tak lupa posisi jendela kamar yang menghadap timur memperlihatkan kondisi langit yang perlahan berubah menjadi jingga hingga letak pintu kamar yang berada di sebelah kiri pojok kamarnya. Dia mengehela napas sambil bangun dari duduknya. Indah perlahan sambil berjalan menuju jendela kamarnya lalu berdiam di sana menatap kondisi di luar rumahnya. Dia melihat kondisi rumahnya yang cukup tenang di sore itu. Bagi Indah hal ini tidak familiar baginya mengingat bahwa lingkungan sekitar di rumahnya dulu para tetangga akan berdiam di luar dan menikmati udara di sore hari. Biasanya Indah selalu melihat tetangganya, Bapak Didi di depan rum
Indah mengacungkan jari tengah ke Reynaldi membuat dirinya bingung. Reynaldi mengangkat alisnya sambil memegang pensil di tangan kanannya. Indah menutup buku Reynaldi sambil menyimpannya di atas meja.“Bisa lo jelasin kenapa lo memberikan eskpresi itu ke gue?” tanya Reynaldi dan melihat Indah tersenyum mengerikan.“Ternyata bener ya, realita selalu mengalahkan ekspektasi. Ya, jujur aja sih gue ga nyangka aja ternyata lo pinter,” kata Indah sambil menunjuk buku tulis milik Reynaldi.“Ga juga sih, gue bodoh di pelajaran Matematika. Rumusnya sangat sulit seperti rumus kehidupan,”Indah sedikit tertawa mendengar ungkapan Reynaldi, “Tapi lo pintar dari bahasa dan sejarah. Curiga gue lo bakal jadi orang sastra pas lulus sekolah,”“Mungkin,”Indah berhenti sejenak ketika melihat Reynaldi yang merespon ucapannya dengan acuh. Entah kenapa Indah ingin mempertanyakan hal yang sudah lama dia in
Setelah saling membuka sebuah kisah diantara mereka berdua seminggu yang lalu, hubungan mereka menjadi lebih dekat. Baik Indah maupun Reynaldi, keduanya berteman dengan baik. Banyak dari teman-teman kelas mereka berpendapat bahwa Reynaldi menjadi berubah setelah dekat dengan Indah baik dalam kehadiran di kelas dan nilai pelajaran pun meningkat. Dan setelah melihat hal tersebut selama seminggu, mereka saling melempar gosip di dalam kelas.“Mereka pacaran?”“Oh ya? masa sih?”“Anjir gue dilangkahi,”“Pft, ga mungkin lah mereka pacaran. Orang Reynaldi juga ga suka sama cewek kayak Indah.”“PD lo. Emang dia bakal suka sama lo?”Perbicaraan itu terjadi di antara siswi-siswi di kelas. Mereka tiada hentinya mengosipkan hal tersebut. Bahkan mereka tidak sadar bahwa seseorang sedang mendengar mereka di kursi belakang yaitu Naufal. Dia mendengar obrolan para gadis yang masih membicarakan Reyn
Naufal berjalan meninggalkan Reynaldi dan Indah di kantin dengan rasa malu karena Reynaldi yang mengetahui perasaannya. Dan selama seminggu, dia menahan rasa cemburu dan berpikir buruk ke Reynaldi. Dia berpikir alasan mengapa Reynaldi dekat dengan Indah karena dia menyukai Indah. Dia termakan dengan gosipan dari Anggun dan teman-temannya. Naufal berjalan semakin cepat berusaha untuk bersembunyi di ruang OSIS.‘Anjir. Malu gue.’ pikir Naufal.Ketika dia akan memasuki ruang OSIS, Bagas berdiam diri di depan pintu ruang OSIS. Naufal bingung melihat Bagas yang hanya menghalangi pintu dan tidak masuk ke dalam sambil menatap dirinya sedang berjalan.Naufal menghampiri Bagas lalu bertanya padanya, “Anak-anak udah beres kerjain tugasnya?”“Gue serahin ke Anggun. Lama-lama gue bosen juga nunggu yang lain beres.” kata Bagas.“Sudah gue duga lo pasti ga akan mau lama-lama di kelas.” kata Naufal sambil m