Share

2. Paman Joshua yang Baik Hati

“Ma, Jonah boleh ikut Kimi pergi berkemah?” tanya Jonah malam sebelum tidur. Arabella baru saja membereskan pekerjaannya dan masuk ke kamar Jonah untuk mengantarnya tidur. Kebiasaan Jonah, sebelum tidur dia selalu ingin ibunya mengusap punggungnya hingga tertidur.

“Kimiko minta Jonah ikut?” tanya Arabella mencari tahu.

Jonah mengangguk.

“Kenapa Kimiko minta Jonah ikut?” tanya Arabella lagi.

Jonah mengedikkan bahunya sambil naik ke atas ranjang dan menarik selimut hingga menutupi dada kecilnya.

“Pasti ada alasannya. Apa kau dan Kimiko merencanakan sesuatu?” tebak Arabella.

Jonah menggeleng dan matanya mulai terlihat mengantuk setelah menguap beberapa kali.

***

Bunyi ponsel di samping ranjangnya mau tidak mau membuat Arabella bangkit dari rebahan untuk meraih ponsel yang terus berbunyi,

“Ya, ada apa Josh? Kau di mana? Apa baru pulang dari kantor? atau kau butuh bantuan hukum dariku?” tanya Arabella seperti biasa dengan setumpuk pertanyaan.

Joshua  tertawa di seberang ponsel.

“Tidak, Ara. Aku tadi lewat toko roti dan teringat pada Jonah. Jadi aku mampir untuk membeli beberapa roti dan kue potong untuk kalian sarapan besok pagi. Bukalah pintu sebentar, aku tidak akan masuk, hanya mampir untuk memberikan roti ini,” tukas Joshua perlahan.

Arabella terdiam sesaat sebelum akhirnya segera beranjak turun dari ranjang dan bergegas menuju pintu.

“Terima kasih, Josh. Kau benar tidak mau masuk? Sekadar minum segelas teh mungkin?” tawar Arabella ramah. Joshua, teman satu kantor Robert yang sering datang sejak Robert meninggal.

“Tidak usah, Ara. Ini sudah malam, dan kau sendiri pun pasti sudah berada di atas ranjang, ya kan?” tebak Joshua dengan tawa kecil.

Arabella mengangguk dan tertawa.

“Kalau begitu, terima kasih buat rotinya, Josh. Jonah pasti senang sekali sarapan roti besok pagi,” jawab Arabella dengan senyuman.

Joshua mengangguk dan mengecup pipi Arabella pelahan, lalu berbalik dan meninggalkan pekarangan rumah itu.

Arabella masih berdiri sampai mobil Land Rover hitam itu menjauh dan dia masuk, menutup pintu, lalu meletakkan kantong roti di atas meja.

Sejenak dia berdiri di depan meja sambil mengusap lembut pipi yang baru saja dikecup Joshua. Ada rasa hangat yang teringgal di sana dan dia tersenyum sendiri.

***

“Pagi, Jonah. Sarapan hari ini Mama buatkan roti goreng, kau suka? Susumu sudah Mama siapkan di atas meja. Ayo bangun dan segera bersiap, Sayang,” tukas Arabella pagi itu dari pintu  sambung di antara kedua kamar itu.

“Pagi, Mama Cantik. Kapan Mama beli roti?” tanya Jonah heran. Seingatnya semalam stok roti sudah habis dan Arabella belum sempat untuk pergi membelinya.

“Tadi malam Paman Joshua datang mengantarkan roti karena dia teringat dirimu saat melewati toko roti,” jelas Arabella sambil berjalan menuju kamarnya dan duduk di depan meja rias.

“Oh begitu … Paman Joshua baik sekali, ya Ma,” puji Jonah.

“Iya. Paman Joshua sangat menyayangimu, Jonah,” tukas Arabella  dengan senyum terkulum.

“Ohya? Tapi mengapa Paman Joshua belum menikah hingga sekarang, Ma?” tanya Jonah polos.

Arabella mendelik mendengar pertanyaan Jonah yang cukup absurb baginya.

“Mana Mama tahu kenapa Paman Josh belum menikah? Apa kau ingin menanyakannya?” tanya Arabella berdebar disertai rasa khawatir takut Jonah menanyakan langsung pada Joshua.

“Tidak, Jonah rasa itu bukan urusan Jonah, ya kan, Ma? Hanya saja Jonah heran, Pamah Josh sering datang sejak Papa meninggal dan terkadang dia membelikan mainan dan makanan yang enak. Jonah suka,” ucap Jonah dengan pandangan mata nelangsa.

“Mengapa kau sedih?” tanya Arabella dengan alis terangkat sedikit.

“Tidak, aku bukannya sedih, Ma. Coba Mama bayangkan kalau Paman Josh menikah nanti, dia pasti tidak akan sering datang ke sini lagi, iya kan? Lalu tidak akan ada mainan dan makanan untuk Jonah lagi,” tukas bocah itu dengan wajah yang sedikit cemberut hingga membuat Arabella terbahak.

“Sudah, sudah jangan berandai-andai. Sekarang ayo cepat mandi dan bersiap ke sekolah. Sarapanmu sudah Mama siapkan di meja,” potong Arabella sebelum Jonah melanjutkan pemahamannya yang semakin kacau.

Masa anak-anak memang masa yang paling menyenangkan, hanya berpikir soal main dan makan. Ya Tuhan … menggelikan sekali memikirkan pemikiran Jonah. Arabella terkikik sendiri di depan meja rias sambil memberi sentuhan flawless pada wajahnya yang masih tampak cantik di usianya yang akan segera masuk kepala tiga.

***

“Tuan Jackson, saya Arabella Stuart, Mama Jonah. Soal perkemahan besok, apa yang harus saya siapkan? Apa yang dibutuhkan Jonah? Terus terang saya tidak tahu menahu soal perkemahan. Jadi tolong jelaskan pada saya,” ucap Arabella menjelang siang hari sebelum pergi menjemput Jonah di sekolah.

“Ya, Nyonya Stuart. Saya akan membawa RV. Jadi anda tidak perlu menyiapkan tenda. Saya memiliki tenda kecil yang dapat digunakan pada malam hari saat menyalakan api unggun. Dan juga di dalam RV sudah tersedia tempat tidur dan kamar mandi, juga dapur kecil. Jadi anda tidak perlu khawatir  karena semua tersedia lengkap,” terang Peter, lalu berhenti sejenak , “Apa Jonah memiliki alergi terhadap sesuatu? Makanan atau mungkin serbuk sari tanaman? Sekarang sedang musim semi, jadi banyak tumbuhan yang sedang berbunga.”

“Oh? Kalau makanan tidak ada. Tapi serbuk sari saya tidak tahu. Di rumah banyak tanaman dan Jonah tidak menunjukkan reaksi alergi terhadap serbuk sari,” jawab Arabella mengernyit heran.

“Oh ya, satu lagi, cukup panggil saya Arabella saja,” lanjut Arabella sebelum memutuskan percakapan.

Peter tertawa di ujung ponsel.

“Baiklah kalau begitu, cukup siapkan saja makanan kecil yang disukai Jonah serta peralatan mandi. Yang lain akan aku siapkan, Arabella,” tukas Peter sebelum menutup percakapan.

“Baiklah Tuan Jackson.”

“Call me Peter,” ucap Peter sambil tersenyum melipat smart phone berbentuk  persegi menjadi bujur sangkar.

“Siapa? Kenapa kau tersenyum sendiri?” Ali bertanya dengan alis mata yang terangkat sedikit dengan sedikit curiga.

Peter tertawa mendengar pertanyaan Ali, rekannya di perpustakaan, yang penuh dengan perasaan curiga dan ingin tahu berpadu menjadi satu.

“Bukan siapa-siapa, hanya ibu teman Kimiko, kenapa?” Peter balik bertanya sambl tertawa lebar.

“Kau terlihat senang sekali. Apa orangnya cantik? Seperti Kimberly? Hati-hati seorang ibu berarti dia memiliki suami, Peter. Jangan menjadi orang ketiga,” ucap Ali penuh nasihat membuat Peter semakin terbahak mendengarnya.

“Sudah, sudah, Li. Kau membuat perutku sakit. Dia seorang janda, cantik atau tidak aku tidak tahu, aku belum pernah bertemu dengannya. Hanya anaknya teman baik Kimiko. Itu saja info yang bisa kau dapatkan,” jawab Peter tertawa lebar sambil memegangi perutnya yang terasa kencang.

***

“Jonah, Mama sudah mengabari Paman Peter kalau kau akan ikut Kimiko berkemah akhir minggu nanti. Apa yang ingin kau bawa? Ayo kita pergi berbelanja. Kau bisa memilih makanan yang ingin kau makan bersama Kimiko di kemah nanti,” ajak Arabella ketika pulang kantor dan menjemput Jonah di tempat penitipan anak yang berada dekat kantor.

“Bener, Ma? Asiikkkk!!!” seru Jonah gembira sambil sedikit berjoget di kursi mobil yang sudah dipasang sabuk pengaman.

“Kau senang?” tanya Arabella, sudah lama dia tidak melihat Jonah begitu gembira.

“Tentu saja. Aku sudah membayangkan suasana berkemah akan seperti apa, Ma. Apalagi kali ini Paman Peter juga menemani,” jawab Jonah sambil melemparkan pandangan keluar jendela mobil melihat jalanan sore kota Eugene yang padat.

Arabella hanya tersenyum, tetapi dia penasaran seperti apa penampakan Peter yang sudah mencuri sebagian hati Jonah. Apa dia baik dan rendah hati? tampan? Apa pekerjaannya? Pertanyaan-pertanyaan itu berlarian di kepala Arabella di sela konsetrasi mengemudi.

*** 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status